Asal Usul | : | Padasan ini merupakan milik Sultan Agung yang diberikan oleh Raja Ngerum (Sultan Turki). |
Bahan Utama | : | Tanah |
Bahan Pendamping | : | Kayu |
Keterawatan | : | Utuh dan Terawat,Utuh / |
Dimensi Benda | : |
Panjang - Lebar - Tinggi ± 110 cm Tebal - Diameter - Berat - |
Warna | : | Cokelat |
Cara Pembuatan | : | Roda putar |
Warna | : | Cokelat |
Cara Pembuatan | : | Roda putar |
Fungsi Dulu | : | Wadah air untuk bersuci atau berwudu. |
Fungsi Sekarang | : | Sebagai benda Cagar Budaya yang dianggap keramat oleh warga sekaligus menjadi lokus kemunculan dari tradisi nguras enceh. Tradisi tersebut dilakukan setiap bulan Sura dalam kalender Jawa, tepatnya pada hari Jumat kliwon atau Selasa kliwon. Air yang tertampung didalam masing-masing padasan (enceh) dianggap bertuah oleh warga dan setiap harinya baanyak warga berdatangan untuk meminta air tersebut. |
Bahan Pendamping | : | Kayu |
Tokoh | : | Padasan ini merupakan milik Sultan Agung yang diberikan oleh Raja Ngerum (Turki). |
Peristiwa Sejarah | : | Padasan Kyai Mendhung merupakan salah satu cinderamata yang diterima oleh Sultan Agung dari Raja Ngerum (Sultan Turki Usmani). Padasan ini digunakan oleh Sultan Agung dan keluarganya untuk bersuci/berwudhu. Ketika Sultan Agung wafat Padasan Kyai Mendhung turut dibawa ke Makam Pajimatan Imogiri beserta beberapa benda lainnya seperti cincin yang terbuat dari tongkat Sultan Agung dan daun tujuh rupa. |
Konteks | : | Padasan atau enceh Kyai Mendhung merupakan salah satu benda peninggalan Sultan Agung yang masih dikeramatkan hingga kini. Padasan akan dikuras airnya yang dilakukan dengan upacara tradisional setiap setahun sekali yaitu pada hari Selasa Kliwon atau Jumat Kliwon pertama di dalam bulan Sura. Pada mulanya enceh yang terdapat di Makam Pajimatan Imogiri hanya digunakan oleh raja untuk berwudhu saja. Namun, karena benda tersebut dianggap sakral dan bertuah maka pada akhirnyaenceh – enceh tersebut digunakan sebagai tempat untuk menampung air. Pada zaman dahulu tidak semua orang dapat meminum air yang ada di dalam enceh, hanya anggota keluarga keraton saja yang diperbolehkan mengambil dan menguras air pada masing – masing enceh. Menurut salah satu riwayat, diceritakan bahwa pada tahun 1949 ketika terjadi Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, Presiden Soekarno mengetahui manfaat dari air yang ada di dalam enceh Makam Pajimatan Imogiri. Beliau lantas menghubungi Sri Sultan Hamengkubuwono IX untuk mengijinkan para prajurit yang berperang meminum air enceh tersebut. Setelah meminum airnya, konon kekuatan prajurit langsung kembali pulih. |
Riwayat Penemuan | : | Padasan Kyai Mendhung merupakan salah satu cinderamata yang diterima oleh Sultan Agung dari Raja Ngerum (Sultan Turki Usmani). Padasan ini digunakan oleh Sultan Agung dan keluarganya untuk bersuci/berwudhu. Ketika Sultan Agung wafat Padasan Kyai Mendhung turut dibawa ke Makam Pajimatan Imogiri beserta beberapa benda lainnya seperti cincin yang terbuat dari tongkat Sultan Agung dan daun tujuh rupa. (Sumber: https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/ditwdb/nguras-enceh-1/, diakses pada Selasa, 10 Desember 2024) |
Riwayat Pengelolaan | : | Padasan ini pada dasarnya dimiliki oleh Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Keraton Surakarta Hadiningrat. Namun dalam pengelolaannya setiap hari, masing – masing padasan dibagi menjadi dua pengelolaan. Pihak abdi dalem Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengelola Padasan Kyai Danumaya dan Padasan Nyai Danumurti. Sementara itu, pihak abdi dalem Kasunanan Surakarta Hadiningrat mengelola Padasan Kyai Mendhung dan Padasan Nyai Siyem. |
Riwayat Pemanfaatan | : | Sebagai tempat air yang dipandang keramat, cerat-ceratnya ditutup sehingga dari lubangnya orang dapat mengambil airnya. |
Riwayat Penelitian | : | Fitriliyani, Winda. 2017. Nilai – Nilai Filosofis Dalam Tradisi Nguras Enceh di Komplek Makam Raja – Raja Mataram. Yogyakarta. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan.Lestari, Tiyas Puji. 2020. Transformasi Sarana Upacara Nguras Enceh Makam Raja – Raja Imogiri ke Dalam Motif Batik Kain Panjang. Yogyakarta. Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Yogyakarta. Skripsi. Tidak diterbitkan.Rizqiyah, Eva Laila. 2017. Makna Simbolik Dalam Upacara Nguras Enceh di Lingkungan Makam Raja Mataram Imogiri. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Skripsi. Tidak diterbitkan.Rohmani, N. 2009. Nguras Kong Di Kompleks Makam Raja-Raja Mataram. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga.Rokhim, Maliki Nur. 2013. Unsur Religi Dalam Tradisi Nguras Enceh di Makam Raja – Raja Imogiri. Yogyakarta. Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta. Tidak diterbitkan. |
Riwayat Perlindungan | : | Padasan ini ditempatkan pada halaman I Makam Imogiri, dengan dibatasi oleh kayu untuk memberikan perlindungan pada padasan tersebut |
Nama Pemilik Terakhir | : | Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta |
Alamat Pemilik | : | Kota Yogyakarta dan Surakarta. |
Nama Pengelola | : | Abdi Dalem Keraton Surakarta |
Alamat Pengelola | : | Dsn. Pajimatan |