Loading

Deskripsi Singkat

Secara administratif Gua Jepang terletak di dua kabupaten, yakni Kabupaten Bantul dan Kabupaten Gunungkidul. Jumlah Gua Jepang ada 20 buah, 16 buah (Gua Jepang 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, dan 18) berada di Padukuhan Ngreco dan Padukuhan Poyahan, Kalurahan Seloharjo, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul, dan 3 buah lainnya (Gua Jepang 1, 19, dan 20) berada di Kalurahan Girijati, Kapanewon Purwosari, Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 

Bangunan Gua Jepang Nomor 20 berada di lereng bukit bagian atas dengan arah hadap ke arah selatan atau arah Pantai Parangtritis. Kondisi lingkungan Gua Jepang Nomor 20 saat ini berada di tengah hutan lebat, sehingga pada sisi selatan Gua tertutup oleh rimbunnya pohon jati. Hal tersebut menyebabkan pantai Parangtritis yang berada di sisi selatan, tidak terlihat dari lubang intai. 

Secara umum kondisi Gua Jepang Nomor 20 berada dalam keadaan terawat. Namun pada bagian dalam Gua terdapat timbunan tanah, dampak dari tanah longsor yang hanyut ke dalam ruang pada musim hujan. Timbunan tanah yang masuk melalui pintu Gua di sisi utara, menyebabkan lapisan tanah di dalam Gua meninggi dan menutupi permukaan lantai. 

Bentuk Gua Jepang Nomor 20 sama seperti Gua Jepang yang lain, yaitu terbuat dari Semen Cor, terdapat sebuah pintu di sisi utara, sebuah lubang bidik di sisi utara, dan sebuah lubang ventilasi di bagian atap. Pada bagian dinding depan sisi atas, permukaan dinding berbentuk tidak tegak melainkan agak miring setinggi 50 cm dengan sudut 30°. Pada bagian bawah dinding yang miring tersebut dibuat semacam jalur untuk air yang mengalir semacam talang. Bentuk tersebut menjadi ciri yang berbeda atau keunikan tersendiri dari Gua Jepang Nomor 20 yang tidak ditemukan pada Gua-Gua Jepang yang lain. Adapun ukuran Gua Jepang Nomor 20 adalah sebagai berikut : 
- Lebar 3 meter 
- Panjang 3,47 meter  
- Tinggi sisi depan (muka) 1,87 meter (terdapat talang), tebal dinding depan 75 cm. 
- Lebar lubang pengintai 75 cm, tinggi lubang pengintai 28 cm 
- Lebar pintu 1 meter 
- Lebar Ventilasi 50 cm, panjang 59 cm, tinggi 53 cm, tebal 17 cm 
- Sementara itu ukuran ruang bagian dalam adalah sebagai berikut : 
- Lebar 250 cm 
- Panjang 2 meter 
- Terdapat tlundak pada bagian selatan selatan dengan ukuran lebar 28 cm, tinggi 30m dari permukaan lantai.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Alamat : Watugajah, Girijati, Purwosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9997263° S, 110.332521° E

SK Walikota/Bupati : SK BUP Gunungkidul 287/KPTS/2021


Lokasi Gua Jepang No. 20 di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Kolonial
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Kolonial
Fungsi Bangunan : Militer
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Fungsi Situs : Militer
Fungsi : Militer
Tokoh :
Peristiwa Sejarah : Gua Jepang dibangun pada masa sebelum kemerdekaan tepatnya pada periode waktu antara tahun 1942 – 1945.  Rupanya tentara Jepang dalam membangun gua-gua tersebut dilakukan dengan perhitungan sistematis dan strategis. Hal tersebut bisa dibuktikan dengan adanya berbagai macam bentuk yang diduga memiliki bermacam-macam fungsi. Area cakupan Gua Jepang sendiri sangat luas, berdasarkan laporan Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY, luas Gua Jepang di Pundong adalah 12 hektar. Berdasarkan data-data tersebut maka sangat mungkin jika Gua jepang ini dibuat dalam rangka operasi pertahanan wilayah regional pada masa tersebut. Upaya pelestarian Gua Jepang telah dala waktu yang cukup lama, dimulai dari penelitian, ekskavasi, pemetaan (Zonasi), dan pemeliharaan dengan menempatkan juru pelihara. Penelitian terhadap Gua Jepang di Pundong telah dilakukan oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Yogyakarta. Pada tahun 2014, dilakukan ekskavasi arkeologi di tempat tersebut. Kemudian pada tahun 2016, Balai Pelestarian Cagar Budaya kembali melakukan kegiatan pelestarian dengan menetapkan Zonasi Cagar Budaya. Dalam kegiatan tersebut ditemukan lagi satu buah gua, yaitu Gua Jepang 20. 
Konteks : Pada tahun 1942 tentara Jepang masuk ke wilayah Indonesia dengan tujuan membentuk hegemoni di wilayah Asia Timur Raya. Politik penguasaan yang dijalankan Jepang berdasar pada semboyan 3 A, yaitu Jepang Pemimpin Asia, Jepang Penguasa Asia, dan Jepang Cahaya Asia. Masuknya tentara Jepang ke Indonesia diawali dengan mendaratnya Jepang di Balikpapan pada tanggal 20 Januari 1942. Selanjutnya Jepang menduduki Pontianak, Martapura, dan Palembang. Di Jawa, Jepang pertama kali mendarat di Eretan pada tanggal 1 Maret 1942. Jepang menduduki Yogyakarta pada tanggal 5 Maret 1942. Pada saat pendudukan inilah tentara Jepang banyak membangun daerah pertahanan, baik yang berada di pegunungan (Kaliurang), daerah pesisir (Parangtritis), dan juga daerah lainnya yang dianggap strategis (Lapangan terbang Maguwo dan sekitarnya). Di daerah pesisir Yogyakarta, fasilitas perlindungan dan pertahanan yang dibangun tentara Jepang berupa Gua-Gua, yang kini disebut Gua Jepang. Gua Jepang dibuat dari bahan dasar beton bertulang dengan pintu dari kayu. Luas keseluruhan Gua Jepang sekitar 12 hektar. Gua dibangun dengan membuat lubang di dinding-dinding bukit dengan kedalaman lorong yang bervariasi. Ukuran pintu gua sekitar 1,5 m x 1,5 m. Ketebalan rata-rata dinding betonnya antara 30 hingga 100 cm. Strategi pertahanan yang dibangun di sekitar pantai dengan Gua-Gua yang dibangun di daerah pegunungan merupakan satu kesatuan strategi pertahanan yang saling terkait. Gua-Gua yang ada di pegunungan antara satu dengan lainnya dihubungkan dengan fasilitas jalan-jalan berparit. Sebagaimana area militer pada umumnya, di tempat tersebut juga dilengkapi dengan lapangan untuk upacara atau keperluan-keperluan kemiliteran. Alasan tentara Tentara Jepang membangun Gua-Gua pertahanan dan perlindungan secara lengkap dalam rangka operasi pertahanan wilayah regional. Gua-gua tersebut dibuat di sekitar pantai, karena hal ini merupakan strategi untuk mengantisipasi kemungkinan adanya pendaratan tentara Sekutu di sepanjang pantai Laut Selatan. Berdasarkan kajian terhadap ciri-ciri bentuk yang dimiliki oleh Gua Jepang Nomor 20, maka bangunan ini dibangun dengan fungsi sebagai tempat menembak yaitu dengan senjata jenis machine gun. Pada bagian dalam Gua yang berukuran 2,5 m x 2 m dimungkinkan untuk ditempati oleh 3 orang operator machine gun. Karena lokasinya yang cukup jauh dari kelompok benteng yang lain (sejauh 617 meter jika ditarik garis lurus) dibuat parit pengubung antar Gua. Pada masa Perang Dunia Ke-2, senjata jenis machine gun merupakan senjata mesin otomatis yang paling menentukan dalam menghalau serangan musuh terutama pasukan infanteri yang umum menyerang melalui tepi pantai. Pantai Parang Tritis yang memiliki bibir pantai di sepanjang sisi sebelah selatan dari Gua Jepang nomor 20 merupakan lokasi yang strategis untuk digunakan musuh mendaratkan. Pada masa tersebut, penggunaan senjata machine gun dianggap merupakan senjata yang paling taktis karena mampu mengeluarkan peluru dengan cepat, mudah dibawa, dan memiliki jarak jangkau peluru yang secara efektif bisa menjangkau hingga 2500 meter. Negara Jepang hingga akhir tahun 1932 terbukti memiliki teknologi militer yang maju. Pada masa Perang Dunia Ke-2, Jepang merupakan negara yang sangat ditakuti oleh Sekutu, terutama karena kemampuannya dalam mengadaptasi teknologi militer dunia barat. Machine Gun Type 100, Type 11 Light, Type 96 Light, dan Type 92 merupakan jenis senjata militer Jepang yang sangat ditakuti sekutu. Senjata tersebut mampu memuntahkan  450 peluru perdetik dengan jarak jangkau maksimum 2500 meter. Pada tahun 1945 terjadi perubahan strategi Sekutu dalam menyelesaikan perang dunia ke-2 terutama di wilayah Asia Pasifik. Bersamaan dengan ditemukannya Bom Atom oleh Amerika Serikat, upaya untuk menyelesaikan perang dengan cepat menyebabkan pusat penyerbuan perang tidak dilakukan di wilayah kekuasaan Jepang yang luas namun langsung dipusatkan ke Negara Jepang. Hal itu dilakukan mengingat banyaknya korban baik biaya dan manusia yang telah terjadi di Eropa. Sekutu berusaha untuk menyelesaikan perang Asia Pasifik dengan cepat dengan menjatuhkan dua buah Bom Atom di Jepang. Akibatnya, terjadi perubahan peta pertempuran. Salah satunya adalah strategi Jepang dengan membuat benteng pertahan di sisi selatan laut Jawa yang ternyata berubah karena Sekutu tidak pernah melakukan serangan di tempat tersebut dengan alasan strategi militer. Meskipun demikian, Gua-Gua Jepang yang terdapat di sebelah selatan Pantai Parangtritis menjadi bukti pertahanan tepi pantai semacam “Atlantik Wall” milik Jerman di Normandia, yang dibangun untuk menghalau serangan infenteri dari tepi pantai.  Gua Jepang Nomor 20 menjadi bagian penting dari sejarah Perang Dunia Ke-2 yang strategis dari sisi militer yang terjadi pada masa tersebut. Menurut wawancara TACB Gunungkidul kepada salah seorang saksi sejarah (warga setempat) yang bernama Sejo Wiyono atau biasa dipanggil Mbah Gino (86 tahun), Gua Jepang dibuat selama kurang lebih 3 tahun lamanya. Menurut Mbah Gino, pada masa tersebut hampir seluruh penduduk Padukuhan Ngreco ikut bekerja membangun Gua Jepang. Dalam proyek tersebut, Mbah Gino yang pada waktu itu masih berumur 10 tahun bekerja sebagai buruh usung material. Dalam pekerjaannya, mbah Gino menggunakan alat pikul berupa tenggok. Selama bekerja sebagai buruh usung material, Mbah Gino hanya mampu mengusung material 3 kali dalam sehari. Hal ini terjadi karena jarak antara lokasi pengambilan material menuju puncak Gua Jepang yang sangat jauh dan jalan yang ditempuh memiliki medan yang cukup berat. Selama bekerja, Mbah Gino mendapatkan upah sebanyak setali, dan dibayarkan seminggu sekali oleh mandor. Terdapat dua orang mandor pada waktu itu. Di tempat lain, terdapat penduduk yang bekerja sebagai tukang. Menurut Mbah Gino, pekerjaan tukang berbeda dengan pekerjaan usung material. Tukang merupakan pekerjaan dengan spesifikasi : menggali dan membangun Gua. Pengawasan dalam pekerjaan ini langsung dilakukan oleh kurang lebih sepuluh prajurit Jepang yang sehari hari bermalam di Parangtritis. Selain prajurit Jepang, Mbah Gino juga menyaksikan sejumlah Prajurit Indonesia (mungkin tentara Peta) yang setiap hari berada di lokasi tersebut. Seluruh prajurit tersebut membawa senjata bedhil dan sering menyanyikan lagu-lagu penyemangat. Menurut kesaksian Mbah Gino, pekerjaan pembuatan Gua Jepang dilakukan tanpa ada tekanan dari tentara. Semua dilakukan dalam koridor bekerja. Meskipun demikian Mbah Gino mengatakan bahwa upah yang diterima pada waktu itu sangat kecil, karena uang setali kira-kira hanya cukup untuk membeli beras 1 kg. Pada masa itu, tidak ada beras yang diperjual belikan. Mbah Gino dan masyarakat setempat yang bekerja membangun Gua Jepang mau menerima pekerjaan tersebut karena alasan ekonomi yang sangat sulit. Pada akhir cerita, Mbah Gino mengatakan bahwa ketika proyek pembuatan Gua Jepang berhenti (karena Jepang meninggalkan Indonesia), banyak yang merasa kehilangan pekerjaan. 
Riwayat Penelitian : Pada tahun 2014, dilakukan ekskavasi arkeologi di tempat tersebut.
Riwayat Perlindungan : Pada tahun 2016, Balai Pelestarian Cagar Budaya kembali melakukan kegiatan pelestarian dengan menetapkan Zonasi Cagar Budaya
Nilai Sejarah : Gua Jepang Nomor 20 menjadi bagian dari sejarah berkuasanya Jepang di Indonesia. Bangunan tersebut memiliki arti khusus pada berbagai ilmu pengetahuan. 
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Milik Negara
Pengelolaan