Loading

Masuk Jogjacagar

Rumah Tradisional milik Mardi Utomo

No. Reg. 3402072002.3.2021.1384 Status Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Bangunan

Rumah Tradisional di Mangir Lor ini dibangun menghadap ke selatan. Rumah tradisional ini dibangun lebih tinggi 60 cm dari tanah sekitarnya, terdapat tangga berjumlah dua buah yang berada di sisi selatan dan timur rumah. Tangga rumah tradisional terbuat dari bata yang diplester semen.


Rumah Tradisional Mangir Lor menggunakan konstruksi atap model raguman, yaitu rangkaian plafon bambu utuh (empyak) yang dirangkai terlebih dulu sebelum dipasang dengan ijuk yang disebut raguman sebagai pengikat. Konstruksi atap raguman di beberapa bagian mengalami kerusakan dan diganti dengan kayu. Kerusakanterjadi ketika gempa tahun 2006.

Rumah induk dan rumah bagian belakang menggunakan atap limasan cere gancet dengan dinding bata yang diplester semen. Rumah bermodel limasan cere gancet memiliki emper yang bergandengan dengan rumah. Bagian-bagian rumah tradisional yang dapat dikenali antara
lain pendapa dan pawon. 

Pendapa
Bangunan pendapa menggunakan model joglo jompongan dengan ciri atap bersusun dua dan memiliki bubungan atap yang cukup tinggi. Pertemuan atap brunjung dan penanggap tidak dibatasi oleh listplank.

Pendapa didukung oleh empat sakaguru yang polos tanpa ukiran. Emper pendapa berada di sebelah selatan. Lantai pendapa berupa plesteran semen.

Pendapa memiliki tiga pintu di sisi selatan dan utara masing-masing tiga buah bermodel kupu tarung. Jendela pendapa berada di sisi barat. Sakaguru berdiri di atas umpak batu andesit polos. Dua batang kili (kayu panjang di bawah pengeret atau pamidhangan, menancap miring pada saka dengan purusnya) dan sunduk (kayu yang berada di bawah blandar atau pamidhangan, berkedudukan miring serta masuk ke dalam saka) dihubungkan dengan teknik sambung purus. 

Blandar pamidhangan terdiri atas dua batang blandar pamidhangan panyelak dan dua batang blandar pamidhangan pamanjang. Santen bermotif hias ukiran dan disungging, berada di antara sunduk dan blandar pamidhangan. Blandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari tiga batang bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik. 

Pengunci dengan bentuk nanasan berada di keempat sudut blandar lar-laran, digunakan untuk mengunci dua blandar lar-laran paling atas dengan dudur brunjung. Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha paesi berhias ukiran dan disungging. Blandar singup di tengah uleng tersusun dari lima batang balok. Langit-langit pamidhangan ditutup dengan papan kayu berhias ukiran. Usuk dipasang model ri gereh. Atap tradisional ditutup dengan genteng dan bubungan vlaam.

Pawon
Pawon atau dapur rumah tradisional roboh karena gempa tahun 2006. Bagian atap yang roboh tidak didirikan lagi dan dibiarkan terbuka. Atap pawon hanya dipasang di bagian tepi saja. Dinding pawon bagian belakang yang roboh dibangun lagi dan dimundurkan sejauh 3 meter dari dinding aslinya.

Informasi Cagar Budaya

Lokasi Bangunan : Dusun Mangir Lor RT 01 RW 37 Kel. Sendangsari Kec. Pajangan Kab. Bantul Prov. Daerah Istimewa Yogyakarta
Koordinat -7.899885452322357 ; 110.27790151191797

Lokasi Rumah Tradisional milik Mardi Utomo


Koordinat Penemuan : ;
Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Rumah/Permukiman
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Fungsi Situs : Rumah/Permukiman
Fungsi : Rumah/Permukiman
Tokoh : Mardi Utomo
Peristiwa Sejarah : Rumah tradisional Mangir dibangun pada tahun 1955 oleh Mertoijoyo, seorang pengusaha gula jawa di Pasar Beringharjo sebagai rumah tinggal. Saat ini rumah tradisional ditinggali oleh Ibu Mardi Utomo , Bapak Jumari, dan Ibu Siti. Gempa Jogja pada tahun 2006 menimbulkan kerusakan yang parah pada bangunan tradisional. Dinding tradisional mengalami keretakan, sedang bangunan limasan di sebelah utara pendapa, dan pawon roboh. Atap dapur yang roboh tidak dibangun kembali seperti sebelum gempa, tetapi dibiarkan terbuka. Atap dipasang pada bagian tritisan saja. Dinding belakang dapur yang roboh dibangun kembali dan dimundurkan sejauh 3 meter. Saat ini bagian dapur yang terbuka digunakan untuk menjemur pakaian dan padi. Selain pawon, perubahan yang dilakukan pada rumah tradisional ialah penggantian usuk dan reng bambu yang dilakukan seperlunya ketika terjadi kerusakan. Pemanfaatan pada saat ini ialah sebagai rumah tinggal dan tempat arisan.
Nilai Sejarah : Rumah ini memiliki nilai sejarah yang tinggi karena dibangun dan ditempati oleh pengusaha gula Pasar Beringharjo pada masa itu
Nilai Ilmu Pengetahuan : Rumah tradisional Mangir Lor menunjukkan bahwa leluhur kita telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah tradisional yang khas. Rumah merupakan suatu susunan yang terdiri atas beberapa bangunan dan halaman (ruang terbuka).Menggunakan model arsitektur tradisional Jawa yang tampak dari tipe bangunan limasan dan limasan cere gancet. Masing-masing tipe memiliki teknologi khusus dalam proses pembangunannya.Kayu jati dan bambu digunakan sebagai bahan utama baik sebagai komponen struktur bangunan maupun elemen arsitektural.Konstruksi menggunakan teknik bongkar pasang (knock- down) dengan teknik sambungan purus dan pasak tanpa paku.
Nilai Pendidikan : Sebagai pembelajaran masyarakat umum dan peserta didik tentang filosofi yang terdapat pada bangunan tradisional Jawa. Pada akhirnya hal itu dapat memberikan inspirasi bagi pendidikan lokal sebagai landasan bagi penguatan karakter bangsa
Nilai Budaya : Arah hadap bangunan ke selatan mengikuti kepercayaan tertentu. Pola tata letak bangunantersusun simetris mengikuti prinsip tata letak sesuai sumbu utara selatan dan memiliki nilai kesakralan yang semakin meningkat ke arah belakang. Selain memperhatikan fungsi, rumah tradisional Jawa juga memperhatikan hubungan dengan alam, seperti matahari, arah angin, hujan, aliran air di bawah tanah, dan kondisi tanah. Rumah tradisional Jawa memiliki komposisi dan proporsi yang khas menunjukkan karakteristik arsitektur Jawa, yang tercermin pada pembagian area publik dan pribadi, penyusunan pola tata letak bangunan secara simetris sesuai sumbu utara selatan untuk menunjukkan tingkat kesakralan, pembagian elemen bangunan sebagai manifestasi gambaran manusia (bangunan terdiri dari bagian kaki, tubuh,dan kepala), penggunaan kayu jati yang merupakan kayu terbaik sebagai material konstruksi maupun non konstruksi, mengenal ragam hias yang kaya simbol, serta berbagai ritual yang berhubungan dengan pendirian rumah.
Nama Pemilik Terakhir : Mardi Utomo
Riwayat Pengelolaan
Nama Pengelola : Ibu Mulatinah (istri) dan Bapak Jumari (anak).