Loading

Cungkup Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Cungkup Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking berada di atas Bukit Banteng, letaknya di sebelah utara Jalan Parangtritis. Lokasi makam dapat dicapai dengan berjalan melalui anak-anak tangga. Setelah tangga teratas, terdapat sebuah gapura menuju cungkup dan teras Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking. Gapura tersebut lebarnya 210 cm dan terdiri atas dua buah pilar dari pasangan bata berplester. Kedua buah pilar tersebut masing-masing berukuran 39 cm x 38 cm serta tingginya 240 cm. 

Di dalam cungkup terdapat dua buah makam berdampingan yang diyakini sebagai makam Syekh Belabelu dan makam Syekh Damiaking. Makam Syekh Belabelu berada di sebelah barat sedangkan makam Syekh Damiaking terletak di sebelah timur. Kedua makam memiliki ukuran jirat yang sama yakni 195 cm x 60 cm, tingginya 55 cm. Nisan makam berukuran 30 cm x 25 cm x 20 cm. Kedua makam diselubungi kain putih dan penutup berupa kerangka kayu atau langse. Langse difungsikan sebagai tempat memasang kelambu. Kerangka langse berukuran 250 cm x 210 cm, tingginya 200 cm. Kerangka langse ditopang oleh tiang-tiang kayu berukuran 8 cm x 8 cm yang didirikan di atas umpak setinggi 5 cm.

Atap cungkup berbentuk tajug dengan denah segi empat berukuran 270 cm x 240 cm serta tingginya 258 cm. Cungkup memiliki jendela mati pada ketiga sisinya serta sebuah pintu pada sisi yang menghadap selatan. Pintu cungkup terbuat dari kayu berdaun dua dengan ukuran 195 cm x 120 cm. Jendela di dinding timur dan barat masing-masing terdiri atas dua panil kaca yang kusennya berukuran 156 cm x 144 cm. Jendela pada sisi utara berjumlah dua buah yang masing-masing terdiri atas satu panil kaca dengan kusen berukuran 150 cm x 120 cm.

Di atas pintu cungkup terdapat tebeng bermotif tumbuhan berwarna hijau yang diberi inskripsi. Inskripsi tersebut ditulis dalam aksara dan bahasa Jawa baru dan berbunyi:

19 Dulkangidah 1873 Wawu 

Inskripsi tersebut menunjukkan tahun dibuatnya cungkup Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking. Tanggal pada inskripsi apabila dikonversikan ke dalam tahun Masehi menjadi tanggal 27 November 1942 hari pasaran Jumat Pahing.

Cungkup memiliki emper dengan lebar 2,5 m x 2,1 m. Emper tersebut ditopang oleh dua buah tiang yang terbuat dari kayu dan didirikan di atas umpak dari batu andesit yang dicat hitam. Umpak berukuran 13 cm x 13 cm pada bagian atas, 28 cm x 28 cm pada bagian bawah, serta tingginya 20 cm. Adapun tiang emper berukuran 10,5 cm x 10,5 cm, serta tingginya 174 cm. Pada emper sisi barat, yakni di samping pintu masuk terdapat cerobong pedupaan yang disalurkan hingga atap cungkup. Pedupaan dicat warna hijau. 

Cungkup ditinggikan 26 cm dari emper. Sedangkan emper ditinggikan 53 cm dari teras yang diperuntukkan bagi peziarah. Terdapat dua undakan tangga di sebelah selatan emper dengan lebar 50 cm, serta tingginya 23 cm dan 30 cm. Pada sisi barat emper terdapat dinding kayu setinggi 103 cm. Dinding tersebut merupakan bagian yang tersisa dari dinding emper yang dahulu berapa pada sisi timur dan barat emper. Lantai cungkup dan teras saat ini ditutup dengan keramik berwarna putih yang masing-masing berukuran 30 cm x 30 cm. 

Cungkup dikelilingi oleh bangunan tanpa dinding yang ditutup dengan atap kampung. Bangunan ini dibatasi oleh tembok dari pasangan bata berplester yang dicat dengan warna putih. Tebal tembok tersebut 20 cm. Di sisi timur cungkup terdapat teras yang ditinggikan. Teras timur yang ditinggikan berukuran 9,5 m x 2,5 m. Lantai teras tersebut berupa jogan berwarna abu-abu serta ditinggikan 57 cm. Undakan teras menghadap ke arah barat dan berjumlah dua buah. Lebar undakan tersebut 33 cm, serta tingginya 24 cm dan 33 cm.

Di kompleks makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking juga ditemukan arca Agastya, arca Nandi, dan balok batu yang diduga merupakan bagian dari bangunan keagamaan bercorak Hindu. Arca Agastya saat ini ditempatkan di sebelah barat Masjid Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking, sedangkan arca Nandi dan balok batu ditempatkan di teras makam sebelah selatan. Arca-arca tersebut dimungkinkan berasal dari sebelah timur makam, sebab di tempat itu ditemukan runtuhan candi dari bata.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Islam
Alamat : Padukuhan Mancingan , Parangtritis, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.016363° S, 110.324266° E

SK Walikota/Bupati : SK BUP Bantul 266/2023


Lokasi Cungkup Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Religi/Keagamaan
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tata Letak Dalam Ruang Kawasan : Cungkup Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking berada di atas Bukit Banteng, letaknya di sebelah utara Jalan Parangtritis. Lokasi makam dapat dicapai dengan berjalan melalui anak-anak tangga. Setelah tangga teratas, terdapat sebuah gapura menuju cungkup dan teras Makam Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking.
Deskripsi Jendela : Jendela di dinding timur dan barat masing-masing terdiri atas dua panil kaca yang kusennya berukuran 156 cm x 144 cm. Jendela pada sisi utara berjumlah dua buah yang masing-masing terdiri atas satu panil kaca dengan kusen berukuran 150 cm x 120 cm.
Deskripsi Pintu : Pintu cungkup terbuat dari kayu berdaun dua dengan ukuran 195 cm x 120 cm.
Deskripsi Atap : Atap cungkup berbentuk tajug
Deskripsi Lantai : Lantai cungkup dan teras saat ini ditutup dengan keramik berwarna putih yang masing-masing berukuran 30 cm x 30 cm.
Deskripsi Kolom/Tiang : Cungkup memiliki emper dengan lebar 2,5 m x 2,1 m. Emper tersebut ditopang oleh dua buah tiang yang terbuat dari kayu dan didirikan di atas umpak dari batu andesit yang dicat hitam. Umpak berukuran 13 cm x 13 cm pada bagian atas, 28 cm x 28 cm pada bagian bawah, serta tingginya 20 cm. Adapun tiang emper berukuran 10,5 cm x 10,5 cm, serta tingginya 174 cm.
Fungsi Situs : Religi/Keagamaan
Fungsi : Religi/Keagamaan
Tokoh : Syekh Belabelu dan Syekh Damiaking
Konteks : Syekh Belabelu pada masa mudanya bernama Raden Jaka Bandem. Raden Jaka Bandem merupakan putra dari Girindrawardhana, penguasa Majapahit, yang melarikan diri ke Parangtritis karena tidak ingin memeluk Agama Islam yang dibawa oleh Raden Patah dari Kerajaan Demak. Meskipun begitu Raden Jaka Bandem bersedia mempelajari Islam dari Syekh Maulana Maghribi yang datang ke wilayah Parangtritis.Diceritakan bahwa Raden Jaka Bandem terkenal dengan kegemarannya menyantap nasi liwet ayam. Kegemaran ini ditegur oleh Syekh Maulana Maghribi, supaya Raden Jaka Bandem lebih banyak bertapa. Syekh Maulana Maghribi kemudian menantang Raden Jaka Bandem untuk beradu kesaktian adu cepat mencapai Masjidil Haram. Pada hari dilaksanakannya adu kesaktian, Raden Jaka Bandem mempersilakan gurunya untuk berangkat lebih dahulu karena masih menunggu nasi liwet ayam matang. Meskipun begitu, ketika Syekh Maulana Maghribi tiba di Masjidil Haram, Raden Jaka Bandem telah berada di sana. Syekh Maulana Maghribi mengaku kalah dan mengizinkan Raden Jaka Bandem bertapa dengan caranya sendiri.Setelah pulang dari Masjidil Haram, Raden Jaka Bandem memakai nama Syekh Belabelu. Syekh Belabelu mempunyai adik yang bernama Syekh Damiaking. Nama Damiaking disebutkan merujuk pada perawakan adik Syekh Belabelu yang menyerupai damen atau jerami kering, karena kegemarannya berpuasa hingga lupa makan dan minum. Hal ini berkebalikan dengan Syekh Belabelu yang gemar menyantap nasi liwet ayam sehingga perawakannya gemuk. Kegemaran menyantap nasi liwet ini juga menyebabkan Syekh Belabelu sering menjemur kerak nasi di atas atap rumahnya yang berupa jerami. Kisah keduanya oleh masyarakat disamakan seperti kisah Bubuksah dan Gagangaking.Dalam kisah dari Babad Demak disebutkan bahwa Syekh Belabelu merupakan putra dari Girindrawardhana, penguasa Majapahit terakhir, yang bernama Raden Dhandhun. Raden Dhandhun bersama putra-putri keturunan Majapahit lain melarikan diri dari kerajaan setelah serangan Demak. Raden Dhandhun menetap di Dukuh Mancingan dan berguru pada pendeta bernama Kyai Selahening. Raden Dhandhun kemudian mengganti namanya menjadi Kyai Bela Belu. Kyai Bela Belu dikisahkan sangat suka makan. Kyai Selahening pun memerintahkannya untuk mencuci beras di Sungai Beji di sebelah utara Parangendhog yang terletak 5 km dari Bukit Banteng untuk mengurangi jumlah makannya dari empat kali menjadi dua kali sehari. Setelah Kyai Selahening masuk Islam, Kyai Bela Belu pun ikut berpindah agama dan namanya menjadi Syekh Belabelu.Berdasarkan cerita dari R. Ng. Djajalana bahwa pada tahun 1830, Demang Pemajegan (Pemaosan) yang tinggal di Grogol dan merupakan keturunan dari Kyai Selahening berkali-kali menyaksikan cahaya turun di Bukit Banteng. Kemudian Demang Pemajegan melaporkan kejadian tersebut kepada Sri Sultan Hamengku Buwono IV (1814-1822). Selanjutnya Sultan memerintahkan supaya dilakukan penyelidikan. Setelah dilakukan penggalian, ditemukan empat batu hitam yang berjejer menyerupai makam yang berdampingan. Di dekatnya ditemukan lempengan batu hitam bergambar ilir (semacam kipas dari anyaman bambu) dan iyan (semacam tampah dari anyaman bambu). Kedua alat tersebut pada umumnya digunakan oleh masyarakat masa itu untuk mendinginkan nasi.Sri Sultan Hamengkubuwono IV pun menetapkan dua batu hitam yang tidak bergambar tersebut sebagai makam Syekh Belabelu dan adiknya yang bernama Syekh Damiaking. Makam kemudian dibuatkan cungkup dengan kayu jati. Adapun cungkup tersebut saat ini telah diganti dengan bangunan dari pasangan bata berplester ukuran setengah batu. Inskripsi pada bagian tebeng pintu masuk menunjukkan bahwa cungkup dibuat pada tanggal 27 November 1942. Meskipun demikian telah terjadi beberapa perubahan pada cungkup setelah tahun 2013 yakni pembongkaran dinding emper cungkup bagian timur dan separuh dinding emper cungkup bagian barat, serta pemasangan jendela-jendela mati pada dinding sisi timur, barat, dan utara cungkup.
Nilai Sejarah : Bangunan terkait dengan makam pelaku atau tokoh sejarah penyebaran agama Islam di Parangtritis dan sekitarnya
Nilai Agama : Terkait dengan aktivitas keagamaan yaitu ziarah ke makam tokoh agama Islam
Nilai Budaya : Terkait dengan adat istiadat dan tradisi kelompok masyarakat yang melakukan ziarah ke makam tokoh dalam agama Islam
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kraton Yogyakarta
Pengelolaan
Nama Pengelola : Kraton Yogyakarta
Catatan Khusus : Koordinat pada NR: X: 425536 Y: 9113832