Masjid Trayu didirikan oleh Pangeran Notokusumo/Pangeran Adipati Paku Alam I antara tahun 1813-1829. Dari papan nama yang terpasang, masjid tersebut diketahui merupakan milik Yayasan Puro Pakualaman. Pada masa itu secara politis umumnya masjid digunakan sebagai pathok atau penanda bagi penguasa. Selain itu juga digunakan sebagai penanda penguat kekuasaan yang menunjukkan bahwa pemerintahan yang meskipun pusatnya berada jauh, akan tetap memiliki akar yang kuat disuatu wilayah. Sebutan khas untuk penenda-penanda kekuasaan ini adalah pathok nagoro. Keraton Jogjakarta memiliki 4 masjid pathok nagoro yang tersebar di 4 penjuru mata angin. Hal tersebut sekaligus memberikan batas yang jelas atas kekuasaan kraton. Namun demikian, belum diketahui secara pasti apakah masjid Trayu merupakan bagian dari pathok nagoro. Meskipun belum dapat deketahui secara pasti apakah Masjid Trayu termasuk pathok nagoro, yang jelas masjid tersebut merupakan penanda Pura Pakualaman dalam menguatkan akarnya di bidang agama, yang salah satunya mendirikan masjid untuk masyarakat yang berada di wilayah kekuasannya.
Masjid Trayu didirikan oleh Pangeran Notokusumo/Pangeran Adipati Paku Alam I antara tahun 1813-1829. Dari papan nama yang terpasang, masjid tersebut diketahui merupakan milik Yayasan Puro Pakualaman. Pada masa itu secara politis umumnya masjid digunakan sebagai pathok atau penanda bagi penguasa. Selain itu juga digunakan sebagai penanda penguat kekuasaan yang menunjukkan bahwa pemerintahan yang meskipun pusatnya berada jauh, akan tetap memiliki akar yang kuat disuatu wilayah. Sebutan khas untuk penenda-penanda kekuasaan ini adalah pathok nagoro. Keraton Jogjakarta memiliki 4 masjid pathok nagoro yang tersebar di 4 penjuru mata angin. Hal tersebut sekaligus memberikan batas yang jelas atas kekuasaan kraton. Namun demikian, belum diketahui secara pasti apakah masjid Trayu merupakan bagian dari pathok nagoro. Meskipun belum dapat deketahui secara pasti apakah Masjid Trayu termasuk pathok nagoro, yang jelas masjid tersebut merupakan penanda Pura Pakualaman dalam menguatkan akarnya di bidang agama, yang salah satunya mendirikan masjid untuk masyarakat yang berada di wilayah kekuasannya.
Masjid Trayu didirikan oleh Pangeran Notokusumo/Pangeran Adipati Paku Alam I antara tahun 1813-1829. Dari papan nama yang terpasang, masjid tersebut diketahui merupakan milik Yayasan Puro Pakualaman. Pada masa itu secara politis umumnya masjid digunakan sebagai pathok atau penanda bagi penguasa. Selain itu juga digunakan sebagai penanda penguat kekuasaan yang menunjukkan bahwa pemerintahan yang meskipun pusatnya berada jauh, akan tetap memiliki akar yang kuat disuatu wilayah. Sebutan khas untuk penenda-penanda kekuasaan ini adalah pathok nagoro. Keraton Jogjakarta memiliki 4 masjid pathok nagoro yang tersebar di 4 penjuru mata angin. Hal tersebut sekaligus memberikan batas yang jelas atas kekuasaan kraton. Namun demikian, belum diketahui secara pasti apakah masjid Trayu merupakan bagian dari pathok nagoro. Meskipun belum dapat deketahui secara pasti apakah Masjid Trayu termasuk pathok nagoro, yang jelas masjid tersebut merupakan penanda Pura Pakualaman dalam menguatkan akarnya di bidang agama, yang salah satunya mendirikan masjid untuk masyarakat yang berada di wilayah kekuasannya.
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Komponen Pelengkap | : |
|
Tokoh | : | Raden Suryengjurit (menantu Paku Alam 1)R.A. Resminingdyah |
Peristiwa Sejarah | : | Masjid Trayu terletak di Kelurahan Tirtorahayu, Kecamatan Galur, Kabupaten Kulon Progo. Nama Trayu dahulunya merupakan nama kelurahan yang membentang dari Sewugalur hingga Pathuk. Setelah tahun 1990-an, Kelurahan Trayu digabung dengan Kelurahan Sungapan. Penggabungan kelurahan tersebut kemudian diberi nama dengan sebutan Kelurahan Tirtorahayu. Catatan tersebut diperoleh dari Balai Desa Tirtorahayu. Masyarakat setempat saat ini masih menggunakan nama Trayu untuk menunjuk Pedukuhan VI, Kauman, dan Pedukuhan VII. Masjid Trayu merupakan Masjid yang dibangun oleh Puro Pakualaman. Masyarakat setempat menyebutnya dengan masjid tiban, karena tahun pembangunannya yang tidak diketahui secara pasti. Masyarakat setempat meyakini bahwa Paku Alam membangun masjid di Trayu berkaitan dengan asal-usul KGPAA Paku Alam V yang merupakan putra KGPAA Paku Alam II dari Garwo Raden Ayu Resminingdyah. Garwo Raden Ayu Resminingdyah tersebut berasal dari Trayu, Tirtarahayu, Galur. |
Konteks | : | Bangunan Masjid Trayu memiliki asosiasi kuat dengan Kadipaten Paku Alaman. Hal ini dikarenakan Masjid Trayu didirikan oleh Pangeran Notokusumo/Pangeran Adipati Paku Alam I antara tahun 1813-1829. Pada masa itu secara politis umumnya masjid digunakan sebagai pathok atau penanda bagi penguasa. Selain itu juga digunakan sebagai penanda penguat kekuasaan yang menunjukkan bahwa pemerintahan yang meskipun pusatnya berada jauh, akan tetap memiliki akar yang kuat di suatu wilayah. |
Riwayat Pemugaran | : | Berdasarkan catatan laporan inventarisasi BPCB DIY tahun 1990, Masjid Trayu pernah dipugar pada tahun 1985 dan 1990. Pemugaran pada tahun 1985 dilakukan pada bagian serambi dan pemugaran tahun 1990 dilakukan pada bagian ruang utama. Perubahan-perubahan dari pemugaran tersebut antara lain: Atap ruang utama masjid ditinggikan dengan maksud memberi tempat pada lubang angin.Akibat peninggian tersebut, tinggi pilar penyangga harus ditambah semen/beton setinggi 2 mUmpak yang semula berfungsi sebagai landasan tiang ruang utama berubah menjadi landasan konstruksi atap, terletak di tiang atas.Perubahan bentuk jendela.Perubahan bentuk lantai menjadi tegel semen berukuran 20 x 20 cm.Bentuk tiang penyangga atap serambi yang semula segi empat berubah menjadi segi delapan.Atap serambi yang semula benbentu landai berubah menjadi limasan. Masjid Trayu juga mengalami pemugaran pada tahun 2015. Pemugaran pada tahun tersebut juga terjadi perubahan pada bagian masjid. Perbedaan tersebut dapat dibandingkan dari foto tahun 1990 dengan foto bulan Juni 2018, yaitu dari pintu masuk ruang utama, pilar penyangga atap pada serambi, konstruksi pilar penyangga ruang utama dan ventilasi, sebelah utara masjid sebagai tempat mengambil wudhu. |
Riwayat Penelitian | : | Wahyu Indro S, dkk (2015). Masjid Kagungan Dalem & Masjid Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta: Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta. |
Riwayat Rehabilitasi | : | Tahun 1985 dan 1990, dilakukan rehabilitasi masing – masing pada bagian serambi dan ruang utama masjid.Tahun 2015 dilakukan pemugaran pada bangunan masjid secara keseluruhan.Tahun 2023 dilakukan pengecatan ulang pada dinding masjid. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Puro Pakualaman |
Nama Pengelola | : | Takmir Masjid Trayu |