Loading

Deskripsi Singkat

Pasar merupakan pusat kegiatan ekonomi masyarakat. Ada beberapa pasar yang dibangun pada masa Kolonial di Kabupaten Bantul yang hingga kini masih berdiri dan bahkan masih berfungsi. Salah satu pasar tersebut adalah Pasar Pundong yang terletak di Jalan Joyowinoto, Padukuhan Pundong, Kalurahan Srihardono, Kapanewon Pundong, Kabupaten Bantul.

Pasar Pundong berada di persimpangan simpul utama jalan di Kapanewon Pundong. Pasar Pundong cukup luas dan ramai, terdaftar sekitar 400 orang pedagang/penjual yang berjualan di Pasar Pundong. Penjual di Pasar Pundong diberikan los di bagian tertentu untuk berjualan, yakni di sisi timur untuk penjual makanan dan sayuran; di sisi selatan untuk tempat penjual busana; di sisi barat untuk penjual ternak; serta di sisi utara untuk penjahit dan tukang besi.

Los Pasar Pundong digunakan untuk berjualan setiap hari, tetapi lebih ramai pada hari pasarannya, yakni Wage. Pada hari pasaran tersebut, para penjual yang hanya ada pada hari pasaran turut beraktivitas di pasar. Salah satunya ialah para pande besi yang membuat perkakas seperti pisau, cangkul, dan sabit.

Bangunan Pasar Pundong yang ada saat ini merupakan hasil renovasi yang dilakukan tahun 2020. Pasar Pundong lama terdiri atas los-los terbuka tanpa dinding yang atapnya berbentuk pelana atau kampung. Los merupakan sebutan untuk bangunan yang berukuran besar dan panjang. Denah Los Pasar Pundong berbentuk persegi panjang dengan arah bangunan membujur barat – timur.

Lantai Los Pasar Pundong semula berupa tanah, tetapi kemudian diganti dengan tegel abu-abu ukuran 20 cm x 20 cm, sekaligus ditinggikan 12 cm dari permukaan tanah saat ini. Perubahan pada bagian lantai dilakukan untuk mengatasi genangan air saat hujan karena posisi los pasar lambat laun semakin lebih rendah dari jalan raya di sebelah selatan dan sebelah baratnya. Namun kapan perubahan lantai tersebut dilakukan, tidak ada informasi yang pasti.

Detail konstruksi bangunan pasar menggunakan baja profil. Baja profil merupakan salah satu material konstruksi yang memiliki tingkat ketahanan yang tinggi sehingga dapat menjaga bangunan tetap berdiri kokoh dan bertahan hingga ratusan tahun. Baja profil banyak digunakan untuk bangunan pabrik, pergudangan, menara, jembatan dan struktur lainnya dengan bentangan sangat lebar. Demikian juga dengan konstruksi Los Pasar Pundong menggunakan beberapa jenis baja profil, yaitu baja profil I (INP), baja profil C (CNP), baja siku, dan baja plat. Baja profil digunakan untuk membentuk kerangka kuda-kuda pada bagian tiang, balok horizontal, gording, dan kerangka atap. Pemasangan baja menggunakan sambungan baut.

Jumlah Los Pasar Pundong lama yang telah direnovasi ialah sembilan (9) buah, masing-masing berukuran 16,6 m x 3 m, serta tinggi dari permukaan lantai hingga bubungan atap 3,63 m. Lantai los pasar ditinggikan 28 cm dari permukaan tanah. Pada sisi timur los yang telah direnovasi terdapat tiga (3) buah los pasar lama yang masih asli, masing-masing berukuran 16,2 m x 4,8 m, serta tinggi dari permukaan lantai hingga bubungan atap 3,29 m. Tiang los pasar berupa dua batang baja profil C yang disambung dengan pelat baja dan baut Ø 20 mm. Masing-masing tiang ditopang dengan umpak yang terbuat dari plesteran semen.

Umpak Los Pasar Pundong yang telah direnovasi di bagian atas berukuran 34,5 cm x 33 cm, di bagian bawah berukuran 54,5 cm x 52 cm, serta tingginya 118 cm. Sedangkan umpak Los Pasar Pundong lama yang belum direnovasi pada bagian atas berukuran 34 cm x 31 cm, pada bagian bawah berukuran 58 cm x 44 cm, serta tingginya 93 cm. Lebar tritisan los pasar yang telah direnovasi 80 cm, sedangkan lebar tritisan los pasar yang belum direnovasi 90 cm.

Struktur yang membentuk kerangka atap Los Pasar Pundong terdiri atas kuda-kuda, bubungan (nok), gording, reng, usuk, sekur, dan penutup atap. Kuda-kuda memiliki fungsi menopang tekanan pada rangka atap dan langsung menyalurkannya ke struktur tiang. Posisi kuda-kuda ada di bagian atas setiap tiang. Kuda-kuda dibentuk dari baja profil C. Bubungan atau balok nok adalah struktur yang mengikat kuda-kuda satu dengan yang lainnya. Posisi nok memanjang sesuai dengan panjang rangka atap. Bubungan menggunakan baja profil I. Tiang, kuda-kuda, dan bubungan disambung menggunakan pelat baja dan baut Ø 20 mm. Di ujung barat dan timur atap terdapat sekur atau struktur penyokong, yaitu dua baja siku yang dipasang miring diantara tiang dan balok nok. Sekur berfungsi menopang tutup keong atau seng berbentuk segitiga. Tutup keong berfungsi menahan tampias air hujan.

Gording adalah struktur tumpuan dari usuk, reng, dan genteng. Gording menggunakan baja profil C. Usuk adalah struktur rangka atap yang menjadi tumpuan reng dan genteng. Usuk menggunakan baja siku. Posisi usuk pada bagian atas menumpu pada balok nok, sedangkan bagian pangkal menumpu pada gording. Reng adalah struktur rangka atap yang berada tepat di bawah genteng. Reng berupa plat baja dan berfungsi sebagai tempat bersandarnya genteng. Penutup atap untuk Los Pasar Pundong menggunakan genteng kripik dari bahan tanah liat. Genteng dipasang pada atap yang miring seperti atap pelana atau atap kampung dengan menerapkan sistem saling mengikat dan mengunci (inter-locking).

Bangunan Los Pasar Pundong tidak memiliki ragam hias, baik yang berupa ragam hias arsitektur maupun ragam hias dekoratif. Pengaruh arsitektur Eropa ditunjukkan dari penggunaan konstruksi baja yang diproduksi oleh perusahaan milik Belanda. Pengaruh arsitektur Jawa dapat dilihat dari atap kampung atau atap bentuk pelana dengan penutup atap genteng dari bahan tanah liat.

Kompleks Los Pasar Pundong dibatasi pagar BRC (British Reinforced Concrete). Di sebelah utara Los Pasar Pundong lama telah dibangun los pasar yang baru oleh Dinas Pasar Kabupaten Bantul. Bangunan baru tersebut menggunakan material beton, serta beratap metal dan asbes.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Alamat : Belum Ada, Srihardono, Pundong, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9559115577997° S, 110.34681651553° E


Lokasi Los Pasar Pundong di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Kolonial
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Kolonial
Fungsi Bangunan : Niaga
Komponen Pelengkap :
  1. Kolom/Tiang,Asli
  2. Lantai,Diganti
  3. Atap,Diganti
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Fasad : Orientasi arah hadap Barat timur, terdiri 12 los pasar dengan rangka besi dan atap genteng
Deskripsi Atap : Atap berupa genteng
Deskripsi Lantai : Lantai ubin berwarna abu-abu berukuran 20 x 20 cm
Deskripsi Kolom/Tiang : Pada setiap los terdapat 5 Tiang penyangga atap.
Desain : Desain los pasar sepeti ini merupakan template los pasar yang berkembang pada masa itu. Bentuk desain arsitektur los pasar semacam ini mengakomodasi p
Fungsi Situs : Niaga
Fungsi : Niaga
Peristiwa Sejarah : Pasar merupakan sebuah spasial yang unik. Pasar dapat diidentikkan dengan proses atau cara bagaimana perbuatan memasarkan suatu barang dagangan. Keunikan pasar tradisional juga dapat dilihat dari sudut arsitektural dan pemanfaatan ruang. Beberapa pasar tradisional masih menyisakan bentuk arstitektural yang menarik dan memiliki nilai historis dengan proses pembangunan yang disesuaikan dengan tradisi pasar setempat. Ada kalanya fungsi bangunan-bangunan tersebut tidak hanya sebagai tempat transaksi jual beli tetapi juga sebagai ruang terbuka untuk interaksi sosial bahkan dimungkinkan untuk tempat penampungan barang milik para pedagang non permanen atau bakul tiban yang datang berjualan pada acara-acara tertentu. Tempat yang fungsi awalnya hanya untuk tukar-menukar barang kebutuhan sehari-hari, pada perkembangannya berubah menjadi tempat yang sangat kompleks. Sejarah pasar di Indonesia dimulai dari aktivitas jual beli kecil-kecilan di tepi jalan, dan umumnya di bawah pohon rindang. Kawasan tersebut dari hari ke hari terus berkembang seiring dengan semakin banyaknya orang yang berjualan dan masyarakat yang membeli. Dalam Gegevens Over van Djogjakarta (L.F.Dingemans,16;1925) disebutkan bahwa terdapat 129 buah pasar milik Kasultanan Yogyakarta dan 18 buah milik Pura Pakualaman. Dari beberapa sumber sejarah seperti plakat yang ditemukan di pasar, pembangunan pasar ini dibangun oleh N.V. Constructie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta sementara material pasar disediakan oleh N.V. Braat perusahaan baja yang didirikan pada tahun 1901 dan berpusat di Gatotan, Surabaya (kini menjadi PT Barata). Perkembangan pasar telah mendorong individu-individu tertentu untuk menyelenggarakan pasar. Mereka adalah orang yang memiliki tanah strategis dan kemudian mengundang para pedagang untuk berjualan di tempat mereka. Tentu saja tidak gratis karena para pedagang akan ditarik uang sewa tempat, uang kebersihan (disebut uang pesapon atau sapon), dan uang lainnya. Sebagian besar pasar-pasar awal wujudnya masih seadanya, tidak tertata, bercampur aduk jenis dagangannya, kotor, bau, bentuk bangunan yang tidak standar, dan tentu saja sangat tidak rapi. Penyelenggaraan pasar pada waktu itu memang terkesan apa adanya, yang penting aktivitas berjualan dan pembelian bisa berjalan dan kebutuhan masyarakat bisa terpenuhi dengan baik. Pasar-pasar mulai mengalami perbaikan setelah Pemerintah Kolonial Belanda menjadikannya sebagai titik perhatian, terutama pada awal abad ke-20, meskipun masih terbatas pada pasar-pasar di kota-kota besar. Pada tahun 1903 lahir Undang-undang Desentralisasi (Decentralisatie Wet 1903), yang memberi otonomi kepada kota-kota di Indonesia. Dengan undang-undang tersebut kota-kota besar dipisahkan pengelolaanya dari pemerintah pusat, dan lahirlah gemeente (kotamadya) di banyak tempat. Otonomi yang diberikan kepada kota meliputi juga otonomi keuangan, sehingga gemeente harus bekerja keras mencari sumber keuangan untuk pengelolaan kota. Pasar merupakan salah satu alternatif sumber pendapatan yang strategis bagi gemeente, karena mereka bisa menarik bea dari para pedagang. Dalam budaya Jawa, sebuah pasar memang hanya dibuka sekali dalam sepekan yang biasanya ditentukan dalam hari pasaran atau sering disebut dengan istilah rotasi. Pengertian rotasi di sini mengacu pada aktivitas pasaran yang berpindah tempat disesuaikan dengan hari baik. Masyarakat mengenal tradisi mancapat dan mancalima. Mancapat yaitu satu desa dengan dikelilingi oleh empat desa yang terletak di empat penjuru mata angin sedangkan mancalima adalah desa induk yang dikelilingi oleh empat penjuru mata angin. Dalam perkembangnya, sistem rotasi dikenal dengan istilah pasaran yang disesuaikan dengan hari baik yang mengandung berbagai perlambang atau simbol. Hari pasaran Jawa meliputi Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Ada alasan mengapa setiap pasar memiliki hari pasaran yang berbeda dengan pasar lain. Alasannya adalah bahwa para pedagang pasar di desa-desa zaman dahulu bukanlah pedagang murni. Sebagian besar di antara mereka adalah para petani yang menjual sisa panen mereka dan pedagang keliling sesuai hari pasaran setempat. Mereka juga tak terlalu banyak membeli barang kebutuhan mengingat kecilnya pendapatan sehingga mereka hanya membeli kebutuhan yang bukan hasil panen saja. Harga barang yang terlalu murah tentu saja tidak menguntungkan pedagang. Sebab itulah tidak setiap hari pasar buka. Guna meratakan perdagangan, maka dalam satu distrik atau kecamatan akan memiliki lima pasar dengan hari pasaran yang berbeda dan selalu digilir penyelenggaraannya. Pasar dalam tradisi Jawa tak sekadar berwujud kegiatan jual-beli, tapi juga dilingkupi perlambang tentang hari-hari baik dalam menjalankan niaga. Tradisi mancapat misalnya. Tradisi ini membentuk satu desa induk yang dikelilingi empat desa lain yang terletak di empat penjuru mata angin. Dari sinilah lahir nama-nama hari pasaran Jawa yang sampai hari ini kita kenal: Pahing, Pon, Wage, Kliwon, dan Legi. Pahing di selatan dengan unsur api dan memancarkan sinar merah. Pon bertempat di barat dengan unsur air dan memancarkan sinar kuning. Wage di utara dengan unsur tanah dan memancarkan sinar hitam. Kliwon terletak di tengah dan memancarkan sinar mancawarna. Legi bertempat di timur dengan unsur udara dan memancarkan aura atau sinar putih. Los Pasar Pundong terkena dampak gempa tahun 2006, oleh karenanya dilakukan renovasi sehingga dapat digunakan kembali pada tanggal 15 Desember 2006. Peresmian Pasar Pundong yang telah direnovasi dilakukan oleh Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Ibu Mari Elka Pangestu. Pada tahun 2019 dilakukan pendataan pada Pasar Pundong. Saat itu Pasar Pundong tengah melakukan rehabilitasi untuk mempertahankan los pasar lama yang dibuat masa kolonial.
Konteks : Pasar Pundong diperkirakan salah satu fasilitas atau infrastruktur yang dibangun Pemerintah Kolonial Belanda sekitar akhir abad ke-18. Kawasan Pundong merupakan jalur vital distribusi hasil perkebunan dan pertanian. Di kawasan ini pernah berdiri salah satu pabrik gula yand didukung jalur rel kereta api Ngabean-Pundong.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemkab bantul
Pengelolaan
Nama Pengelola : Dinas Perdagangan Kab. Bantul
Catatan Khusus : Bahan Utama Penyusun Bangunan : Besi corBahan Pelengkap : Tegel dan atap genteng