Loading

Deskripsi Singkat

Bangunan SD Tumbuh berarsitektur Eropa didirikan tahun 1894 oleh Pemerintah Belanda sebagai Holland lndische Kweekschool (Sekolah Guru). Pada awal didirikan, bangunan SD Tumbuh merupakan kesatuan bangunan yang sekarang digunakan sebagai SMA 11 Yogyakarta. Penggunaan sebagai ruang kelas berada di Kompleks SMA 11 sedangkan SD Tumbuh digunakan sebagai asrama guru dan pengelola. Saat berfungsi sebagai Kweekschool, bangunan ini digunakan untuk tempat Kongres I Budi Utomo tanggal 5 Oktober 1908. Pada tahun 1927, gedung Kweekschool digunakan sebagai sekolah guru Hollands lnlandsche Kweekschool (HIK) dan berlangsung hingga Jepang menduduki Indonesia. Pada zaman Jepang, HIK dihapus dan gedungnya digunakan sebagai sekolah guru lakilaki. Tahun 1950-an, gedung ini digunakan sebagai asrama tentara. Pada tahun 1 956 sekolah guru laki-laki diganti menjadi Sekolah Guru A (SGA), dan mulai tahun 1 965 digunakan sebagai Sekolah Pendidikan Guru (SPG) . Bangunan ini juga pemah digunakan sebagai Kantor Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional Kanwil Depdikbud Provinsi Daerah lstimewa Yogyakarta dan Badan Organisasi Wanita (BOW). 

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1894
Alamat : Jl. A.M. Sangaji No. 48 , Cokrodiningratan, Jetis, Kota Yogyakarta, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.7779403594712° S, 110.36774990501° E

SK Menteri : Per.Men Budpar RI No. PM.89/PW.007/MKP/2011
SK Gubernur : SK Gub. No 210/KEP/2010


Lokasi SD Tumbuh di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Fasad : Bangunan ini terdiri atas bangunan utama di tengah dan dua bangunan di samping kanan kirinya. Antara bangunan samping dengan bangunan utama dihubungkan dengan doorlop/selasar. Fasad dan denah bangunan utama berbentuk simetris bilateral yang nampak simpel/tidak banyak elemen.  Bagian paling menonjol dari bangunan ini adalah adanya voolgalerij yaitu teras atau beranda depan, letaknya tepat ditengah-tengah bangunan utama bagian depan yang menghadap langsung ke jalan. Voolgalerij ini adalah sebuah kebanggaan bagi rumah kolonial waktu itu. Karena tidak memiliki dinding depan maupun samping kecuali hanya pagar setinggi dada dan pilar, maka ruangan ini dapat dilihat jelas dari jalan (Harriet W. Ponder, 1935).
Deskripsi Konsol : Di atas jendela terdapat tritisan atau konsol besi tuang bermotif flora .
Deskripsi Jendela : Elemen jendela sisi luar menggunakan penutup model daun jendela krepyak . Pada bagian dinding terdapat pintu dan jendela dengan cat warna kuning gading terbuat dari kayu dan papan dengan model krepyak serta bagian atasnya terdapat bouven licht dengan pengaman jeruji besi.
Deskripsi Pintu : Pada bagian dinding terdapat pintu dan jendela dengan cat warna kuning gading terbuat dari kayu dan papan dengan model krepyak serta bagian atasnya terdapat bouven licht dengan pengaman jeruji besi. Pada dinding bagian fasad depan bangunan dilengkapi pintu gendong dan empat buah jendela. Pintu gendong dan jendela memiliki daun pintu ganda (kupu tarung) model krepyak. Pada bagian pintu ruangan memiliki bentuk yang berbeda dengan pintu luar. Bentuk pintu ruangan dalam sebagian berupa pintu yang dilengkapi bouven licht di bagian atas dan sebagian (tanpa bouven licht) dan memiliki daun pintu ganda (kupu tarung) model panil kaca (bagian atas) dan panil papan (bagian bawah).
Deskripsi Atap : Atap bangunan utama berbentuk limasan (perisai) dengan kemiringan sekitar 35°, sedangkan atap bangunan samping berbentuk pelana. Bahan penutup atap bangunan utama dan bangunan samping menggunakan genteng tanah liat. Komponen atap yang sangat khas adalah lisplank, yaitu papan panjang sebagai finishing atau pengakhir dari bidang atap bagian bawah. Lisplang ini menjadi khas karena bermotif rete-rete atau ragam hias yang mirip dengan air menetes.   Atap teras atau voolgalerij berupa atap miring terusan dari atap limasan bangunan utama yang juga sering disebut dengan emperan. Bagian bawah atap sebelah samping kanan kiri terdapat srawing/tawing berupa bilah-bilah papan berderet yang difungsikan sebagai penahan tampias hujan atau terik matahari.
Deskripsi Lantai : Lantai teras berupa lantai tegel motif geometris berukuran 20 x 20 cm. Motif geometris berupa bentuk bintang segi delapan dan ceplok bunga. Bagian motif bintang segi delapan dengan warna dasar kuning, sedangkan ceplok bunga berwarna hijau muda dengan dasar kuning dan bagian sudut masing-masing tegel terdapat pola segi tiga siku-siku warna hijau tua. Ada beberapa macam lantai yang terpasang di bangunan III, yaitu : lantai teras berupa lantai semen floor dengan motif garis horizontal sehingga membentuk garis bujur sangkar berukuran 30 x 30 cm.lantai di ruang kepala sekolah berupa lantai keramik warna putih ukuran 30 x 30 cm. lantai pada ruang kelas berupa tegel abu-abu ukuran 20 x 20 cm
Deskripsi Kolom/Tiang : Pada bagian bangunan ini terdapat dua pilar penampang bulat bergaya Doric pada bagian belakang dan empat tiang pipa besi bagian depan.
Deskripsi Ventilasi : Bagian teras bangunan memiliki pagar dari papan kayu setinggi 70 cm Pagar tersebut memiliki lubang angin berbentuk lubang belah ketupat.
Peristiwa Sejarah : Komunitas orang-orang Eropa di Yogyakarta mulai berkembang pesat pada masa Kasultanan Yogyakarta di bawah pemerintahan Sri Sulatan Hamengku Buwono VII (1877-1921). Pesatnya perkembangan tersebut berkaitan erat dengan tumbuh dan berkembangnya lembaga-lembaga swasta, antara lain: pabrik, asuransi, perbankan, pendidikan, bar, dan perhotelan. Pada awal abad ke-20 wilayah pemukiman warga Belanda semakin meluas, tidak hanya berada disekitar pusat kota tetapi kemudian bergeser ke arah utara (Jetis), Timur (Bintaran), dan timur laut (Kota Baru). Perluasan hunian ini karena adanya peningkatan kebutuhan lahan untuk kehidupan bermasyarakat orang-orang Belanda.Kawasan Jetis merupakan kawasan hunian warga Belanda, sebagai akibat pengembangan aktifitas orang-orang Belanda di awal abad ke-20. Apabila dilihat dari unsur-unsur fisik, jenis, dan fungsi bangunan, serta jaringan jalannya memiliki ciri suatu “kota”. Rancangan kawasan tersebut sangat rapi dengan pemanfaatan ruang yang teratur. Tata ruangnya dirancang dengan pola radial atau tidak berorientasi arah utara-selatan (seperti konsep tata ruang kota tradisional). Kawasan Jetis dibelah oleh sumbu jalan utama, yaitu jalan AM. Sangaji, yang berpangkal dari Tugu lurus ke arah utara. Dengan demikian hubungan dengan kantor Residen, Benteng Vredeburg, Societeit, Stasiun Kereta Api, serta tempat-tempat lainnya dapat berjalan dengan lancar.Pada awal didirikan, bangunan yang dipergunakan untuk SD Tumbuh merupakan satu kesatuan dengan bangunan yang sekarang digunakan sebagai SMU N. 11 Yogyakarta. Sebelum dipergunakan oleh SD Tumbuh, bangunan ini pernah digunakan untuk kantor Bidang Sejarah, dan Nilai Tradisional Kanwil Depdikbud Provinsi DIY dan Badan Organisasi Wanita (BOW). Bangunan ini terletak di Jl. A.M Sangaji No. 48, Yogyakarta. Bangunan SD Tumbuh ini berarsitektur Indis yang didirikan pada tahun 1894 oleh pemerintah Belanda sebagai Holland Indische Kweekschool (Sekolah Guru). Sekolah ini merupakan sekolah yang dibiayai penuh oleh pemerintah Belanda. Penggunaan ruang-ruang kelas berada di kompleks SMA N. 11 Yogyakarta Holland Indische Kweekschool (HIK) sedangkan bangunan SD Tumbuh digunakan untuk tempat tinggal atau asrama guru atau pengelola sekolah.  Saat berfungsi sebagai Kweekschool (HIK), sama seperti bangunan SMA 11, bangunan SD Tumbuh juga digunakan untuk tempat Kongres I Budi Utomo tanggal 5 Oktober 1908. Kongres tersebut membahas penyusunan AD dan ART organisasi Budi Utomo serta masalah kebudayaan dan pendidikan bagi kemajuan bumi putera. Kongres dihadiri sekitar 300 orang peserta dari berbagai kalangan yaitu kaum muda, bangsawan dan pejabat kolonial.Pada tahun 1927, gedung Kweekschool digunakan sebagai sekolah guru Hollands Inlandsche Kweekschool (HIK). Kondisi ini berlangsung hingga Jepang menduduki Indonesia.Pada zaman Jepang, HIK dihapus dan gedungnya digunakan sebagai sekolah guru laki-laki. Tahun 1950-an, gedung ini digunakan sebagai asrama tentara. Pada tahun 1956 sekolah guru laki-laki diganti menjadi sekolah guru A (SGA), dan mulai tahun 1965 digunakan sebagai Sekolah Pendidikan Guru (SPG) Bangunan ini juga pernah digunakan sebagai Kantor Bidang Sejarah dan Nilai Tradisional Kanwil Depdikbud Provinsi DIY dan Badan Organisasi Wanita (BOW).
Riwayat Penemuan : Sebelumnya digunakan oleh BROW setelah dikosongkan dan pada tahun 2005 diambil alih oleh Yayasan Edukasi Anak untuk dijadikan SD Tumbuh
Nilai Sejarah : Bangunan Gedung SD Tumbuh Yogyakarta yang masih satu konteks dengan bangunan SMA N. 11 Yogyakarta didirikan oleh pemerintahan Kolonial Belanda pada tahun 1894, menjadi bukti sejarah yang penting bagi sejarah perjuangan bangsa yakni pernah digunakan sebagai Kongres I Budi Utomo tanggal 5 Oktober 1908.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bangunan Gedung SD Tumbuh Yogyakarta memiliki arti khusus ilmu pengetahuan yakni memiliki keunikan arsitektur yang berguna bagi obyek pembelajaran terutama ilmu arsitektur, sipil, dan sejarah terutama terkait dengan sejarah pendidikan.
Nilai Pendidikan : Bagi Pendidikan, sudah jelas bahwa keberadaan Bangunan ini telah berhasil menjadi tempat untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakat khususnya Yogyakarta. Keberadaan sekolah ini sebagai tempat pendidikan formal telah merubah sistem nilai dan budaya yang berkembang di masyarakat pada umumnya serta membawa dampak positif dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sehingga Yogyakarta dikenal sebagai kota pendidikan dan budaya.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : KPH Wironegoro (Keraton Kasultanan Yogyakarta)
Pengelolaan
Nama Pengelola : Yayasan Edukasi Anak Nusantara
Alamat Pengelola : Jl. A.M. Sangaji No. 48
Catatan Khusus :