Loading

Rumah Tradisional Milik Dwiningsih Sri Rahayu

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Rumah Joglo milik Dwiningsih Sri Rahayu menghadap keselatan. Halaman depan berupa pekarangan yang cukup luas. Pekarangan ini ditanami berbagai macam pohon dan dibatasi pagar dari pasangan bata berplester semen. Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pendapa, longkangan, dalem, gandok kiwa, dan pawon.

1) Pendapa

Bangunan pendapa menggunakan atap model joglo sinom. Atap joglo sinom mempunyai tiga susun dan tiga sudut kemiringan namun pertemuan antara masing-masing atap tidak terdapat pembeda dalam bentuk lisplank. Denah bangunan berbentuk persegi empat dengan ukuran 13,1 m x 13,4 m. Konstruksi atap brunjung ditopang oleh empat sakaguru dari kayu jati ukuran 19 cm x 19 cm, tinggi 3,52 m. Sakaguru berdiri di atas umpak cor semen tidak bermotif dengan ukuran lebar bawah 45 cm x 45 cm, lebar atas 23,5 cm x 23,5 cm, tinggi 41 cm. Dua batang kili (kayu panjang di bawah pangeret atau pamidhangan, menancap miring pada saka dengan purusnya) dan dua batang sunduk (kayu yang berada dibawah blandar atau pamidhangan, berkedudukan miring serta masuk ke dalam saka) menghubungkan sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Blandar pamidhangan terdiri atas dua batang blandar pamidhangan panyelak dan dua batang blandar pamidhangan pamanjang. Santen, bermotif hias ukiran berada di antara sunduk kilidan blandar pamidhangan. Selain saka santen, terdapat hiasan ukiran pada sudut pertemuan antara sunduk, sakaguru, dan blandar pamidhangan. Tumpangsari di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari 3batang bersusun membentuk piramida terbalik.

Blandar lar-laran terdiri atas dua batang blandar di bagian panyelak dan dua batang blandar di bagian pamanjang. Pengunci berbentuk nanasan berada di keempat sudut tumpangsari, digunakan untuk mengunci dua blandar tumpangsari paling atas dan hiasan di bagian tumpangsari. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi yaitu pangeret atau balok melintang pada bagian panyelak pamidhangan yang berupa kayu berornamen ukiran. Dhadha peksi berfungsi teknis memperkuat sambungan blandar pamidhangan di bagian tengah dan sebagai elemen penghias bagian tengah uleng, yaitu rongga yang terbentuk oleh pamidhangan. Di tengah uleng terdapat balok bersusun piramida yang disebut balandar singup. Blandar singup terdiri dari empat batang balok kayu. Dua blandar singup di samping kanan dan kiri dhadha peksi juga dihias dengan ukiran. Di bagian atas ditutup dengan plafon pamidhangan dari papan kayu. Konstruksi atap pananggap ditopang oleh 12 saka pananggap yang berdiri di atas umpak batu. Saka pananggap dari kayu jati ukuran 14 cm x 14 cm, tinggi 2,8m. Umpak batu hanya tampak beberapa centimeter di atas lantai karena sebagian besar terpendam lantai. Sambungan antara saka pananggap dan blandar pananggap terdapat geganja dari kayu berprofil. Kontruksi atap emper ditopang oleh 8 saka emper yang berdiri di atas duk semen. Saka emper dari kayu jati ukuran 12 cm x 12 cm, tinggi 2,5 m. Dinding sisi selatan ditutup dengan anyaman bambu dilengkapi satu pintu berdaun empat, dilengkapi tebeng panil kayu dan diapit dua jendela kayu berdaun dua.Dinding sisi barat sebagian berupa gebyog dan pasangan bata berplester. Terdapat tiga jendela kayu dengan panil kayu krepyak, kaca bening, dan kaca nako. Dinding sisiutara berupa dinding pasangan bata berplester, di bagian tengah terdapat pintu empat dilengkapi tebeng panil kaca nako di bagian atas. Di kanan kiri pintu terdapat jendela kayu berdaun tiga. Di sisi timur tidak dilengkapi dinding.Usuk di bagian brunjung, penanggap, dan emper dipasang model ri gereh. Atap joglo ditutup dengan genteng dan bubungan vlaam. Bubungan diperkuat dengan plesteran semen. Di bagian atap brunjung terdapat hiasan makutha dan di ujung atap brunjung, penanggap dan emper diberihiasan bongkak dari gerabah. Bangunan joglo mempunyai denah lantai bujur sangkar.

Lantai berupa plesteran semen. Lantai jogan di bagian emper lebih tinggi 42 cm dari halaman depan, di sisi selatan terdapat dua undakan. Lantai jerambah 18 cm lebih tinggi dari bagian jogan.

2) Longkangan

Longkangan adalah area terbuka di dalam kompleks rumah. Rumah Dwiningsih memiliki dua longkangan, yaitu pertama berada di belakang pendapa dan dalem, sedangkan longkangan ke-2 diantara dalem dan pawon. Lebar longkangan antara pendapa dan dalem adalah 2,2 m, longkangan yang ke-2 berukuran 2,0 m. Lantai di bagian longkangan berupa plesteran semen dengan posisi lebih rendah 23 cm dari lantai pendapa.

3)Dalem

Dalem berada di sebelah utara longkangan menggunakan bangunan model atap joglo. Denah bangunan berbentuk persegi dengan ukuran 13,1 m x 11,9 m. Teras bagian depan berukuran lebar 2,2 m dan ditopang dua tiang berukuran diameter 17 cm. Konstruksi atap brunjung ditopang oleh empat sakaguru, yang berdiri di atas umpak cor semen. Sakaguru dari kayujati ukuran 13 cm x 13 cm, tinggi sakaguru 3,50 m. Sakaguru berdiri di atas umpak cor semen tanpa motif. Dua batang kili dan dua batang sunduk menghubungkan sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Blandar pamidhangan terdiri atas dua batang blandar pamidhangan panyelak dan dua batang blandar pamidhangan pamanjang. Tumpangsari di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari tiga batang bersusun membentuk piramida terbalik. Blandar lar-laran terdiri atas dua batangblandar di bagian panyelak dan dua batang blandar dibagian pamanjang. Pengunci berbentuk keben berada di keempat sudut tumpangsari, digunakan untuk mengunci dua blandar tumpangsari paling atas dan hiasan di bagian tumpangsari. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi berupa balok kayu polos tanpa ukiran. Ditengah uleng tidak terdapat blandar singup. Di bagian atas ditutup dengan plafon pamidhangan dari tripleks.

Atap pananggap ditopang oleh dua saka pananggap darikayu jati berukuran 12 cm x 12 cm dan dinding bata berplester. Sambungan antara saka pananggap dan blandar pananggap terdapat geganja dari kayu berprofil. Dinding penanggap sisi selatan terdapat satu pintu berkusen kayudengan dua daun dari bahan kayu. Di bagian atas terdapat ventilasi. Di kanan kiri pintu terdapat satu kusen berdaun tiga. Konstruksi atap emper ditopang oleh dinding bata berplester. Dalem tidak memiliki senthong, tetapi digunakan untuk menata beberapa almari dan meja kursi. Ruang di bagian emper digunakan untuk kamar tidur dan ruang setrika. Usuk di bagian brunjung, penanggap, dan emper dipasang model ri gereh. Atap joglo ditutup dengan genteng vlaam dan bubungan seng. Lantai berupa keramik berwarna putih berukuran 30 cm x 30 cm.

4) Gandok kiwa

Gandok kiwa berada di sebelah timur longkangan dandalem. Bangunan gandok menggunakan atap model kampung. Dinding bangunan berupa tembok bata berplester. Gandok dibagi menjadi teras dan beberapa kamar tidur. Usuk bangunan tipe kampung dipasang model ri gereh dengan penutup atap menggunakan genteng dan bubungan vlaam. Lantai berupa keramik berwarna putih dengan ukuran 30 cm x 30 cm.

5) Pawon

Pawon berada di bagian belakang bangunan dalem. Bangunan menggunakan tipe kampung dengan penutup atap berupa genteng dan bubungan vlaam. Lantai berupa plesteran semen, posisinya lebih rendah 30 cm dari lantai gandok.



Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Tahun : 1900
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Kotagede
Alamat : Dusun Ngibikan Rumah milik Dwiningsih Sri Rahayu, Canden, Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9373024203312° S, 110.35971542782° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul No 619 Tahun 2018


Lokasi Rumah Tradisional Milik Dwiningsih Sri Rahayu di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Pintu : Dinding sisi selatan ditutup dengan anyaman bambu dilengkapi satu pintu berdaun empat. 
Deskripsi Atap : Atap joglo sinom mempunyai tiga susun dan tiga sudut kemiringan namun pertemuan antara masing-masing atap tidak terdapat pembeda dalam bentuk lisplank. Konstruksi atap brunjung ditopang oleh empat sakaguru dari kayu jati ukuran 19 cm x 19 cm, tinggi 3,52 m. Sakaguru berdiri di atas umpak cor semen tidak bermotif dengan ukuran lebar bawah 45 cm x 45 cm, lebar atas 23,5 cm x 23,5 cm, tinggi 41 cm.
Deskripsi Lantai : Lantai berupa plesteran semen. Lantai jogan di bagian emper lebih tinggi 42 cm dari halaman depan, di sisi selatan terdapat dua undakan. Lantai jerambah 18 cm lebih tinggi dari bagian jogan.
Arsitek : R. Secadipa
Tokoh : R. Secadipa saat itu menjabat sebagai lurah di Canden Selatan yang membangun joglo.
Peristiwa Sejarah : Rumah joglo dibangun pada tahun 1900 oleh R. Secadipa. R. Secadipa saat itu menjabat sebagai lurah di Canden Selatan. R. Secadipa membangun joglo untuk kepentingan Perlawanan Rakyat (Wanra) yang aktif berjuang menentang kolonialisme Belanda. Rumah joglo kemudian diwariskan kepada anak R. Secadipa yang bernama R. Darmo Sukarjo. Semasa hidupnya R. Darmo Sukarjo pernah menjabat sebagai carik di Desa Canden. Oleh R. Darmo Sukarjo rumah joglo dirawat dan mulai difungsikan untuk kegiatan sosial masyarakat. Sepeninggal R. Darmo Sukarjo, rumah joglo diwariskan kepada R. Soebroto, yang kemudian mewariskan rumah joglo kepada anaknya yang bernama Dwiningsih.Saat gempa tahun 2006 terjadi, rumah joglo Dwiningsih Sri Rahayu mengalami kerusakan berat. Gempa mengakibatkan genting rumah jatuh, pecah, dinding retak-retak, dan strukturnya miring ke timur. Terdapat perubahan pada rumah joglo ketika dilakukan perbaikan paska gempa. Perubahan tersebut yakni ditambahkannya dinding dari anyaman bambu (gedhek) dibagian barat, utara, dan selatan di bagian pendapa.
Nilai Sejarah : Kakek dari Dwiningsih Sri Rahayu yang bernama R. Darmo Sukarjo ialah Carik Desa Canden. Joglo biasa digunakan untuk kegiatan umum masyarakat sampai sekitar tahun 1982.Joglo memiliki nilai sejarah yang tinggi karena pernah digunakan sebagai markas Perlawanan Rakyat (Wanra) dan pernah ditempati oleh tokoh-tokoh berstatus sosial tinggi dalam masyarakat pada masa itu.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Menggunakan model arsitektur tradisional Jawa yang tampak dari tipe bangunan joglo dan limasan. Masing-masing tipe memiliki teknologi khusus dapat proses pembangunannya.Kayu jati digunakan sebagai bahan utama baik sebagai komponen struktur bangunan maupun elemen arsitektural. Konstruksi menggunakan teknik bongkar pasang (knock-down) dengan teknik sambungan purus dan pasak tanpa paku.Arah hadap bangunan ke selatan mengikuti kepercayaan Jawa, menghadap Laut Selatan. Pola tata letak bangunan tersusun simetris mengikuti prinsip tata letak sesuai sumbu utara selatan dan memiliki nilai kesakralan yang semakin meningkat ke arah belakang.
Nilai Pendidikan :  Sebagai pembelajaran masyarakat umum dan peserta didik tentang filosofi yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa. Pada akhirnya hal itu dapat memberikan inspirasi bagi pendidikan lokal sebagai landasan bagi penguatan karakter bangsa.
Nilai Budaya : Rumah tradisional milik Dwiningsih Sri Rahayu menunjukkan bahwa leluhur kita telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. Rumah merupakan suatu susunan yang terdiri atas beberapa bangunan dan halaman (ruang terbuka). Selain memperhatikan fungsinya, rumah tradisional Jawa juga memperhatikan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angin, hujan, aliran air di bawah tanah, dan kondisi tanah. Rumah tradisional Jawa memiliki komposisi dan proporsi yang khas menunjukkan karakteristik arsitektur Jawa, yang tercermin pada pembagian area publik dan pribadi, penyusunan pola tata letak bangunan secara simetris sesuai sumbu utara selatan untuk menunjukkan tingkat kesakralan, pembagian elemen bangunan sebagai manifestasi gambaran manusia (bangunan terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan kepala), penggunaan kayu jati yang merupakan kayu terbaik sebagai material konstruksi maupun non konstruksi, mengenal ragam hias yang kaya simbol, serta berbagai ritual yang berhubungan dengan pendirian rumah.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Dwiningsih Sri Rahayu
Alamat Pemilik : Dusun Ngibikan, Canden, Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Riwayat Kepemilikan : Rumah joglo dibangun pada tahun 1900 oleh R. Secadipa. R. Secadipa saat itu menjabat sebagai lurah di Canden Selatan. R. Secadipa membangun joglo untuk kepentingan Perlawanan Rakyat (Wanra) yang aktif berjuang menentang kolonialisme Belanda.Rumah joglo kemudian diwariskan kepada anak R. Secadipa yang bernama R. Darmo Sukarjo. Semasa hidupnya R. Darmo Sukarjo pernah menjabat sebagai carik di Desa Canden. Oleh R. Darmo Sukarjo rumah joglo dirawat dan mulai difungsikan untuk kegiatan sosial masyarakat.Sepeninggal R. Darmo Sukarjo, rumah joglo diwariskan kepada R. Soebroto, yang kemudian mewariskan rumah joglo kepada anaknya yang bernama Dwiningsih.
Pengelolaan
Nama Pengelola : Dwiningsih Sri Rahayu
Alamat Pengelola : Dusun Ngibikan, Canden, Jetis, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta
Catatan Khusus : Rumah tradisional milik Dwiningsih Sri Rahayu merupakan bangunan berarsitektur Jawa yang masih asli dan lengkap komponennya di Ngibikan, Canden, Jetis.Koordinat UTM SK : 49 X 429429 Y: 9122579