Loading

Masuk Jogjacagar


Deskripsi Singkat

Bangunan Islam 1 M 1500 M

Pasar Beringhaijo yang semula bemama Pasar Gedhe didirikan pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono I ketika membangun Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. Pasar ini merupakan bangunan pusat kegiatan perekonomian untuk rakyat Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sekaligus sebagai komponen utama dalam kelengkapan kota sebagai Ibukota saat itu, yang terdiri atas alun – alun , kompleks keraton, masjid gedhe, dan pasar. Pasar Gedhe berada di utara kompleks keraton, tepat di areal utara dari Benteng Vredeburg. Keberadaan empat komponen yang terdiri atas alun-alun yang dikelilingi bangunan pusat pemerintahan di selatannya, masjid di sisi barat, dan pasar di bagian utara merupakan komponen yang selalu ada pada kota tradisional di Jawa.
Pergantian nama menjadi Pasar Beringhaijo teijadi pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VIII. Nama Beringhaijo diambil dari kata “bring” dan “harjo” nama tersebut juga   berdasarkan lokasi pasar yang awalnya merupakan hutan Beringan. Kini jalan di selatan Pasar Beringhaijo dinamakan Jalan Pabringan, yang diambil dari kata beringan, untuk mengingatkan pada sejarah lokasi pasar. Sementara harjo berarti aman dan tenteram.
Bangunan Pasar Gedhe secara umum terbagi atas dua bagian yaitu barat dan timur yang dipisahkan oleh keberadaan jalan tembus yang menghubungkan antara Jalan Lor Pasar dengan Jalan Pabringan. Kompleks bagian barat terdiri atas gerbang, kios dan deretan los. Pada bagian barat Pasar Beringhaijo terdapat:
a. Gerbang Pasar
Berbentuk bangunan kembar berlantai dua dengan pintu transparan di tengahnya. Posisi gerbang berada di paling depan tepat di tengah diapit dua deretan kios di kiri kanannya. Bangunan kembar masing-masing berukuran 2 x 2,5 m, difungsikan sebagai fasilitas publik.
b. Deretan Kios
Berada di kiri-kanan gerbang merupakan ruangan dengan fungsi sebagai tempat beijualan yang dilengkapi sekat untuk membatasi satu kios dengan kios lainnya. Setiap kios berukuran 3 x 3 m dan beijumlah 18 buah, masing-masing 9 kios di sisi utara dan selatan bangunan gerbang pasar. Dari 18 kios tersebut, terdapat dua kios paling ujung di utara dan selatan yang mengalami perubahan menjadi dua lantai.
c. Deretan Los
Terdiri atas 2 bangunan los pada sisi utara dan 2 bangunan los pada sisi selatan. Masing-masing bangunan los terdiri atas 4 deret yang digunakan dua muka saling membelakangi oleh pedagang. Antara deret los terdapat selasar untuk alur pengunjung.
Setiap deret los memiliki 12 kolom, sehingga dalam satu bangunan los terdapat 48 kolom untuk menyangga atap beton. Keempat bangunan los bergaya Arsitektur Indis dengan denah empat persegi panjang ukuran 22 x 28,8 m yang memiliki atap berbentuk pelana bertingkat tiga berbahan beton. Struktur bangunan dengan konstruksi beton bertulang dengan jumlah total kolom di keempat bangunan los terdapat 192 buah yang masing-masing berukuran 20 x 25 cm. Ketinggian lantai los antara 18-30 cm dari lantai pasar dan menggunakan penutup berupa ubin abu-abu berukuran 20 x 20 cm.

Pasar Beringharjo dahulu dinamai dengan Pasar Gedhe. Pasar ini terletak di utara Alun-alun Utara Kraton Yogyakarta. Kata Beringharjo berasal dari dua suku kata Jawa, yaitu Bering berasal dari nama Beringan, sebuah hutan yang menjadi cikal bakal berdirinya ibu kota kerajaan; harja berarti baik dan sejahtera. Dengan demikian, nama Beringharjo mengandung arti tempat yang baik dan dapat menyejahterkan rakyat.

Pada awalnya bentuk Pasar Beringharjo sangat sederhana dan darurat. Kemudian seiring bertambah ramainya orang yang berjualan maka dibuatkan los dengan tiang kayu dan atap welit. Pada tahun 1923-1925 pemerintah Belanda dan Kasultanan, dalam hal ini Sultan Hamengku BuwonoVIII, lalu membangun pasar representatif dengan membuat 11 los permanen yang dilaksanakan oleh pemborong Indiesche Beton Maschapij dari Surabaya (gegevens over Djokjakarta, 1925). pembangunan pasar tersebut dimulai dari bagian barat berupa kantor dan kios-kios, setelah dibuat enam kios lalu dilanjutkan dari timur. Pendirian pasar tersebut merupakan perwujudan kesetian antara kawula lan gusti, sehingga kawula memperoleh kesempatan kerja sebagai pedagang. Pemugaran dan renovasi pasar yang kedua dilakukan pada tahun 1990 s.d. 1993.

kompleks pasar dapat diakses dari berbagai arah. Gapura utama dari barat yaitu dari jalan Margamulya (sekarang jalan Jendral A. Yani). Dari selatan melalui jalan Pabringan; dari arah utara melalui jalan Ketandan, dan dari timur melalui kawasan Loji kecil.  

referensi: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta. 2007. Toponim Kota Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Pariwisata Seni dan Budaya Kota Yogyakarta.

Informasi Cagar Budaya

Lokasi Bangunan : Jl. Margo Mulyo No 16 Kel. Ngupasan Kec. Gondomanan Kab. Kota Yogyakarta Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
Koordinat -7.79915 ; 110.36598
SK Menteri : Peraturan Menteri Kebudayaan d 2011-10-17
SK Gubernur : SK Gub Nomor 210/KEP/2010 2010-09-02

Lokasi Pasar Beringharjo


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Niaga
Komponen Pelengkap :
  1. Pintu,Asli
  2. Ventilasi,Asli
  3. Jendela,Asli
  4. Kolom/Tiang,Asli
  5. Lantai,Asli
  6. Plafon,Asli
  7. Atap,Asli
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Fungsi Situs : Niaga
Fungsi : Niaga
Peristiwa Sejarah : Pasar Beringhaijo semula bemama Pasar Gedhe. Nama tersebut diberikan karena Pasar Gedhe merupakan kelengkapan dari keraton Yogyakarta, sekaligus berperan sebagai pasar induk yang operasionalnya tidak mengikuti siklus hari pasaran Jawa seperti halnya pasar-pasar lainnya. Pembangunan Pasar Beringharjo secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga periode, berdasarkan pada perbedaan bentuk fisik dan gaya bangunan yaitu periode pertama(sebelum tahun 1925), periode kedua (tahun 1925-1990), dan periode ketiga (setelah tahun 1990).Pasar Beringhaijo pada awal keberadaannya sangat sederhana hanya berupa lapangan dengan banyak pohon waru di bagian tepinya. Seiring dengan jumlah pedagang yang semakin banyak, dibuatkan los dengan tiang kayu, atapnya welit, dan lantainya yang masih berupa tanah. Berdasarkan keterangan peta kota Yogyakarta tahun 1790, lokasi pasar pada awalnya hanya tampak berupa tanah lapang. Pada peta tahun 1811 terdapat keterangan “pasar” pada lokasi Pasar Beringhaijo saat ini. Keterangan tersebut mengindikasikan bahwa bentuk pasar masih sederhana serta belum terdapat bangunan permanen.Pada peta tahun 1830 terlihat bentuk berderet yang dapat diasumsikan sebagai los pada lokasi pasar yang sebelumnya hanya berupa tanah lapang. Di peta tahun 1830 ini telah terdapat jalan menuju utara-selatan yang membagi kaveling pasar. Keberadaan pasar menempati bagian barat jalan, sedangkan pada bagian timur digunakan untuk kerkhof (permakaman orang Belanda).Pada peta tahun 1903 tampak bentuk berderet disertai keterangan yang mencantumkan upassar loodsen”, diperkirakan sebagai deretan los. Deretan ini memanjang utara-selatan, sedangkan kompleks pasar membentang arah timur-barat. Pada tahun ini pasar meluas ke bagian timur, menempati sebagian lahan yang sebelumnya digunakan untuk kerkhof.Pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono VIII, pemerintah Hindia Belanda dan Kasultanan Yogyakarta merenovasi Pasar Beringhaijo dengan membangun 16 los permanen, terbagi atas empat bangunan los terbuat dari beton yang dikeijakan oleh Nederlandsch Beton Maatschappij dari Surabaya. Secara keseluruhan renovasi Pasar Beringhaijo dimulai pada Maret 1925 dan selesai pada Maret 1926 serta mulai dioperasikan pada April 1926. Gaya bangunan los setelah renovasi ini menampilkan gaya art deco. Pada renovasi tahun 1925-1926 ini pula terdapat perubahan bentuk bagian gerbang pasar menjadi bangunan kembar berlantai dua. Pada akhir tahun 1970-an pada deretan kios yang menjadi satu dengan bangunan gerbang ini terdapat penambah an bangunan berlantai dua berbentuk menara di ujung utara dan selatan deretan kios.Pada peta kota Yogyakarta 1925 keberadaan jalan di antara Pasar Beringhaijo dan Benteng Vredeburg dinamakan Groote Pasar Weg (Jalan Pasar Besar).Tahun 1990-an dilaksanakan pembangunan di sebagian besar lahan Pasar Beringharjo meliputi pembangunan deret los baru berlantai tiga.Perubahan di bagian timur pasar ini menambahkan ruang untuk tempat bongkar muat barang, tempat parkir kendaraan, toilet, dan terdapat ruang yang digunakan sebagai kantor Dinas Pasar Kota Yogyakarta.
Nilai Sejarah : Keberadaan pasar Beringharjo sendiri sudah ada tidak lama setelah keraton Yogyakarta berdiri. Nama Beringharjo diberikan oleh Sri Sultan HB VIII yang bermakna pohon beringin (bering) yang membawa kesejahteraan (harjo)
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bagi ilmu arsitektur : bangunan utama pasar memiliki perpaduan arsitektur jawa dan kolonial.
Nilai Budaya : Pasar Beringharjo menjadi salah satu komponen penting dalam konsep catur tunggal kraton Yogyakarta, yaitu kraton sebagai pusat pemerintahan, alun-alun sebagai ruang publik, masjid sebagai tempat ibadah, dan pasar sebagai pusat transaksi ekonomi.
Nilai Ekonomi : Menjadi tempat transaksi ekonomi masyarakat yang berkembang seiring keberadaaan kraton Yogyakarta hingga saat ini.
Nama Pemilik Terakhir : Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat
Riwayat Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah Kota Yogyakarta (Dinas Pengelolaan Pasar)
Alamat Pengelola : jl. Paberingan no.1, Yogyakarta
Nomer Kontak : (0274) 515871
Catatan Khusus : fungsi saat ini masih sama yaitu sebagai tempat transasksi ekonomi. Fasilitas penunjang pasar semakin berkembang ke arah modern seperti adanya penambahan ekskalator.