Loading

Deskripsi Singkat

Pura Pakualaman merupakan bangunan istana untuk K.G.P.A.A Paku Alam yang berfungsi sebagai simbol pusat kekuasaan, kediaman, serta pusat pemerintahan. Komponen istana atau keraton Kadipaten Pakualaman memiliki kesamaan dengan tata ruang Kraton Kasultanan Yogyakarta yang terdiri atas masjid, alun-alun, dan pasar sebagai komponen pendukungnya. Pembeda tata ruang terdapat pada orientasi kompleks bangunan, Pura Pakualaman menghadap ke selatan sedangkan Kraton Yogyakarta menghadap ke utara. Perihal ini mencerminkan sikap penghormatan dan pengakuan Pura Pakualaman kepada Kraton Kasultanan Yogyakarta yang lebih tua.

Pura Pakualaman terdiri atas beberapa unit bangunan dengan hierarki fungsi berbeda. Fungsi tersebut berupa tempat tinggal, tempat penyelenggaraan upacara tradisi, dan pusat pemerintahan kadipaten. Corak gaya arsitektur bangunan Pura Pakualaman didominasi oleh gaya arsitektur tradisional Jawa, dan terdapat pengaruh gaya arsitektur Eropa, baik pada komponen yang dominan, maupun pada beberapa elemen ragam hiasnya. Kompleks bangunan ini berbentuk persegi panjang, dengan orientasi arah utara–selatan dan pintu masuk utama pada sisi selatan. 

Pura Pakualaman berupa kompleks yang terdiri atas beberapa unit bangunan dengan pola keruangan yang tegas. Kompleks bangunan ini terdiri atas bangunan bangsal, dalem, gedhong, gandhok, gerbang, halaman taman depan, dan halaman belakang yang keseluruhan unit bangunan tersebut dikelilingi bangunan.  

Di luar bangunan keliling sebagai batas kompleks puri, terdapat beberapa komponen yang masih satu kesatuan dengan tata ruang Puro Pakualaman yaitu Masjid Besar Pakualaman dan lapangan Sewandanan (menyerupai bentuk alun-alun namun tanpa ringin kurung). Secara umum kompleks bangunan sebagai puri menghadap ke arah selatan dengan pembagian ruang meliputi bangunan utama, bangunan tambahan, bangunan samping (keliling), kestalan, halaman depan, dan halaman belakang. Adapun unit bangunan dalam Pura Pakualaman adalah sebagai berikut: 

1) Regol Danawara. 

Merupakan pintu gerbang masuk utama Pura Pakualaman yang terletak di sisi selatan. Regol Danawara berupa pintu gerbang/regol beratap pelana, dengan penutup atap berbahan genting. Pada bagian atas regol terdapat bidang segitiga (pedimen/tutup keong). Bidang pedimen terdapat di sisi luar (menghadap selatan) dan di sisi dalam (menghadap utara). Pada pedimen sisi luar (menghadap selatan) terdapat inskripsi angka tahun “7-8-1884” (masa pemerintahan Paku Alam V) dan pada sisi bawahnya terdapat tulisan berhuruf Jawa yang berbunyi: “wiwara kusuma winayang reka”. Pada permukaan bagian pedimen tersebut terdapat hiasan flora yang simetris dalam bentuk segitiga. Regol dilengkapi pintu teralis geser berbahan besi yang membuka ke dua sisi. Jalur masuk pada Regol Danawara memiliki ukuran lebar 14,8 m dan panjang 10 m. Pada kedua sisi jalur masuk difungsikan sebagai area abdi dalem bertugas menerima tamu dan berjaga di pintu gerbang. 

2) Bangsal Sewatama. 

Merupakan bangunan pendapa berbentuk persegi panjang berukuran 39,79 m x 31,04 m, digunakan untuk upacara resmi (prosesi penobatan/jumenengan Paku Alam dan resepsi resmi di lingkungan Pura Pakualaman). Bangunan menggunakan tiga atap limasan berderet 3 dengan orientasi arah utara–selatan dengan diberi emper keliling, seluruh penutup atap menggunakan sirap metal. Atap ditopang oleh 40 tiang kayu, dengan pola orientasi mengikuti arah bangunan yang memanjang dari utara-selatan, antara lain 8 saka utama ada pada bagian tengah dan 14 saka penanggap masing-masing tinggi 5,33 m dan 18 saka penitih¸ tinggi 3,47 m.  

Di sisi utara pada awalnya terdapat longkangan yang kemudian dihilangkan pada masa Paku Alam VII. Terdapat empat saka guru dan hiasan uleng berukir yang merupakan bentuk asli dari bekas bangunan Madyapanganti. Bangunan ini pada awalnya sebagai ruangan pemisah antara pendapa dan Dalem Ageng. Di bagian ini saat ini berupa pringgitan di kedua sampingnya terdapat kamar. Di sisi timur disebut Kamar Cina yang menyimpan keramik-keramik Cina. Kamar sisi barat disebut Gedhong Srikaya pernah digunakan sebagai tempat kerja Paku Alam. 

Lantai bangsal Sewatama berbahan marmer. Permukaan lantai di bawah atap brunjung dan penanggap rata dalam satu bidang (jerambah) dan lebih tinggi 36 cm dari lantai di bawah atap emper (jogan). Emper tambahan terletak pada sisi timur, selatan dan barat. Emper tambahan barat dan timur ditopang masing-masing 6 saka, dengan lantai tegel abu-abu berukuran 20 cm x 20 cm. emper tambahan sisi selatan ditopang oleh 4 saka, dengan lantai berbahan marmer. 

3) Gedhong Parangkarsa. 

Bangunan ini terletak di sisi barat Bangsal Sewatama dengan orientasi arah timur-barat. Atap berbahan genting berbentuk pelana dengan ujung atap sisi barat terhubung dengan bangunan keliling dan ujung atap sisi timur terhubung dengan atap Bangsal Sewatama Gedhong Parangkarsa terbagi menjadi 4 ruangan. Masing-masing ruangan memiliki akses berupa pintu daun ganda. Pada bagian depan bangunan, terdapat akses pintu dan jendela krepyak daun ganda. Lantai pada teras luar bangunan menggunakan tegel abu-abu berukuran 20 cm x 20 cm. Bangunan ini pernah difungsikan sebagai tempat persiapan perkawinan putra dan putri Paku Alam serta digunakan untuk menginap tamu. Pada sisi utara bangunan, terdapat bangsal berupa ruangan khusus tempat untuk menyiapkan makanan (bujana).  

4) Gedhong Purwaretna. 

Gedung Purwaretna dibangun pada masa Paku Alam VII dibantu oleh Paku Buwono X. Bangunan ini didirikan sebagai pengganti Dalem Purwana. Bangunan Gedhong Purwaretna pernah digunakan sebagai tempat beristirahat Paku Bowono X saat kunjungan ke Pura Pakualaman. Gaya arsitektur Gedhong Purwaretna memiliki keunikan karena berbeda dengan bangunan lain pada Kompleks Pura Pakualaman. Pada bagian fasad terdapat portico yang dihiasi ukiran kayu (krawangan) dengan motif berbentuk geometris, oval dan flora. Pada masing-masing ukiran diisi dengan kaca warna hijau dan kuning. Atap bangunan berbentuk Pelana dengan penutup atap berupa  genting. Akses masuk di bagian tengah berupa pintu di bagian tengah, diapit oleh jendela di kanan-kirinya. Terdapat ornamen geometris pada daun pintu dan jendela, dengan kombinasi bahan kayu dan panel kaca. Baik pintu dan jendela sama-sama memiliki desain kupu tarung. Lantai teras berbahan tegel dengan kombinasi warna hijau dan kuning.  

5) Dalem Ageng Prabasuyasa. 

Bangunan ini terletak di utara Bangsal Sewatama dan merupakan bangunan inti/terpenting dari Pura Pakualaman. Atap bangunan berbentuk Joglo Lambang Gantung. Terdapat tiga ruang utama yaitu senthong tengah (pasren), senthong kulon (tempat untuk menyimpan pusaka), dan senthong wetan. Selain itu terdapat pula ruangan yang menjadi tempat istirahat (pasareyan) Paku Alam yang terletak di sebelah timur dan kamar busana di sebelah baratnya. 

6) Bangsal Sewarengga. 

Bangunan ini terletak di sebelah utara Dalem Ageng Prabasuyasa dengan bentuk Joglo Apitan. Atap ditopang oleh 4 saka guru dan 12 saka emper. Lantai menggunakan tegel abu-abu berukuran 20 cm x 20cm. Terdapat dua bangunan di sisi barat dan timur berbentuk srotong. Pada pintu masuk bangunan sisi barat di atasnya terdapat tulisan sriteka sementara di pintu masuk bangunan sisi timur bertuliskan sriana.  

7) Gandhok Kulon dan Gandhok Wetan. 

Kedua bangunan ini mengapit Dalem Ageng Prabasuyasa. Kedua bangunan ini dikenal juga dengan nama pengapit kulon/Gedhong Pracimasana dan pengapit wetan. Kedua bangunan tersebut beratap limasan dengan dikelilingi emper. Gandhok kulon (pengapit kulon)/Gedhong Pracimasana diperuntukkan bagi tempat tinggal putra menantu Paku Alam, sedangkan gandhok wetan (pengapit wetan) diperuntukkan untuk permaisuri Paku Alam.  

8) Gedhong Maerakaca 

Bangunan ini terletak di sebelah barat Dalem Ageng Prabasuyasa dan tepat di sebelah utara gandhok kulon, terdapat ornamen kaca bergaya Indis pada dinding bangunan. Pembangunannya dibantu oleh arsitek van der Beek. Gedhong Maerakaca ini memiliki dua tingkat, di lantai pertamanya untuk tempat tinggal putra sentana menantu Paku Alam, sementara pada lantai atas terdapat digunakan sebagai ruang untuk bersantai.  

9) Bangunan Keliling. 

Bangunan keliling kompleks bangunan Pura Pakualaman berbentuk persegi panjang, dikenal juga sebagai “Gandok Keliling”. Bangunan keliling ini sekaligus berfungsi sebagai pembatas area Pura Pakualaman dengan area luar. Bangunan keliling sebagai pembatas ruang tersebut berupa 13 (tiga belas) unit bangunan yang berderet utara–selatan berukuran panjang total 326,5 m masing-masing di kedua sisi timur dan barat, pada sisi utara bangunan sepanjang 113 m berorientasi barat-timur, serta di sisi selatan berukuran 51 m masing-masing di sisi timur dan barat pintu gerbang. Deret bangunan keliling sebagai pembatas ini menghadap ke halaman dalam kompleks puri (kecuali unit bangunan SDN Puro Pakualaman I di sudut barat laut). Pada Peta Yogyakarta tahun 1872 skala 1:20.000 terlihat batas keliling Pura Pakualaman masih berupa deretan bangunan-bangunan terpisah, sedangkan pada Peta Yogyakarta tahun 1925 skala 10.000 bangunan keliling telah tampak dengan dua pintu masuk di sisi barat bagian kestalan dan pintu masuk di sisi timur. 

Tata letak bangunan keliling merupakan keunikan perancangan yang hanya terdapat di Pura Pakualaman. Bangunan keliling tersebut merupakan ruang-ruang bersekat dengan ukuran bervariasi yang digunakan oleh para abdi dalem saat ini fungsi ruang dan masing-masing unit bangunan menyesuaikan kebutuhan dan kondisi.  

10) Halaman Belakang. 

Terpisah oleh tembok pagar sepanjang 94 m membujur barat-timur dengan pintu gerbang di bagian tengah untuk menghubungkan area dalam Pura Pakualaman dan halaman belakang. Pada awalnya area halaman belakang digunakan untuk tempat tinggal dan tempat berlatih Legiun Pakualaman. Halaman ini memiliki pintu gerbang/regol sebagai akses utama di sisi barat (sudut barat daya halaman) dan di sisi utara. Halaman belakang dibatasi bangunan keliling yang menyerupai gandok keliling. Luas area halaman 7.671 m2 (0,77 ha.). 

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Tahun : 1813
Kawasan : Kawasan Cagar Budaya Pakualaman
Alamat : Belum Ada, Purwokinanti, Pakualaman, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.8009511614206° S, 110.37614826857° E

SK Menteri : Peraturan Menteri Kebudayaan d
SK Gubernur : SK GUB 40/KEP/2022


Lokasi Pura Pakualaman di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Bangunan Puro Pakualaman juga terkait dengan keberadaan tokoh-tokoh sejarah yaitu: 1) Pangeran Ario Notodirojo (putra Paku Alam V) yang turut mendirikan beberapa organisasi sosial diantaranya adalah organisasi Boedi Oetomo (1908). Tokoh ini juga dikenal sebagai kolaborator dr. Wahidin Sudirohusodo. Seorang Pahlawan Nasional yang merupakan seorang tokoh pergerakan kebangkitan kebangsaan Indonesia. 2) R.M. Suwardi Suryaningrat (kemudian dikenal dengan nama Ki Hajar Dewantara, salah satu cucu Paku Alam III). Ayahada dan keluarganya mengalami alienasi politik oleh pihak Paku Alam IV. Tokoh ini merupakan kolaborator Cipto Mangoenkoesoemo dan Douwes Dekker dalam era pergerakan kebangkitan kebangsaan Indonesia. Kiprah signifikan adalah di bidang pendidikan dengan mendirikan Perguruan Taman Siswa pada tahun 1922. 3) Paku Alam VIII merupakan tokoh sejarah yang bersama Sultan Hamengku Buwana IX secara inisiatif masing-masing mengeluarkan maklumat pada 5 September 1945 yang menyatakan bahwa Kadipaten Pakualaman bersama Kasultanan Yogyakarta adalah bagian dari Republik Indonesia yang saat itu baru diproklamasikan. 4) Gedhong Parangkarasa pernah digunakan sebagai tempat tinggal sementara Presiden RI Soekarno dan Wakil Presiden M. Hatta pada saat pemindahan ibukota RI ke Yogyakarta pada 4 Januari 1946, sementara bangunan istana kepresidenan di Gedung Agung sedang disiapkan. 
Peristiwa Sejarah : Pura Pakualaman merupakan kompleks bangunan yang didirikan oleh Pangeran Natakusuma, setelah secara resmi dinobatkan menjadi adipati pada tanggal 17 Maret 1813 dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Paku Alam I. Kronologi pembangunan Pura Pakualaman: 1) 1813 (1699 tahun Jawa), berdasarkan kronogram pada pintu gerbang): pendirian Pura Pakualaman atas prakarsa K.G.P.A.A. Paku Alam I. Di antara seluruh unit bangunan di Pura Pakualaman, bagian yang didirikan paling awal adalah Lapangan (alun-alun) Sewandanan, Palegongan, Regol Danawara, Pagar Keliling, Bangsal Sewatama, Bangsal Purwasana, dan Dalem Ageng Prabasuyasa.  2) 1830–1858 (masa pemerintahan Paku Alam II): membangun masjid disudut barat daya Pura Pakualaman dan mendirikan gedhong persada (menyerupai bale kambang/bangunan di tengah telaga).  3) 1864–1878 (masa pemerintahan Paku Alam IV): perbaikan Bangsal Sewatama yang rusak akibat gempa bumi, pembangunan ruangan Madyapanganti yang terletak di antara Bangsal Sewatama dengan Dalem Ageng Prabasuyasa. 4) 1878-1900 (masa pemerintahan Paku Alam V): pembangunan Bangsal Sewarengga yang dahulu digunakan sebagai ruang tunggu para nyai yang menanti tugas, pendirian tempat meditasi di halaman belakang, pembangunan sebelah utara Bangsal Sewarengga, Bangsal Purwasana, memperbaiki kandang kuda, dan bangunan Palengongan. 5) 1906–1937 (masa pemerintahan Paku Alam VII): mulai menggunakan listrik untuk penerangan, Dalem Ageng Prabasuyasa disatukan dengan Madyapanganti; Bangsal Purwaretna dihilangkan dan didirikan Gedhong Purwaretna; Empang (blumbang) di dekat Gedhong Purwaretna dan Palengongan dihilangkan; perbaikan Bangsal Sewarengga dan pembangunan Gedhong Maerakaca, memperbaiki kestalan di sisi barat kompleks pura, serta menghilangkan bangunan Palegongan (tempat gamelan) di sisi barat lapangan Sewandanan. Pada masa pemerintahan pendudukan militer Jepang (1942–1945) Pura Pakualaman tidak mengalami perubahan. Setelah merdeka beberapa unit bangunan Pura Pakualaman banyak digunakan untuk kepentingan umum mengikuti kebijakan pemimpin Pura Pakualaman yang lebih terbuka.  
Konteks :
Nilai Budaya : Pura Pakualaman merupakan bukti sejarah keberadaan kerajaan yang masih hidup dengan tradisi yang masih berlangsung sampai saat ini dan memiliki peran penting dalam rangkaian sejarah bangsa Indonesia sebelum kemerdekaan dan masa kemerdekaan.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kadipaten Pakualaman
Pengelolaan
Nama Pengelola : KG Paku Alam
Persepsi Masyarakat :