| Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
| Komponen Pelengkap | : |
|
| Peristiwa Sejarah | : | Pada tahun 1862, keluarga Schmutzer membuka usaha di Ganjuran dengan mendirikan pabrik gula yang kemudian diberi nama Gondanglipuro. Untuk menunjang usaha pabrik gula, pada tahun 1920 Ny. Schmutzer membuka sebuah poliklinik untuk pelayanan kepada masyarakat. Karena banyaknya pasien poliklinik yang datang pada setiap harinya, pada tahun 1930 poliklinik dikembangkan menjadi rumah sakit. Rumah sakit diresmikan pada tanggal 4 April 1930 dengan nama "Rumah Sakit Santa Elisabeth". Peresmian rumah sakit ini bertepatan dengan hari ulang tahun Ny. Schmutzer. Nama Santa Elisabeth dipilih sebagai penghormatan untuk Santa Elisabeth yakni puteri Hongaria dan Santa Katolik yang terkenal karena mengabdikan dirinya kepada orang-orang miskin dan selalu tabah dalam menghadapi cobaan hidup. Nama Santa Elisabeth ini juga dipilih dengan harapan bahwa orang-orang dapat meneladani kebaikan dalam hidupnya. Untuk memperlancar pelayanan dan pengelolaan Rumah Sakit Santa Elisabeth, Ny. Schmutzer mengajukan permohonan kepada Pimpinan Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus (Kongregasi CB) di Maastricht, Belanda, agar Kongregasi CB dapat mengirimkan anggotanya untuk berkarya di Ganjuran. Permohonan ini dikabulkan sehingga pada tanggal 14 Februari 1930 diutuslah empat orang suster ke Indonesia. Suster-suster tersebut antara lain: Sr. Cunegundis CB, Sr. Barbarine CB, Sr. Iris Groot CB, dan Sr. Ammonia Ruyg CB. Mereka menempuh perjalanan selama tiga minggu dan tiba di Batavia (sekarang Jakarta) pada tanggal 9 Maret 1930. Setelah beberapa hari tinggal di Batavia, mereka melanjutkan perjalanan ke Yogyakarta. Ketika tiba di Yogyakarta, mereka tinggal di Rumah Sakit "Onder de Bogen" (sekarang Rumah Sakit Panti Rapih) selama beberapa hari. Pada tanggal 4 April 1930 para suster di jemput oleh Ny. Schmutzer dan keluarga serta disambut dalam perayaan misa meriah. Setelahnya para suster diberikan tempat kediaman di salah satu gedung di pabrik gula Gondanglipuro. Para suster kemudian diberikan tugas untuk mengelola Rumah Sakit Santa Elisabeth dan asrama putri yang didirikan oleh Ny. Schmutzer. Dengan bantuan kepengurusan para suster, Rumah Sakit Santa Elisabeth berkembang pesat sehingga dapat mendirikan tiga poliklinik baru yang terletak di Pete, Kretek, dan Bantul. Pada masa pendudukan Jepang, Rumah Sakit Santa Elisabeth diambil alih oleh Jepang tanpa pengelolaan yang baik sehingga kondisinya memprihatinkan. Kemudian pasca kemerdekaan Indonesia, yakni pada tahun 1946, Rumah Sakit Santa Elisabeth diambil alih oleh pemerintah Indonesia. Di bawah kepengurusan yang baru, Rumah Sakit Santa Elisabeth terus berkembang dan dapat mendirikan dua poliklinik baru yakni di Celep dan Guntur Geni. Hingga tahun 1955 Rumah Sakit Santa Elisabeth memperoleh bantuan dari pemerintah. Pelayanan kesehatan di Ganjuran dituliskan dalam laporan tahunan 1940 yang tersimpan dalam arsip Keuskupan Agung Semarang (KAS). Rumah Sakit Santa Elisabeth di bawah pimpinan Mdr. Leonie menjadi dikenal luas oleh masyarakat sehingga jumlah pasien yang dirawat terus bertambah. Pada tahun 1954, Rumah Sakit Santa Elisabeth diserahkan kembali ke Kongregasi CB. Rumah sakit kemudian menambah kapasitas tempat tidur serta menyelengarakan kursus pembantu perawat. Pada tahun 1964 Rumah Sakit Santa Elisabeth memperoleh persetujuan dari pemerintah Indonesia untuk membuka Sekolah Juru Kesehatan. Pada tahun 1966, Rumah Sakit Santa Elisabeth mendirikan Sekolah Pengatur Kesehatan dan menambah kapasitas tempat tidur pasien dari 60 menjadi 100 tempat tidur. Pada tahun 1977 mulai banyak sarana pelayanan kesehatan yang dibangun di sekitar Ganjuran sehingga Rumah Sakit Santa Elisabeth mengalami kemunduran. Penyebabnya ialah kurangnya dukungan dana dan jumlah tenaga kesehatan yang sedikit. Pada tahun 2000 Rumah Sakit Santa Elisabeth tidak lagi memenuhi syarat sebagai rumah sakit, meskipun demikian Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tetap mengijikankan Rumah Sakit Santa Elisabeth tetap beroperasi. Yayasan Carolus Borromeus sebagai badan penyelenggara rumah sakit tidak mampu lagi untuk mengelola Rumah Sakit Santa Elisabeth. Oleh karena itu pengelolaan Rumah Sakit Santa Elisabeth diserahkan kepada Yayasan Panti Rapih. Meskipun demikian penyerahan pengelolaan rumah sakit tidak lantas berjalan dengan lancar. Kondisi Rumah Sakit Santa Elisabeth pada masa itu sangat terpuruk sehingga pengurus Yayasan Panti Rapih ragu-ragu untuk menerima penyerahan Rumah Sakit Santa Elisabeth. Maka dari itu dilakukan rapat untuk menentukan nasib Rumah Sakit Santa Elisabeth. Dalam rapat tersebut, Romo Dr. J.Chr. Purwawidyana Pr, sebagai Wakil Ketua Pengurus Yayasan Panti Rapih sekaligus selaku Wakil Keuskupan Agung Semarang di Yayasan Panti Rapih, menyampaikan bahwa Rumah Sakit Santa Elisabeth Ganjuran merupakan perwujudan nyata dari misi Gereja Katolik, yaitu preferencial option for the poor atau ‘perhatian bagi yang kekurangan’ dan juga visi-misi Yayasan Panti Rapih. Setelah mendengar pendapat Romo Purwa, maka Pengurus Yayasan Panti Rapih mantap menerima Rumah Sakit Santa Elisabeth. Penyerahan pengelolaan Rumah Sakit Santa Elisabeth kepada Yayasan Rumah Sakit Panti Rapih tertuang dalam akta notaris nomor 1 tanggal 2 September 2000, yang dibuat dihadapan Henricus Subekti, S.H., notaris di Klaten. Dengan demikian, sejak tanggal 2 September 2000, Rumah Sakit Santa Elisabeth resmi bergabung dan menjadi milik Yayasan Panti Rapih. |
| Nilai Sejarah | : | Memiliki nilai sejarah yang tinggi karena berhubungan dengan sejarah pelayanan kesehatan di daerah Bantul pada masa Belanda yang masih difungsikan hingga sekarang |
| Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Memberikan informasi tentang model arsitektur bergaya Indis yang berkembang pada awal abad 20 serta memberikan informasi tentang perkembangan pelayanan kesehatan di Bantul. Selain itu Bangunan Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Santa Elisabeth Ganjuran mempunyai potensi untuk diteliti bidang ilmu arkeologi, sejarah, arsitektur, dan teknik bangunan |
| Nilai Pendidikan | : | Sebagai pembelajaran masyarakat umum tentang bangunan yang masih terkait dengan aktifitas pelayanan kesehatan |
| Nilai Budaya | : | Rumah Sakit Santa Elisabeth Ganjuran menunjukkan adaptasi bangunan arsitektur Indis. Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa, yaitu sebagai bangunan yang mencerminkan jati diri suatu bangsa, kedaerahan atau komunitas tertentu yaitu dengan bangunan Indis |
| Nama Pemilik Terakhir | : | Yayasan St. Elisabeth |
| Nama Pengelola | : | Yayasan St. Elisabeth |
| Catatan Khusus | : | Koordinat SK : 49 X: 9123857 Y: 424882 |