Pasar Beringhaijo yang semula bemama Pasar Gedhe didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I ketika membangun Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pasar ini merupakan bangunan pusat kegiatan perekonomian untuk rakyat Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus sebagai komponen utama dalam kelengkapan kota sebagai Ibukota saat itu, yang terdiri atas alun – alun , kompleks keraton, masjid gedhe, dan pasar. Pasar Gedhe berada di utara kompleks keraton, tepat di areal utara dari Benteng Vredeburg. Keberadaan empat komponen yang terdiri atas alun-alun yang dikelilingi bangunan pusat pemerintahan di selatannya, masjid di sisi barat, dan pasar di bagian utara merupakan komponen yang selalu ada pada kota tradisional di Jawa.
Pergantian nama menjadi Pasar Beringhaijo teijadi pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII. Nama Beringhaijo diambil dari kata “bring†dan “harjo†nama tersebut juga berdasarkan lokasi pasar yang awalnya merupakan hutan Beringan. Kini jalan di selatan Pasar Beringhaijo dinamakan Jalan Pabringan, yang diambil dari kata beringan, untuk mengingatkan pada sejarah lokasi pasar. Sementara harjo berarti aman dan tenteram.
Bangunan Pasar Gedhe secara umum terbagi atas dua bagian yaitu barat dan timur yang dipisahkan oleh keberadaan jalan tembus yang menghubungkan antara Jalan Lor Pasar dengan Jalan Pabringan. Kompleks bagian barat terdiri atas gerbang, kios dan deretan los. Pada bagian barat Pasar Beringhaijo terdapat:
a. Gerbang Pasar
Berbentuk bangunan kembar berlantai dua dengan pintu transparan di tengahnya. Posisi gerbang berada di paling depan tepat di tengah diapit dua deretan kios di kiri kanannya. Bangunan kembar masing-masing berukuran 2 x 2,5 m, difungsikan sebagai fasilitas publik.
b. Deretan Kios
Berada di kiri-kanan gerbang merupakan ruangan dengan fungsi sebagai tempat beijualan yang dilengkapi sekat untuk membatasi satu kios dengan kios lainnya. Setiap kios berukuran 3 x 3 m dan beijumlah 18 buah, masing-masing 9 kios di sisi utara dan selatan bangunan gerbang pasar. Dari 18 kios tersebut, terdapat dua kios paling ujung di utara dan selatan yang mengalami perubahan menjadi dua lantai.
c. Deretan Los
Terdiri atas 2 bangunan los pada sisi utara dan 2 bangunan los pada sisi selatan. Masing-masing bangunan los terdiri atas 4 deret yang digunakan dua muka saling membelakangi oleh pedagang. Antara deret los terdapat selasar untuk alur pengunjung.
Setiap deret los memiliki 12 kolom, sehingga dalam satu bangunan los terdapat 48 kolom untuk menyangga atap beton. Keempat bangunan los bergaya Arsitektur Indis dengan denah empat persegi panjang ukuran 22 x 28,8 m yang memiliki atap berbentuk pelana bertingkat tiga berbahan beton. Struktur bangunan dengan konstruksi beton bertulang dengan jumlah total kolom di keempat bangunan los terdapat 192 buah yang masing-masing berukuran 20 x 25 cm. Ketinggian lantai los antara 18-30 cm dari lantai pasar dan menggunakan penutup berupa ubin abu-abu berukuran 20 x 20 cm.
Pasar Beringharjo dahulu dinamai dengan Pasar Gedhe. Pasar ini terletak di utara Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Kata Beringharjo berasal dari dua suku kata Jawa, yaitu Bering berasal dari nama Beringan, sebuah hutan yang menjadi cikal bakal berdirinya ibu kota kerajaan; harja berarti baik dan sejahtera. Dengan demikian, nama Beringharjo mengandung arti tempat yang baik dan dapat menyejahterkan rakyat.
Pada awalnya bentuk Pasar Beringharjo sangat sederhana dan darurat. Kemudian seiring bertambah ramainya orang yang berjualan maka dibuatkan los dengan tiang kayu dan atap welit. Pada tahun 1923-1925 pemerintah Belanda dan Kasultanan, dalam hal ini Sultan Hamengku BuwonoVIII, lalu membangun pasar representatif dengan membuat 11 los permanen yang dilaksanakan oleh pemborong Indiesche Beton Maschapij dari Surabaya (gegevens over Djokjakarta, 1925). pembangunan pasar tersebut dimulai dari bagian barat berupa kantor dan kios-kios, setelah dibuat enam kios lalu dilanjutkan dari timur. Pendirian pasar tersebut merupakan perwujudan kesetian antara kawula lan gusti, sehingga kawula memperoleh kesempatan kerja sebagai pedagang. Pemugaran dan renovasi pasar yang kedua dilakukan pada tahun 1990 s.d. 1993.
kompleks pasar dapat diakses dari berbagai arah. Gapura utama dari barat yaitu dari jalan Margamulya (sekarang jalan Jendral A. Yani). Dari selatan melalui jalan Pabringan; dari arah utara melalui jalan Ketandan, dan dari timur melalui kawasan Loji kecil.
referensi: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta. 2007. Toponim Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta.