Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Jumlah WBCB | : | - |
Peristiwa Sejarah | : | Dalam sejarah perkembangan agama Hindu di Jawa Tengah termasuk di wilayah DI Yogyakarta terpusat di daerah kawasan Prambanan dan Kalasan dengan peninggalan yang sangat monumental yaitu Kompleks Candi Prambanan di Prambanan, Candi Sambisari, Candi Kedulan dan masih banyak candi-candi berlatar belakang agama Hindu di daerah perbukitan seperti, Candi Barong, Candi Ijo, Candi Miri, dan masih banyak lagi. Candi-candi tersebut berasal dari masa abad VIII- X Masehi. Untuk kawasan Gunungkidul sangat minim data-data mengenai perkembangan agama Hindu. Hanya ada beberapa situs candi di kawasan Gunungkidul yang sebagian besar sudah tidak utuh lagi seperti Candi Plembutan, Situs Gambirowati, dan Situs Pulutan.Sejarah tentang kapan berdirinya Candi Pulutan sampai sekarang belum diketahui secara pasti, hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan data arkeologis. Namun berdasarkan temuan arca Ganesha, Agastya, dan Durga dapat dipastikan bahwa Situs Pulutan merupakan struktur bangunan candi berlatar belakang agama Hindu. Agama Hindu berkembang di Jawa Tengah sekitar abad VIII- X M. Perkembangan agama Hindu di wilayah Gunungkidul sangat sedikit datanya, namun demikian adanya temuan struktur candi seperti Candi Plembutan, Situs Gambirowati, dan Situs Pulutan membuktikan bahwa pada sekitar abad VIII – X agama Hindu sudah berkembang di wilayah Gunungkidul. Candi-candi periode Klasik Jawa Tengah memiliki langgam arsitektur yang dikenal sebagai candi gaya Mataram Kuno (abad VIII-X) dan pada umumnya ditemukan dalam gugusan (kompleks) atau berdiri sendiri. Apabila berdiri sendiri dalam satu kompleks maka halamannya terdiri dari satu lapis atau lebih dengan memusat atau konsentris pada candi induk (Prasada) seperti pada kompleks Candi Prambanan dan Candi Sambisari. Kompleks Candi Prambanan dan Candi Sambisari memiliki tiga halaman dan sebagai pusatnya adalah candi induk. Candi induk dianggap sebagai rumah dewa (dewa grha) dan dewa Siwa sebagai Mahadewa (lingga) menempati ruang utama (garbha-grha). Batas penggambaran ruang atau halaman di Candi Prambanan dan Candi Sambisari diperlihatkan dengan adanya pagar halaman. Pagar halaman berjumlah tiga tingkat dan pada halaman pusat atau yang terdalam merupakan halaman yang paling suci. Halaman kedua diluarnya dianggap sebagai halaman yang semi suci atau semi profan, sedangkan halaman terluar atau ke III dianggap sebagai halaman yang profan.Begitu pula secara vertikal bangunan candi dari bawah ke atas juga melambangkan pula tempat para dewa. Kaki candi sebagai bhurloka merupakan dunia bawah yang di kuasai maheswara, tubuh candi sebagai bhuwarloka merupakan dunia yang dikuasai oleh Sada-sidi dan atap sebagai swarloka dikuasai oleh Parama Siwa sebagai dewa yang tertinggi. Dalam pengamatan dan hasil penelitian di Situs Butuh atau Pulutan belum diketahui secara pasti sejauh mana sebaran bangunannya. Berdasarkan data temuan struktur hasil ekskavasi tahun 2015 diperkirakan bentuk bangunannya kecil berukuran 5,5 x 5,5 m dengan tinggi bangunan belum diketahui. Namun demikian keberadaan Situs Candi Pulutan sangat penting untuk dilestarikan dan masih memungkinkan untuk dilakukan penelitian-penelitian lanjutan sehingga sangat penting bagi obyek pembelajaran dan penelitian terutama arkeologi dan sejarah.Sejarah Pelestarian1. Inventarisasi Kepurbakalaan Kecamatan Wonosari Gunungkidul tahun 1986. Situs Pulutan telah tercatat dengan no. Inventaris D.103 dengan nama sisa-sisa bangunan candi. Temuan yang ada di dalam catatan tersebut adalah banyak ditemukan batu-batu komponen atap dan tubuh candi.2. Ekskavasi Penyelamatan dilakukan tahun 2012 bekerjasama antara BPCB DIY dengan Jurusan Arkeologi FIB UGM. Ditemukan runtuhan bangunan candi dari batu putih berlatar belakang agama Hindu berdasarkan temuan arca Durga, Agastya, dan Ganesya dari batu putih.3. Kajian Zonasi Situs Pulutan 2015.4. Konsep dasar zonasi Candi Pulutan mengacu pada pelestarian situs yang dilakukan berdasarkan atas keseimbangan Pelindungan, Pengembangan dan Pemanfaatan. Mengacu pada konsep dasar zonasi tersebut, penentuan zonasi situs Candi Pulutan disesuaikan dengan kondisi eksisting lingkungan yang ada. Hasil pengukuran zonasi kawasan Candi Pulutan adalah sebagai berikut:• Zona I, merupakan zona inti situs, yaitu bagian situs yang ditetapkan sebagai bagian perlindungan mutlak yang dikonservasi secara ketat sehingga perubahan yang terjadi di bagian ini harus dilakukan secara terbatas terencana. Deliniasi zona I ini dapat disamakan dengan pagar kawat situs yang mengelilingi Candi Pulutan.• Zona II, adalah Zona Penyangga, merupakan bagian yang dapat dipakai sebagai kegiatan penunjang proses interpretasi dan penyajian informasi, yang dapat dialokasikan pada kawasan antara Zona I dan Zona III. Di bagian ini dapat diselenggarakan berbagai kegiatan maupun berbagai fasilitas (prasarana dan sarana) penyajian informasi. Namun, semua fasilitas tersebut harus bersifat semi permanen dan mudah dipindahkan, serta tidak mengganggu kelestarian candi dan informasi yang ada, termasuk juga potensi warisan budaya yang mungkin ada di bawahnya. • Zona III, adalah Zona Pengembangan, merupakan area untuk penempatan fasilitas penunjang kegiatan wisata, baik berupa tempat parkir, kios cindera mata, homestay, dan MCK Umum. Namun, pengembangan zona III ini harus dikendalikan dengan regulasi tertentu agar tidak berdampak kurang menguntungkan bagi kelestarian candi.5. Pembebasan lahan seluas 3000 m2 pada tahun 2016.6. Pemagaran situs dan penempatan Juru pelihara. |
Nilai Sejarah | : | Merupakan bukti sejarah peradaban manusia masa Klasik agama Hindu di wilayah Kabupaten Gunungkidul Daerah Istimewa Yogyakarta. |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Candi Pulutan sebagai peninggalan budaya masa Klasik berupa struktur bangunan yang jenisnya sedikit (langka) merupakan obyek ilmu pengetahuan yang sangat penting, dan dapat dimanfaatkan sebagai obyek penelitian ilmu budaya. |
Nilai Pendidikan | : | • Situs ini dapat dipergunakan sebagai sarana pendidikan sejarah budaya masa klasik . • Dapat digunakan untuk media pembelajaran pelestarian Situs Cagar Budaya di kabupaten Gunungkidul . |
Nilai Budaya | : | Dapat menjadi identitas dan kebanggaan masyarakat Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta yang menunjukkan bahwa kebudayaan dan peradaban masyarakat Hindu telah berkembang di daerah tersebut. Dan dapat memperkuat citra kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta |
Nama Pemilik Terakhir | : | Pemerintah |
Nama Pengelola | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY |