Peristiwa Sejarah |
: |
Bangunan SMP N 8 Yogyakarta berada di Jl. Kahar Muzakir, keberadaannya tidak lepas dari latar belakang sejarah segitiga kawasan hunian yang didirikan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Segitiga kawasan tersebut adalah Kotabaru, Sagan, dan Terban Kawasan Kotabaru adalah sebuah kawasan hunian yang didesain dengan konsep garden city yang dilengkapi dengan sarana pendukung yang lengkap, mulai dari drainage, taman, sarana olah raga, sarana pendidikan, peribadatan (gereja), dan rumah sakit. Kawasan Kotabaru merupakan ikon kawasan hunian pada masa Kolonial Belanda. Namun dengan berkembangnya usaha perkebunan, pemerintah Kolonial Belanda memerlukan perluasan kawasan hunian menuju ke utara yaitu Terban dan Sagan.Kawasan Terban dan Sagan, sebagai kawasan pengembangan Kotabaru, memiliki beberapa sarana pendukung kehidupan sosial penghuninya, antara lain: sekolah. Pendirian sekolah di kawasan ini tidak hanya oleh pemerintah Kolonial, tetapi juga oleh pihak swasta. Salah satu sekolah yang didirikan oleh pihak swasta adalah Neutral MULO (sekolah setingkat SMP milik yayasan Neutral). Dalam perjalanan kehidupannya sekolah ini tentu saja telah mengalami berbagai pengembangan dan perubahan fungsi. Perubahan-perubahan yang terjadi antara lain perubahan nama hingga sekarang disebut sebagai SMP N 8 Yogyakarta.Sejarah perkembangan pendidikan modern di Indonesia tidak terlepas dari Politik Etis Kolonial Belanda, dengan Trilogi Van Deventer yaitu Pendidikan (edukasi), perpindahan penduduk (Transmigrasi), dan pengairan (Irigasi). Dengan Trilogi Van Deventer inilah pemerintah Kolonial Belanda dituntut memajukan kesejahteraan rakyat Indonesia yang telah memberikan kekayaan kepada negeri Belanda. Dalam bidang pendidikan, pemerintah Belanda menjalankan “Politik Pemisahan†(Segregation), yaitu politik deskriminasi ras menjadi tiga golongan yaitu Belanda, Timur Asing (Cina), dan Pribumi.Pada akhir abad 19 terdapat dua macam sekolah yaitu sekolah kelas satu yang memberi pendidikan selama lima tahun dan sekolah kelas dua yang hanya sekedar memberi pelajaran menulis, membaca, dan berhitung. Sekolah kelas satu diperuntukkan bagi anak-anak pegawai negeri dan orang-orang kaya, sedangkan di sekolah kelas dua diperuntukkan bagi anak-anak pribumi pada umumnya.Untuk keperluan anak-anak dari kelas atas didirikan HIS (Hollandsch Inlandsche School) sebagai perubahan dari sekolah kelas satu yang terjadi pada tahun 1914 dan merupakan bagian dari sekolah Barat, ELS (European Lagere School) yang merupakan sekolah dasar khusus untuk anak-anak Belanda atau anak-anak orang Indonesia yang berpangkat tinggi, dan MULO (Meer Uitgebreid Leger Onderwijs) yang merupakan sekolah lanjutan pertama. Lulusan MULO dapat melanjutkan sekolah ke AMS (Algeemene Middelbare School). Pendirian sekolah-sekolah ini selain dilakukan oleh pemerintah juga dilakukan swasta, salah satunya adalah Neutrale Onderwijs Stichting.SEJARAH SMP N 8 YOGYAKARTAPada awal berdirinya SMP N 8 Yogyakarta adalah milik yayasan Neutrale Onderwijs Stichting (Yayasan Neutral). Pada awal abad 20 panitia Neutrale Onderwijs Stichting berusaha untuk mendirikan sekolah guna mencukupi kebutuhan anak-anak yang tidak mendapat tempat di HIS atau anak-anak dari sekolah kelas dua yang ingin meneruskan belajar bahasa Belanda. Pendirian sekolah yang dilakukan Neutrale Onderwijs Stichting dilakukan secara berangsur-angsur sejak tahun 1914. Pada awal pengajaran “Neutrale Onderwijs Stichtingâ€, KGPAA Paku Alam VII menjadi ketua perkumpulan ini sampai beliau wafat.Bangunan sekolah yang didirikan oleh Neutrale Onderwijs Stichting adalah:tiga buah sekolah HIS (Hollandsch Inlandsche School) yang merupakan perubahan dari sekolah kelas satu dan merupakan bagian dari sekolah barat;sebuah sekolah ELS (European Lagere School) yang merupakan sekolah dasar khusus anak-anak Belanda dan hanya anak-anak Indonesia yang berpangkat tinggi saja yang diterima disekolah ini;sebuah sekolah Schakel yang dapat menampung murid-murid tamatan Vervolk School; dansebuah sekolah MULO.Pada awal berdirinya bangunan ini digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan, yaitu sebagai gedung Neutraale MULO (sekolah setingkat SMP dengan pengantar bahasa Belanda), yang terletak di jalan Jati No. 2 Yogyakarta (sekarang jalan Prof Dr. Kahar Muzakir). Pada masa pendudukan Jepang, tepatnya 1 April 1943, gedung ini digunakan sebagai tempat pendidikan SGP (Sekolah Guru Putri) atau SGB II dibawah pimpinan Sri Umiyati, adik Dr. Sutomo (Pendiri Budi Utomo).SGB II didirikan pada tanggal 7 Nopember 1942. Sekolah Guru Putri ini pada awalnya didirikan di Jetis dengan nama Sekolah Guru Perempuan. Jumlah murid di SGB II mulai tahun 1942-1948 kira-kira berjumlah 300 orang, mereka berasal dari Normaalschool, HIK van Deventerschool dan Inhcemsche. Pelajaran SGB II putri dicapai dalam waktu 4 tahun. Pada waktu itu sekolah mulai dengan 10 kelas, yaitu:Kelas 1 terdiri dari 3 bagianKelas II terdiri dari 2 bagianKelas III terdiri dari 2 bagianKelas IV terdiri dari 3 bagianSaat terjadinya Clash II dan kota Yogyakarta diduduki Belanda, maka SGP mulai 18 Desember 1948 sampai dengan 29 Juni 1949 ditutup dan dibuka kembali 8 Agustus 1949. Pada tahun 1954 bangunan ini digunakan sebagai tempat penyelenggaraan pendidikan SGB (sekolah Guru B), dan pada tahun 1956 menjadi SGB II (SGB I di Kweekschool/ sekarang SMA N. 11). Dalam perkembangan selanjutnya bangunan ini juga digunakan untuk belajar mengajar SMP N. 7 Yogyakarta sampai tahun 1970-an dan kemudian SMP N. 7 menempati gedung baru di Tegalrejo. Sejak saat itu gedung ini secara penuh digunakan untuk beajar mengajar SMP N. 8 Yogyakarta sampai sekarang.
|