Loading

Masuk Jogjacagar


Deskripsi Singkat

Bangunan

Rumah Joglo di Muneng menghadap ke selatan dengan halaman berupa plesteran semen. Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pendapa, longkangan, pringgitan, dalem, gandok tengen, gandok kiwa, dan pawon.

Pendapa
Bangunan pendapa menggunakan model joglo jompongan dengan ciri atap bersusun dua dan memiliki bubungan atap yang cukup tinggi. Pertemuan atap brunjung dan penanggap tidak dibatasi oleh listplank.

Konstruksi atap brunjung ditopang oleh empat sakaguru dengan pelapis di bagian bawah berupa kayu berprofil dan tripleks. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit dengan bermotif hias. Dua batang kili (kayu panjang di bawah pangeret atau pamidhangan, menancap miring pada saka dengan purusnya) dan dua batang sunduk (kayu yang berada di bawah blandar atau pamidhangan, berkedudukan miring serta masuk ke dalam saka) menghubungkan
sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Blandar pamidhangan terdiri atas dua batang blandar pamidhangan panyelak dan dua batang blandar pamidhangan pamanjang. Santen, bermotif hias ukiran berada di antara sunduk kili dan blandar pamidhangan. Tumpangsari di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari tiga batang bersusun membentuk piramida terbalik. Blandar lar- laran terdiri atas dua batang blandar di bagian panyelak
dan dua batang blandar di bagian pamanjang. Pengunci berbentuk nanasan berada di keempat sudut tumpangsari, digunakan untuk mengunci dua blandar tumpangsari paling atas dengan
dudur brunjung. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha paesi berhias ukiran. Langit-
langit pamidhangan ditutup dengan anyaman bambu.

Konstruksi atap pananggap ditopang oleh dua belas saka pananggap yang berdiri di atas duk semen dan umpak batu. Umpak batu hanya tampak beberapa centimeter di atas lantai karena sebagian besar terpendam pasangan bata untuk lantai. Sambungan antara saka pananggap dan blandar pananggap terdapat geganja dari kayu berprofil. Dinding sisi selatan dan barat berupa gebyog dikombinasi dengan deretan jendela bukaan samping. Kondisi kayu gebyog berjamur, kaca jendela buram, sedangkan ram kayu bagian bawah mengalami pelapukan.

Usuk di bagian brunjung dan penanggap dipasang model ri gereh. Pada bagian ujung atap penanggap ditutup dengan listplank dari papan kayu. Atap joglo ditutup dengan genteng dan bubungan vlaam.

Di luar atap pananggap ditambah dengan rete-rete dari papan kayu dan tritisan berupa seng yang ditopang besi sulur untuk mengatasi tampias air hujan.

Bangunan joglo mempunyai denah lantai bujur sangkar. Lantai berupa plesteran semen dengan posisi lebih tinggi 50 cm dari halaman depan.

Longkangan
Longkangan adalah area terbuka yang berada di belakang pendapa dan pringgitan. Semula area ini terbuka tanpa atap, agar air hujan tidak masuk maka ditambah dengan atap berbentuk limasan. Lantai berupa plesteran semen dengan posisi lebih rendah 30 cm dari lantai pendapa.

Pringgitan
Pringgitan berada di sebelah utara longkangan menggunakan bangunan model limasan lawakan. Konstruksi atap gajahan ditopang oleh dua sakaguru dan dinding pasangan bata berplester. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit. Dua blandar panyelak menjadi tumpuan geganja dan ander yang menopang nok di bagian atas. Pintu dan jendela menggunakan model kupu tarung dari bahan kayu dan kaca. Usuk limasan dipasang model ri gereh dengan penutup atap menggunakan genteng dan bubungan vlaam. Bangunan limasan mempunyai denah lantai persegi panjang. Lantai berupa plesteran semen dengan posisi lebih tinggi 30 cm dari longkangan.

Dalem
Dalem berada di sebelah utara pringgitan menggunakan bangunan model limasan lawakan. Konstruksi atap gajahan ditopang oleh empat sakaguru, empat saka pananggap dan
dinding pasangan bata berplester. Saka berdiri di atas umpak batu andesit.

Dua batang kili dan dua batang sunduk menghubungkan sakaguru. Blandar pamidhangan terdiri atas dua batang blandar pamidhangan panyelak dan dua batang blandar pamidhangan pamanjang. Dua blandar pamidhangan panyelak menjadi tumpuan geganja dan ander yang
menopang nok di bagian atas. Pintu di samping kanan dan kiri menggunakan model dua daun terbuat dari kayu.

Bagian dalam dalem ageng terbagi menjadi ruang tengah dan senthong. Lantai pada ruang tengah dan senthong lebih tinggi 30 cm daripada pringgitan. Ruang tengah dan senthong dibatasi dengan gebyog. Senthong tersebut terdiri dari senthong tengah, senthong kiwa dan
senthong tengen. Senthong tengah merupakan bagian paling sakral karena digunakan sebagai tempat semadi, dan atau untuk pemujaan terhadap Dewi Sri (Dewi Kesuburan). Senthong tersebut memiliki pintu berukiran dengan motif flora dan fauna, serta disungging. Senthong dilengkapi dengan tirai kain putih. Pada masing-masing senthong kiwa dan tengen terdapat pintu berdaun dua dari bahan kayu.

Usuk limasan dipasang model ri gereh dengan penutup atap menggunakan genteng dan bubungan vlaam. Bangunan limasan mempunyai denah lantai persegi panjang. Lantai berupa plesteran semen.

Gandok tengen dan kiwa
Gandok kiwa berada di sebelah timur pendapa, pringgitan, dan dalem, sedangkan gandok tengen berada di sebelah barat pringgitan dan dalem. Bangunan gandok menggunakan model limasan lawakan, sedangkan di sebelah timur pendapa menggunakan model limasan cere
gancet.

Konstruksi atap gajahan ditopang oleh saka di bagian dalam dan dinding pasangan bata berplester di sisi luar. Saka berdiri di atas umpak batu andesit. Blandar pamidhangan panyelak menjadi tumpuan geganja dan ander yang menopang nok di bagian atas.

Gandok kiwa bagian depan berfungsi sebagai pintu masuk utama dan dua ruang untuk menyimpan mesin giling padi. Gandok kiwa bagian belakang dibagi menjadi beberapa ruang untuk kamar tidur. Gandok tengen hanya berupa los memanjang yang dimanfaatkan untuk menyimpan perkakas dan kandang ayam.

Pintu di bagian gandok terdiri dari beberapa model, yaitu pintu kayu berdaun dua, pintu kayu berdaun satu, dan pintu kayu model monyetan. Jendela menggunakan model kupu tarung dari bahan kayu dan kaca dan jendela kayu berdaun dua. Usuk limasan dipasang model ri gereh dengan penutup atap menggunakan genteng dan bubungan vlaam. Lantai berupa plesteran semen dengan posisi sejajar dengan lantai di bagian pringgitan.

Pawon
Pawon berada di bagian belakang bangunan dalem. Bangunan pawon menggunakan model limasan dengan penutup atap berupa genteng dan bubungan vlaam. Lantai berupa tanah, posisinya lebih rendah 30 cm dari lantai gandok.

Informasi Cagar Budaya

Lokasi Bangunan : Dusun Muneng Kel. Tirtohargo Kec. Kretek Kab. Bantul Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
Koordinat ;

Lokasi Rumah Milik Parto Sukardjo


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Rumah/Permukiman
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Fungsi Situs : Rumah/Permukiman
Fungsi : Rumah/Permukiman
Peristiwa Sejarah : Rumah joglo diduga dibangun pada tahun 1934 oleh Rono Sendjojo, orangtua dari Parto Sukardjo karena sesuai dengan angka tahun yang terdapat pada ukiran di ambang pintu senthong tengah. Parto Sukardjo pernah menjabat sebagai carik Desa Tirtohargo.Saat gempa Jogja tahun 2006 terjadi, rumah joglo Parto Sukardjo tidak mengalami kerusakan berat. Gempa mengakibatkan genting rumah jatuh, pecah, dinding retak- retak, dan pendapa menjadi miring ke arah timur.Bentuk rumah joglo Parto Sukardjo masih asli dan belum mengalami perubahan. Penambahan yang dilakukan pada konstruksi rumah merupakan penambahan fungsional, seperti penambahan atap penyatu bagian pendapa. Saat ini Rumah joglo Parto Sukardjo dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Bagian pendapa setahun sekali dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan majemukan (syukuran dusun setelah panen raya) dengan hiburan pertunjukan kesenianwayang ataujathilan serta kegiatan peringatan kemerdekaan. Sisi kiri pendapa dimanfaatkan sebagai tempat menyimpan gabah, dan usaha penggilingan padi.
Nilai Sejarah : Parto Sukardjo adalah Carik Desa Tirtohargo, Kecamatan Kretek, Bantul. Joglo biasa digunakan untuk kegiatan umum masyarakat sampai sekitar tahun 1982.Nilai sejarah rumah ini kurang dapat diketahui tepatnya karena informan tidak dapat memberikan keterangan secara mendetail, akan tetapi diduga bahwa rumah ini memiliki nilai sejarah yang tinggi karena pernah ditempati oleh tokoh dengan status sosial yang tinggi dalam masyarakat pada masa itu
Nilai Ilmu Pengetahuan : Menggunakan model arsitektur tradisional Jawa yang tampak dari tipe bangunan joglo dan limasan. Masing-masing tipe memiliki teknologi khusus dalam proses pembangunannya.Kayu jati digunakan sebagai bahan utama baik sebagai komponen struktur bangunan maupun elemen arsitektural. Konstruksi menggunakan teknik bongkar pasang (knock-down) dengan teknik sambungan purus dan pasak tanpa paku.Arah hadap bangunan ke selatan mengikuti kepercayaan tertentu. Pola tata letak bangunan tersusun simetris mengikuti prinsip tata letak sesuaisumbu utara selatan dan memiliki nilai kesakralan yang semakin meningkat ke arah belakang.
Nilai Pendidikan : Sebagai pembelajaran masyarakat umum dan peserta didik tentang filosofi yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa. Pada akhirnya hal itu dapat memberikan inspirasi bagi pendidikan lokal sebagai landasan bagi penguatan karakter bangsa
Nilai Budaya : Rumah joglo Parto Sukardjo menunjukkan bahwa leluhur kita telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. Rumah merupakan suatu susunan yang terdiri atas beberapa bangunan dan halaman (ruang terbuka). Selain memperhatikan fungsinya, rumah tradisional Jawa jugamemperhatikan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angin, hujan, aliran air di bawah tanah, dan kondisi tanah.Rumah tradisional Jawa memiliki komposisi dan proporsi yang khas menunjukkan karakteristik arsitektur Jawa, yang tercermin pada pembagian area publik dan pribadi, penyusunan pola tata letak bangunan secara simetris sesuai sumbu utara selatan untuk menunjukkan tingkat kesakralan, pembagian elemen bangunan sebagai manifestasi gambaran manusia (bangunan terdiri dari bagian kaki, tubuh, dan kepala), penggunaan kayu jati yangmerupakan kayu terbaik sebagai material konstruksi maupun non konstruksi, mengenal ragam hias yang kaya simbol, serta berbagai ritual yang berhubungan dengan pendirian rumah.
Nama Pemilik Terakhir : Sertifikat hak milik atas nama Parto Sukardjo alias Kijan
Riwayat Pengelolaan
Nama Pengelola : Sukalpa Matata
Catatan Khusus : Bangunan tradisional milik Parto Sukardjo merupakan satu- satunya bangunan berlanggam Jawa di Muneng, Kretek yang masih asli