Loading

Deskripsi Singkat

Cepuri Parangkusumo terletak di sebelah utara Pantai Parangkusumo. Cepuri Parangkusumo merupakan struktur bangunan berwujud pagar keliling yang di dalamnya terdapat dua buah batu hitam (watu gilang). Oleh masyarakat batu hitam yang besar dinamakan Selo Ageng, sedangkan batu hitam yang kecil dinamakan Selo Sengker. Struktur pagar yang mengelilingi Selo Ageng dan Selo Sengker berukuran 16,4 m  x 13,22 m yang tingginya 1,27 m serta tebalnya 0,25 m dengan gapura menghadap ke arah selatan. 


Gapura cepuri berbentuk paduraksa dengan model limasan. Gapura didukung oleh dua buah pilar terbuat dari struktur bata yang dilapisi plesteran, di kanan dan kiri pintu masing-masing berukuran 40 cm x 40 cm serta tingginya 185 cm. Pintu terbuat dari kayu berdaun dua berukuran  125 cm x 208 cm. Terdapat dua buah undakan di sebelah dalam dan sebelah luar gapura, lebar masing-masing undakan 30 cm dan tingginya 15 cm. Di sebelah kanan dan kiri undakan terdapat pipi tangga berukuran 70 cm x 47 cm serta tinggi 50 cm. 


Batu andesit yang besar (Selo Ageng) berukuran 180 cm x 210 cm x 56 cm, sedangkan batu andesit yang kecil (Selo Sengker) berukuran 130 cm x 60 cm x 33 cm.  Kedua batu tersebut diyakini sebagai tempat duduk Danang Sutawijaya dan tempat duduk Kanjeng Ratu Kidul. 

Cepuri Parangkusumo merupakan tempat dilaksanakannya Upacara Labuhan yang diselenggarakan setiap tahun, baik oleh pihak keraton maupun masyarakat. Sampai saat ini Cepuri Parangkusumo banyak dikunjungi oleh peziarah terutama pada hari malam Selasa Kliwon dan malam Jumat Kliwon. 

Status : Struktur Cagar Budaya
Alamat : Dukuh Mancingan, Parangtritis, Kretek, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0208137030709° S, 110.32487603289° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul No 529 Tahun 2019


Lokasi Cepuri Parangkusumo di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Panembahan Senopati
Peristiwa Sejarah : Asal-usul Petilasan Parangkusumo dapat dirunut dalam Babad Tanah Jawi dan Serat Kandha. Kedua sumber tertulis ini menyebutkan bahwa Panembahan Senopati yang bercita-cita menjadi raja di Jawa, pada suatu malam meninggalkan kediamannya menuju ke Lipura (sekarang Bambanglipuro Bantul) dengan ditemani oleh lima orang abdinya. Di Lipura ini terdapat batu yang indah warnanya. Panembahan Senopati kemudian tidur di atas batu tersebut. Ki Juru Martani menyusul kepergian Panembahan Senopati ke Lipura. Di Lipura Ki Juru Martani melihat Panembahan Senopati tertidur pulas di atas batu (sela gilang). Ki Juru Martani kemudian berusaha membangunkan Panembahan Senopati.  Ketika tengah berusaha membangunkan Senopati itu tiba-tiba Ki Juru Martani melihat sebuah bintang sebesar kelapa dan bercahaya berkilauan jatuh di dekat kepala Senopati. Dengan sangat terkejut Ki Juru Martani segera membangunkan Senopati dan bertanya perihal benda aneh yang jatuh di dekat kepala Senopati. Senopati yang dibangunkan pun terkejut dan bertanya kepada “bintang jatuh” itu tentang apa atau siapakah dia karena Senopati belum pernah melihat sebelumnya. Bintang jatuh menjawab bahwa dirinya adalah bintang dan memberitahukan kepada Senopati bahwa apa yang dilakukan oleh Senopati dalam tapa/semadinya memohon petunjuk kepada Hyang Maha Kuasa sudah diterima dan dikabulkan, bahwa Senopati akan menjadi raja di Tanah Jawa hingga anak cucunya kelak. Setelah memberitahukan hal itu bintang itu pun lenyap.  Ki Juru Martani yang memperhatikan Senopati dapat mengetahui apa yang dirasakan dan dipikirkan oleh Senopati. Oleh karena itu Ki Juru Martani mengajak Senopati dengan mengatakan,”Nak kalau kamu mengikuti petunjukku marilah kita bersama-sama memohon kepada Tuhan agar hambatan dapat kita atasi. Marilah kita membagi tugas: kamu pergi ke Laut Selatan, aku ke Gunung Merapi. Kita yakinkan/ buktikan kehendak Tuhan. Marilah sama-sama berangkat.” Setelah Ki Juru Martani memberikan wejangan kemudian mereka pun berangkat. Senopati kemudian berangkat ke arah timur menuju Sungai Opak dan Ki Juru Mertani ke Gunung Merapi. Senopati menghanyutkan diri di Sungai Opak dan ditolong oleh ikan olor yang diberi nama Tunggul Wulung. Ikan Tunggul Wulung mengantarkan Senopati hingga ke Laut Selatan. Di pinggir pantai Laut Selatan itu Senopati mengheningkan cipta memohon petunjuk kepada Tuhan akan maksud dan tujuan semua laku prihatinnya. Akibat semadinya Laut Selatan bergolak.  Hal ini membuat penguasa Laut Selatan cemas dan kemudian keluar dari laut serta menemui Senopati. Penguasa Laut Selatan (Ratu Kidul) kemudian mengatakan bahwa apa yang dikehendaki Senopati telah dikabulkan oleh Tuhan. Oleh karena itu Senopati dimohon untuk menghentikan semadinya karena semadinya telah membuat makhluk laut banyak yang mati dan air laut bergolak. Setelah mendengar itu semua Senopati pun menghentikan semadinya. Ratu Kidul juga mengatakan bahwa Senopati dan keturunannya akan menjadi raja atau penguasa Tanah Jawa dan segala isinya, termasuk seluruh makhluk halus akan tunduk dalam kuasanya.  Tempat pertemuan Senopati dan Ratu Kidul itulah yang kemudian dikenal sebagai Petilasan Parangkusumo. Petilasan tersebut berwujud dua gundukan batu di pinggir pantai yang kemudian dinamakan Sela Ageng dan Sela Sengker. Kedua gundukan batu itulah yang kemudian diyakini sebagai salah satu penanda penting bagi kesepakatan atau kerja sama antara Senopati (raja-raja Mataram) dan Ratu Kidul dalam hal kelangsungan hidup Keraton Mataram. Oleh karena itu pula Upacara Labuhan laut oleh Keraton Mataram (Yogyakarta) selalu dipusatkan/ diawali dari Cepuri Parangkusumo.   Pada tahun 1991, Dinas Pariwisata Provinsi DIY membangun pagar mengelilingi Cepuri Parangkusumo.  
Nilai Sejarah : Cepuri Parangkusumo memberikan informasi bukti jejak keberadaan Danang Sutawijaya (Panembahan Senopati) di Parangtritis, Bantul.Cepuri Parangkusumo memberikan informasi tentang sejarah pendirian Kerajaan Mataram Islam.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bermanfaat untuk dijadikan objek penelitian arkeologi, antropologi, geologi, dan sejarah.Senopati) di Parangtritis, Bantul.Memberikan gambaran mengenai pemanfaatan batu hitam (andesit) sebagai tempat untuk dilakukannya semadi demi mencari petunjuk.
Nilai Pendidikan : Cepuri Parangkusumo memberikan informasi kepada peserta didik tentang sejarah pendirian Kerajaan Mataram Islam.
Nilai Budaya : Memberikan informasi tentang berlanjutnya tradisi Jawa mengenai konsepsi kesakralan batu besar sebagai tempat dilakukannya semadi.Senopati) di Parangtritis, Bantul.Menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap keberadaan Kanjeng Ratu Kidul.Cepuri Parangkusumo dapat menguatkan kepribadian bangsa dan masyarakat Bantul.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Keraton Yogyakarta
Pengelolaan
Nama Pengelola : Keraton Yogyakarta
Catatan Khusus : Luas tanah : 216,808 m2