Loading

Deskripsi Singkat

Eks Stasiun Maguwo (Halte Magoewo), yang terletak di Padukuhan Kembang, Kalurahan Maguwoharjo, Kapanewon Depok, Kabupaten Sleman, merupakan stasiun yang berdenah persegi panjang serta bercat warna putih dan abu-abu. Bangunan Eks Stasiun Maguwo berbahan kayu jati dan menjadi satu-satunya stasiun kayu yang masih tersisa di Daerah Istimewa Yogyakarta.  

Ditinjau dari aspek pendukung, Kompleks Eks Stasiun Maguwo memiliki kelengkapan sebagai sebuah stasiun berupa bangunan utama stasiun, rumah dinas kepala stasiun, gudang stasiun, toilet, dan spoor badug (jalur buntu). Saat ini hanya menyisakan bangunan utama stasiun dan rumah kepala stasiun yang dalam kondisi terbengkalai. 

Pada bangunan utama Eks Stasiun Maguwo terdapat tiga pembagian ruang. Ruangan pertama yaitu Ruang Pengatur Perjalanan Kereta Api (PPKA). Ruangan ini berukuran 4,9 x 3,5 m dan berlantai yang lebih tinggi dari ruangan lainnya. Pada bagian utara terdapat pintu yang terhubung dengan ruang loket dan kepala stasiun. Pada sisi barat terdapat pintu yang menghubungkan dengan serambi.  

Ruang kepala stasiun tergabung dengan loket pembelian tiket. Ruangan ini berukuran 8 x 5,65 m. Terdapat tiga pintu pada ruangan ini. Pintu utara menjadi jalan keluar dari stasiun, dan dua pintu pada sisi selatan terhubung dengan ruang serambi dan ruang PPKA. Semua pintu sisi selatan pada ruangan ini menggunakan model kupu tarung dengan pintu bagian luar berupa jalusi/krepyak dan bagian dalam berupa pintu kaca.  

Area serambi berbatasan langsung dengan ruang PPKA dan ruang kepala stasiun. Ruangan ini berbentuk L dengan dinding yang membatasi bagian utara dan barat. Pada bagian selatan terdapat tiang penyangga atap tanpa dinding penyekat. 

Penjelasan mengenai bagian bangunan Eks Stasiun Maguwo sebagai berikut: 

A. Kepala 
Pada bagian atap,  menggunakan atap pelana. Ditemukan juga hiasan pada bagian gavel atap dan lisplang yang terbuat dari kayu baik pada sisi barat dan sisi timur. Hiasan pada area gavel  berupa ukiran motif sulur kerawang yang merupakan motif hias yang lazim digunakan pada bangunan kolonial awal abad ke-20 (Sektiadi, 2022, hlm. 176). Pada area lisplang ditemukan hiasan geometris yang terdapat pada sisi barat dan timur bangunan. Tutup keong berupa susunan papan kayu yang di bawahnya terdapat hiasan rete-rete.  

B. Tubuh 
Dinding bangunan menggunakan material kayu dengan warna putih dan abu-abu. Dinding kayu diperkuat dengan konstruksi kayu menyilang yang sekaligus berfungsi sebagai hiasan. 

Desain pintu dan jendela terdiri dari dua pasang daun pintu/jendela; bagian dalam menggunakan daun pintu/jendela berbahan kaca, bagian luar menggunakan daun pintu/jendela krepyak, berbahan kayu.   

Pada bagian depan pintu utama terdapat serambi lengkap dengan dua tiang penyangga. Area serambi ini difungsikan sebagai ruang tunggu penumpang. Ventilasi udara (bouvenlicht) berada di atas pintu dan jendela untuk menyediakan pencahayaan dan aliran udara yang optimal.  

Handle pintu dan jendela lama berbahan kuningan. Di bagian luar, pintu dan jendela menggunakan pengunci berupa besi yang disilangkan membujur ke pintu dan jendela, dilengkapi dengan gembok untuk pengamanan.  

C. Kaki 
Bagian lantai sudah tidak ditemukan material aslinya. Diduga pada awal pembangunan lantai stasiun ini menggunakan tegel. Saat ini lantai Eks Stasiun Maguwo menggunakan keramik putih.  

Pada bagian ruang PKKA terdapat lantai kayu yang saat ini dalam kondisi keropos. Lantai kayu tersebut merupakan bekas tempat alat tuas wesel. 

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1909
Nama Lainnya : Stasiun Maguwo Lama
Alamat : Lili , Maguwoharjo, Depok, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.785391° S, 110.430992° E

SK Walikota/Bupati : Keputusan Bupati Sleman


Lokasi Eks Stasiun Maguwo di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Kolonial
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Kolonial
Fungsi Bangunan : Stasiun
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Jendela : Desain pintu dan jendela terdiri dari dua pasang daun pintu/jendela; bagian dalam menggunakan daun pintu/jendela berbahan kaca, bagian luar menggunakan daun pintu/jendela krepyak, berbahan kayu. Handle pintu dan jendela lama berbahan kuningan. Di bagian luar, pintu dan jendela menggunakan pengunci berupa besi yang disilangkan membujur ke pintu dan jendela, dilengkapi dengan gembok untuk pengamanan.
Deskripsi Pintu : Desain pintu dan jendela terdiri dari dua pasang daun pintu/jendela; bagian dalam menggunakan daun pintu/jendela berbahan kaca, bagian luar menggunakan daun pintu/jendela krepyak, berbahan kayu. Handle pintu dan jendela lama berbahan kuningan. Di bagian luar, pintu dan jendela menggunakan pengunci berupa besi yang disilangkan membujur ke pintu dan jendela, dilengkapi dengan gembok untuk pengamanan.
Deskripsi Atap : Menggunakan atap pelana
Deskripsi Lantai : Bagian lantai sudah tidak ditemukan material aslinya. Diduga pada awal pembangunan lantai stasiun ini menggunakan tegel. Saat ini lantai Eks Stasiun Maguwo menggunakan keramik putih.
Deskripsi Kolom/Tiang : Pada bagian depan pintu utama terdapat serambi lengkap dengan dua tiang penyangga.
Deskripsi Ventilasi : Ventilasi udara (bouvenlicht) berada di atas pintu dan jendela untuk menyediakan pencahayaan dan aliran udara yang optimal.
Jenis Ragam Hias : Ditemukan juga hiasan pada bagian gavel atap dan lisplang yang terbuat dari kayu baik pada sisi barat dan sisi timur. Hiasan pada area gavel  berupa ukiran motif sulur kerawang yang merupakan motif hias yang lazim digunakan pada bangunan kolonial awal abad ke-20 (Sektiadi, 2022, hlm. 176). Pada area lisplang ditemukan hiasan geometris yang terdapat pada sisi barat dan timur bangunan. Tutup keong berupa susunan papan kayu yang di bawahnya terdapat hiasan rete-rete.
Desain : berdenah persegi panjang
Fungsi Situs : Stasiun
Fungsi : Stasiun
Peristiwa Sejarah : Pada awal pembangunan Eks Stasiun Maguwo, bangunan ini diduga hanya terdiri dari satu ruangan dan serambi berdenah “L”.  Eks Stasiun Maguwo mengalami pengembangan oleh NISM pada tahun 1926 (Jong, 1993). Pada masa tersebut, dilakukan perbaikan bangunan serta penambahan beberapa komponen pendukung stasiun. Berdasarkan hasil pengamatan, diduga terjadi penambahan ruang pada ruangan yang sekarang disebut PPKA. Hal tersebut didasarkan pada temuan engsel pintu kupu tarung yang masih ada pada kusen pintu penghubung ruang utama dengan ruang PPKA. Bukti lainnya berupa ditemukannya tiang penyangga yang berada di dalam ruangan. Selain itu, diduga pada masa inilah dibangun dua gudang stasiun serta penambahan rel pada sisi utara dan penambahan spoor badug. Pada tahun 1970an-1980an, pengembangan bangunan dilakukan pada serambi sisi barat. Bagian tersebut kemudian dijadikan ruangan dengan melakukan penambahan dinding dan pintu model kupu tarung. Pintu tersebut diduga diambil dari pintu penghubung antara ruang utama dengan ruang PPKA. Hal tersebut berdasarkan bukti keberadaan sisa engsel pintu bagian luar ruang PPKA.  Bagian pagar besi yang berada di sisi barat serambi telah dibongkar. Selain itu pada bagian atap serambi, diduga dilakukan pergantian dari genteng menjadi seng Pada tahun 1990an-2009, terjadi perubahan pada fasad bangunan stasiun. Perubahan tersebut berupa penambahan kuncungan dengan menggunakan atap seng. Selain itu, dilakukan perubahan pada lantai Eks Stasiun Maguwo dari sebelumnya tegel menjadi ubin keramik. Pada tahun 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan – PT Kereta Api Indonesia (Persero) melaksanakan tindakan perawatan dan restorasi pada eksterior dan interior Eks Stasiun Maguwo. Hal ini meliputi beberapa langkah, seperti perbaikan dinding, kaca jendela, ornamen kayu, kusen, daun jendela, dan pengembalian daun pintu kaca lama ke tempat aslinya (pintu penghubung ruang PKKA dengan Ruang Utama), serta penghilangan atap kuncungan yang berada pada sisi selatan stasiun. Selain itu, Eks Stasiun Maguwo juga diperindah dan diperbaiki fungsionalitasnya melalui penataan ulang, termasuk pemasangan con-block di sekeliling stasiun, penambahan lampu, toilet baru, dan pembangunan pagar keliling.
Konteks : Eks Stasiun Maguwo merupakan salah satu stasiun yang dibangun sebagai fasilitas pada jalur kereta api Solo-Yogyakarta oleh Nederlandsch Indische Spoorweg Maatschappij (NISM). Stasiun ini diperkirakan dibangun pada 1909 (Jong, 1993)  dan mulai beroperasi untuk umum pada 1 April 1909 (De nieuwe vorstenlanden, 1909) Eks Stasiun Maguwo pada awal pengoperasiannya difungsikan sebagai jalur persinggahan.  Pada perkembangannya stasiun ini melakukan perluasan dan penambahan fasilitas pada 1926. Hal ini tidak lepas dari Eks Stasiun Maguwo yang berkembang menjadi lokasi bongkar muat hasil perkebunan dari Pabrik Gula Wonocatur (lihat peta Kotagede: opgenomen door den Topografischen Dienst in 1923-1924) dan komoditas yang diangkut dari Pundong (Reitsma, 1915, hlm. 41) sebelum memasuki jalur kereta Solo-Yogyakarta.  Pada 1926 Eks Stasiun Maguwo memiliki lima jalur kereta, empat jalur berada di sisi selatan stasiun dan satu jalur pada sisi utara yang difungsikan sebagai tempat bongkar muat barang (lihat peta Kotagede: opgenomen door den Topografischen Dienst in 1923-1924).   Saat ini hanya terdapat tiga jalur yang difungsikan sebagai jalur kereta, terdapat satu jalur yang sengaja tidak difungsikan PT KAI karena akan dijadikan bagian dari bangunan bersejarah Eks Stasiun Maguwo (Sektiadi, 2022, hlm. 170–171).  Eks Stasiun Maguwo menjadi saksi Agresi Militer Belanda II tahun 1948, menjadi pusat pengangkutan pasukan Belanda setelah terjun payung di Landasan Udara Maguwo (sekarang Bandara Adisutjipto) (Spoor- en tramwegen, 1949, hlm. 14).  Selama masa aktifnya, Eks Stasiun Maguwo juga melayani bongkar muat pupuk ke Gudang Pupuk Sriwijaya, serta pengiriman ketel untuk memasok avtur ke Bandara Adisutjipto. Sejak tahun 2008, Eks Stasiun Maguwo ditutup dan digantikan oleh Stasiun Maguwo Baru. Hal tersebut dikarenakan pembangunan jalur ganda Yogyakarta-Solo dan karena dekatnya dengan Bandar Udara Adisutjipto. Stasiun Maguwo baru dibangun beberapa ratus meter di sebelah timurnya untuk memudahkan akses penumpang dari dan menuju bandara. Stasiun Maguwo baru mulai diuji coba pada tanggal 2 Juni 2008 dan bangunan Eks Stasiun Maguwo resmi dinonaktifkan beberapa bulan kemudian.   
Riwayat Pelestarian : Eks Stasiun Maguwo mengalami pengembangan oleh NISM pada tahun 1926 (Jong, 1993). Pada masa tersebut, dilakukan perbaikan bangunan serta penambahan beberapa komponen pendukung stasiun. Berdasarkan hasil pengamatan, diduga terjadi penambahan ruang pada ruangan yang sekarang disebut PPKA. Hal tersebut didasarkan pada temuan engsel pintu kupu tarung yang masih ada pada kusen pintu penghubung ruang utama dengan ruang PPKA. Bukti lainnya berupa ditemukannya tiang penyangga yang berada di dalam ruangan. Selain itu, diduga pada masa inilah dibangun dua gudang stasiun serta penambahan rel pada sisi utara dan penambahan spoor badug. Pada tahun 1970an-1980an, pengembangan bangunan dilakukan pada serambi sisi barat. Bagian tersebut kemudian dijadikan ruangan dengan melakukan penambahan dinding dan pintu model kupu tarung. Pintu tersebut diduga diambil dari pintu penghubung antara ruang utama dengan ruang PPKA. Hal tersebut berdasarkan bukti keberadaan sisa engsel pintu bagian luar ruang PPKA.  Bagian pagar besi yang berada di sisi barat serambi telah dibongkar. Selain itu pada bagian atap serambi, diduga dilakukan pergantian dari genteng menjadi seng Pada tahun 1990an-2009, terjadi perubahan pada fasad bangunan stasiun. Perubahan tersebut berupa penambahan kuncungan dengan menggunakan atap seng. Selain itu, dilakukan perubahan pada lantai Eks Stasiun Maguwo dari sebelumnya tegel menjadi ubin keramik. Pada tahun 2010, Pusat Pelestarian Benda dan Bangunan – PT Kereta Api Indonesia (Persero) melaksanakan tindakan perawatan dan restorasi pada eksterior dan interior Eks Stasiun Maguwo. Hal ini meliputi beberapa langkah, seperti perbaikan dinding, kaca jendela, ornamen kayu, kusen, daun jendela, dan pengembalian daun pintu kaca lama ke tempat aslinya (pintu penghubung ruang PKKA dengan Ruang Utama), serta penghilangan atap kuncungan yang berada pada sisi selatan stasiun. Selain itu, Eks Stasiun Maguwo juga diperindah dan diperbaiki fungsionalitasnya melalui penataan ulang, termasuk pemasangan con-block di sekeliling stasiun, penambahan lampu, toilet baru, dan pembangunan pagar keliling.
Nilai Sejarah : Eks Stasiun Maguwo berperan penting dalam sejarah transportasi kereta api dan perkembangan ekonomi (perkebunan tebu dan pabrik gula) di Pulau Jawa dan secara khusus di Kabupaten Sleman serta sebagai saksi peristiwa Agresi Militer Belanda II pada tahun 1948. 
Nilai Ilmu Pengetahuan : Eks Stasiun Maguwo dapat menjadi bahan pembelajaran bagi keilmuan arkeologi, sejarah, arsitektur, ekonomi dan teknik sipil.
Nilai Pendidikan : Eks Stasiun Maguwo dapat menjadi bahan pembelajaran bagi berbagai disiplin keilmuan.
Nilai Budaya : Bangunan Eks Stasiun Maguwo merupakan salah satu bagian dari stasiun yang dibangun di Yogyakarta pada masa Pemerintahan Hindia Belanda. Bangunan ini adalah salah satu bangunan yang didirikan untuk kegiatan pengangkutan hasil bumi dan pengangkutan logistik. Keberadaan bangunan Eks Stasiun Maguwo  menunjukkan peran strategis Yogyakarta menjadi rantai distribusi hasil bumi dan logistik di Pulau Jawa. Keberadaan Bangunan Eks Stasiun Maguwo hingga saat ini, membuktikan bahwa pemerintah Indonesia memiliki kepedulian terhadap keberadaan bangunan-bangunan bersejarah. Hal tersebut juga menegaskan bahwa bangsa Indonesia mampu menjaga warisan budaya dan tidak kalah dengan negara lainnya.
Nilai Ekonomi : digunakan sebagai stasiun maguwo lama, dahulunya pada masa Hindia Belanda hanya sebagai halte. Namun setelah dinasionalisasi digunakan sebagai stasiun, dan dipurna tugas pada tahun 2008, karena ada pembangunan stasiun yang baru.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : PT. Kereta Api Indonesia
Pengelolaan
Nama Pengelola : PT. Kereta Api Indonesia
Catatan Khusus : Koordinat Tengah pada SK Bupati Sleman: 7° 47' 7.4076'' S, 110° 25' 51.5712'' E Stasiun Maguwo lama mengalami renovasi pada tahun 1909. Bentuk bangunanya masih dapat kita jumpai sampai sekarang, material bangunan 80% terbuat dari kayu dan masih asli semenjak pembangunan pada masa renovasi. Gaya bangunan mengadobsi dari seni bangunan Eropa yang terkenal dengan bangunan terbuat dari kayu, seperti di desa-desa Eropa terutama di Inggris. Sampai saat ini perbaikan yang dilakukan hanya sebatas pengecetan ulang dan perawatan kayu agar tidak termakan oleh rayap.