Loading

Deskripsi Singkat

Jirat Makam Sunan Geseng berukuran 186 cm x 100 cm, serta tingginya 63, 5 cm. Lebar bahu jirat 40 cm. Tinggi nisan 29, 5 cm. Saat ini kijing diselimuti dengan kain putih (langsé) serta ditutup dengan kerangka berkelambu. Kain putih yang digunakan untuk menyelimuti jirat tidak pernah diganti tetapi terus ditambahkan sehingga kain tersebut menjadi berlapis-lapis.

Jirat Makam Sunan Geseng terletak di dalam Kompleks Makam Sunan Geseng Jolosutro. Makam berada di lereng bukit berkaitan dengan konsepsi kesakralan tempat yang tinggi sebagai tempat memakamkan tokoh penting diadaptasi dari kebudayaan yang berkembang sebelumnya.

 Jirat Makam Sunan Geseng berada di dalam bilik segi empat yang terbuat dari dinding kayu. Pintu bilik makam menghadap arah selatan. Ukuran bilik 3, 81 m x 3, 41 m, serta tingginya 2, 18 m. Langit-langit bilik ditutup dengan plafon kayu. Bilik memiliki empat buah tiang berukuran 16 cm x 16 cm yang masing-masing berdiri di atas umpak. Dua buah umpak di sisi barat masih berupa umpak batu, sedangkan dua umpak di sisi timur telah diganti dengan plesteran semen. Umpak batu tersebut berukuran 21 cm x 21 cm di bagian atas, 27 cm x 27 cm di bagian bawah, serta tingginya 8 cm.

Lantai bilik telah ditutup dengan keramik berwarna putih berukuran 60 cm x 60 cm. Lantai bilik juga telah ditinggikan setinggi 46 cm dari teras berkeramik serta ditinggikan 33 cm dari pelataran kompleks makam. Untuk mencapai bilik makam dari teras terdapat dua buah undakan tangga. Undakan pertama dari bawah berukuran panjang 123 cm x 35 cm, sedangkan undakan kedua berukuran 123 cm x 32 cm. Kedua undakan tersebut tingginya 16 cm.

Pintu bilik terbuat dari kayu berdaun dua. Kusen pintu berukuran 106 cm x 108 cm, sehingga peziarah harus menundukkan kepala ketika memasuki bilik. Di atas pintu bilik terdapat papan berukuran 108 cm x 30 cm bertuliskan tetenger menggunakan huruf Jawa dan bahasa Jawa yang apabila dibaca berbunyi:

Sunan Geseng Cokrojoyo

ngulama luhur

manunggaling kawula Gusti.

 

Arti dari tetenger di atas:

Sunan Geseng Cokrojoyo

ulama luhur

bersatunya manusia dengan Tuhan.

Status : Benda Cagar Budaya
Alamat : Jalasutra , Srimulyo, Piyungan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.8628363186526° S, 110.46438256275° E

SK Walikota/Bupati : KepBup Bantul Nomor 696 Tahun 2020


Lokasi Makam Sunan Geseng di Peta

Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang 186
Lebar 100
Tinggi 63,5
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Sunan Geseng
Peristiwa Sejarah : Sunan Geseng merupakan tokoh yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Jawa. Sunan Geseng merupakan murid dari Sunan Kalijaga yang diyakini merupakan keturunan dari raja Girindrawardhana. Nama kecil Sunan Geseng adalah Raden Mas Cokrojoyo. Diceritakan bahwa sebelum menjadi wali yang menyebarkan agama Islam, Cokrojoyo bekerja sebagai penderes air nira. Biasanya ketika Cokrojoyo menderes nira, ia sering menyenandungkan ‘lilo-lilo-lilo-lilo’ yang artinya ‘sabar-sabarlah’. Senandung ini dimaksudkan untuk menghibur diri dari kehidupan dunia yang keras. Senandung tersebut didengar oleh Sunan Kalijaga dan diminta supaya diganti menjadi ‘laa ilaaha illallah’. Saat Cokrojoyo melaksanakan perintah Sunan Kalijaga dan menyenandungkan kalimat tersebut, buah-buah kelapa yang bunganya dideres berubah menjadi emas. Cokrojoyo pun meminta Sunan Kalijaga agar menjadikannya sebagai murid. Sunan Kalijaga bersedia mengambil Cokrojoyo sebagai murid asalkan Cokrojoyo dapat bertapa di hutan dan beribadah kepada Allah. Cokrojoyo pun menyanggupi persyaratan tersebut. Diceritakan bahwa dalam pertapaannya hutan tempat Cokrojoyo bertapa habis terbakar. Akan tetapi karena ketaatannya pada Sunan Kalijaga, Cokrojoyo tetap bertapa hingga api padam. Ketika Cokrojoyo ditemukan oleh Sunan Kalijaga, Cokrojoyo selamat meskipun kulitnya hangus atau gêsêng. Dalam versi lain, dikisahkan bahwa ketika Sunan Kalijaga mencari Cokrojoyo yang sedang bertapa, lokasi tempat Cokrojoyo bertapa telah menjadi hutan belukar. Sunan Kalijaga tidak dapat menemukan Cokrojoyo di tengah hutan belukar tersebut. Oleh karena itu Sunan Kalijaga membakar hutan belukar sehingga Cokrojoyo ikut terbakar di dalamnya dengan kondisi tubuhnya yang gosong atau  gêsêng. Setelah Cokrojoyo berhasil dalam berguru kepada Sunan Kalijaga, istri Cokrojoyo yang bernama Nyai Bagelen kemudian membuat makanan untuk dibagikan kepada banyak orang sebagai ungkapan rasa syukur. Untuk mempermudah pembagiannya, makanan ditempatkan dalam anyaman daun kelapa. Makanan tersebut kemudian dikenal dengan nama ketupat. Peristiwa penyebaran agama Islam dan pembuatan ketupat tersebut oleh masyarakat Jolosutro diperingati dengan mengadakan upacara yang dinamakan Merti Dusun Kirab Jodhang Kupatan Jalasutra. Upacara tersebut dilaksanakan setiap bulan Sapar pada pasaran Senen Legi untuk mengenang jasa Cokrojoyo dalam penyebaran agama Islam dan juga sebagai ungkapan syukur pada Tuhan karena telah diberi keberhasilan dalam pertanian (panen). Saat ini upacara Merti Dusun Kirab Jodhang Kupatan Jalasutra dilaksanakan setiap bulan Agustus setelah masa panen.  Dalam versi lain disebutkan bahwa Cokrojoyo adalah seorang pengembara dari Maroko yang datang ke Jawa untuk menyebarkan agama Islam. Dalam versi ini Cokrojoyo disebutkan memiliki nama asli Maulana Ahmad Al-Maghribi. Selain nama itu Cokrojoyo juga dikenal sebagai Ki Ageng Gribig.
Nilai Sejarah : jirat mempunyai keterkaitan dengan pelaku atau tokoh sejarah, yaitu sebagai penanda tempat memakamkan Sunan Geseng, murid dari Sunan Kalijaga yang berperan dalam penyebaran agama Islam di tanah Jawa.
Nilai Ilmu Pengetahuan : baik jirat maupun bangunan pendukungnya mempunyai potensi untuk diteliti dan dipelajari dari disiplin arkeologi, sejarah, dan antropologi.
Nilai Agama : merupakan salah satu bukti penyebaran agama Islam yang hingga saat ini masih menjadi tempat ziarah.
Nilai Budaya : menunjukkan keterkaitan dengan adat istiadat dan tradisi kelompok masyarakat, yaitu prosesi Merti Dusun Kupatan Jalasutra yang masih berlanjut hingga saat ini
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Sultan Ground
Pengelolaan
Nama Pengelola : juru kunci bernama Supardiyono (Mas Bekel Suraksowijoyo)
Catatan Khusus : Makam Sunan Geseng merupakan makam tokoh penting yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Piyungan dan diyakini oleh masyarakat sebagai murid dari Sunan Kalijaga