Genta merupakan salah satu alat upacara yang ditempatkan di sebuah kuil atau bangunan candi. Genta ditemukan beserta pemukulnya di Padukuhan Mayangan, Trihanggo, Gamping, Sleman pada tahun1990. Genta ditemukan oleh Bapak Ngatijo, warga Padukuhan Mayangan. Temuan lain yang menyertai temuan genta antara lain arca batu, arca perunggu, alat peribadatan, alat rumah tangga, dan stempel. Semua temuan tersebut telah dilaporkan oleh Bapak Ngatijo ke Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala D.I. Yogyakarta yang sekarang adalah Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I. Yogyakarta.
Genta dan pemukuk dari Padukuhan Mayangan terbuat dari bahan perunggu. Genta ditemukan beserta temuan lainnya yang bercorak agama Buddha, oleh karena itu dimungkinkan genta digunakan sebagai alat upacara umat Buddha. Genta memiliki hiasan bermotif untaian mutiara dan simbar di bagian atas mengelilingi seluruh sisi genta. Pada bagian ujung atas genta terdapat hiasan berupa arca singa dengan mulut terbuka. Terdapat sebuah lubang pada belakang arca singa, difungsikan sebagai tempat gantungan genta. Arca singa ditempatkan duduk di atas landasan berbentuk padma. Sedangkan pemukul genta berbentuk bulat panjang dengan lubang di bagian atas.
Bahan Utama | : | Perunggu |
Keterawatan | : | / |
Dimensi Benda | : |
Panjang - Lebar - Tinggi - Tebal - Diameter - Berat - |
Peristiwa Sejarah | : | Agama Buddha masuk ke Indonesia lebih awal dibandingkan dengan Agama Hindu yaitu sekitar abad V Masehi (Damais, 1959,85). Pengaruh agama Buddha di Indonesia tidak kalah besarnya dengan pengaruh agama Hindu. Hal ini dibuktikan dengan pembangunan Candi Borobudur, Candi Kalasan, Candi Sewu dan beberapa benda relik agama Buddha seperti Arca Dhyani Buddha serta kitab-kitab berlatar belakang Buddhis (Mochtar.2009). Di Indonesia terdapat dua aliran Agama Buddha yaitu Buddha Hinayana dan Mahayana. Perbedaaan keduanya dapat dilihat melalui pantheon kedewaan yang dipuja. Budha Hinayana tidak mengenal alam kedewaan yang lebih luas seperti halnya pada aliran Buddha Mahayana.Di Daerah Istimewa Yogyakarta perkembangan agama Budha dapat diketahui dari prasasti Kalasan yang berisi keterangan tentang agama Budha. Dari prasasti yang memuat angka tahun 700 Şaka atau 778 Masehi didapat keterangan tentang pendirian bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta kerajaan. Bangunan suci itu dibangun oleh Mahârâja Tejahpurnapana Panamkarana atas bujukan Guru Sang Raja yang merupakan mustika-nya keluarga Sailendra. Di samping itu juga disebutkan bahwa Panamkarana menghadiahkan desa Kalasa kepada para Sangga. (Sartono Kartodirdjo dkk, 1975). Di sekitar Candi Kalasan juga pernah ditemukan genta dengan ukuran yang lebih besar dibanding genta temuan dari Mayangan. Dengan demikian agama Budha telah berkembang di wilayah Daerah Isimewa Yogyakarta sejak abad ke-8 Masehi.Tentang temuan genta dan pemukul dari Mayangan, Trihanggo, Gamping, Sleman, belum diketahui secara pasti kapan dibuatnya, karena hingga saat ini belum ditemukan bukti tertulis atau prasasti yang berkaitan dengan genta ini. Dari analogi tentang berkembangnya agama Budha di pulau Jawa, maka genta dari Mayangan, Trihanggo, Sleman diperkirakan berasal dari abad IX – X Masehi. Secara kontekstual temuan ini belum dapat dipastikan berasal dari bangunan suci atau candi yang mana. Mengingat genta terbuat dari perunggu yang berukuran kecil dimungkinkan sebagai objek pemujaan dari komunitas yang kecil atau keluarga. |
Riwayat Penemuan | : | Genta merupakan salah satu alat upacara yang ditempatkan di sebuah kuil atau bangunan candi. Genta ditemukan beserta pemukulnya di Padukuhan Mayangan, Trihanggo, Gamping, Sleman pada tahun 1990. Genta ditemukan oleh Bapak Ngatijo, warga Padukuhan Mayangan. Temuan lain yang menyertai temuan genta antara lain arca batu, arca perunggu, alat peribadatan, alat rumah tangga, dan stempel. Semua temuan tersebut telah dilaporkan oleh Bapak Ngatijo ke Kantor Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala D.I. Yogyakarta yang sekarang adalah Kantor Balai Pelestarian Cagar Budaya D.I. Yogyakarta. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY |
Nama Pengelola | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY |
Catatan Khusus | : | Ukuran GentaTinggi genta : 2,9 98 cm Diameter genta : 1,7 5 cm Tebal bibir : 2,508 cm Diameter lubang : 12,81 cm Diameter padma atas : 7,436 cm Diameter padma bawah : 9,344 cm Tinggi arca singa : 11,921 cm Ukuran Pemukul Panjang pemukul : 12,193 cmTnggi pemukul : 4,271 cm Lebar Lubang : 1,142 cm Lebar ujung : 3,345 cm Tinggi ujung : 1,523 cmKondisi Saat Ini : Masih Utuh |