Loading

ARCA MENHIR SAPTOSARI

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Menhir adalah batu tegak berdatar tradisi Megalitik yang merupakan objek pemujaan, pada umumnya ditancapkan pada posisi berdiri, walaupun ada yang terlentang. Menhir dikenal juga dengan istilah batu mayat, batu bedil, batu tegak, dan batu meriam. Arca menhir berbentuk bulat pejal memanjang. Permukaan arca menhir terutama pada bagian badan, leher, dan muka dipahat sangat halus. Secara visual arca menhir tersebut dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
a. kepala
b. tubuh

Ukuran : 
Panjang keseluruhan                           : 195 cm
Panjang bagian bawah sampai bahu   : 150 cm
Panjang bahu sampai kepala               : 45 cm
Lebar kepala                                         : 23 cm
Lebar leher                                            : 18 cm
Lebar bahu                                            : 24 cm
Lebar badan                                          : 24 cm  
Tebal                                                      : 24 cm

Kondisi Saat Ini : Bagian wajah aus, sekarang disimpan di kantor BPCB DIY


Status : Benda Cagar Budaya
Alamat : Dusun Sawah, Monggol, Saptosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

No. Registrasi Daerah : R 0029/TACBGK/06/2018


Bahan Utama : Batu Batu Putih
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang
Lebar 24
Tinggi 195
Tebal 24
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Arca menhir ditemukan secara tidak sengaja oleh Nyonya Waginah ketika sedang mengolah lahan untuk ditanami jagung. Ketika sedang mencangkul, cangkul terantuk benda keras berupa batu yang menonjol sehingga berusaha untuk memindah batu tersebut. Setelah digali terus batu tersebut ternyata cukup dalam dan panjang. Setelah tampak batu tersebut menyerupai patung manusia yang sangat aneh bentuknya. Kemudian temuan patung mirip manusia tersebut dilaporkan oleh Nyonya Waginah ke kepala desa yang kemudian menindaklanjutinya dengan melaporkan ke BPCB DIY pada tanggal 26 November 2015. Kemudian Tim BPCB DIY melakukan penyelamatan temuan dan dilakukan analisis yang hasilnya merupakan Benda Cagar Budaya yang karena mempunyai nilai penting dan langka dikuasai oleh negara. Sebagai apresiasi negara terhadap penemu maka si penemu diberikan penghargaan dan kompensasi sebesar Rp. 7.500.000,00.Secara fisik arca menhir berbentuk panjang memiliki kepala, leher, badan tetapi tanpa tangan dan kaki karena fungsinya sebagai menhir. Didalam periodisasi masa Prasejarah diketahui bahwa arca menhir berkembang pada masa tradisi Megalitikum.Tradisi Megalitikum adalah suatu adat kebiasaan yang menghasilkan benda-benda atau bangunan dari batu yang berhubungan dengan upacara atau penguburan. Pendukung tradisi Megalitikum percaya bahwa arwah nenek moyang yang telah meninggal, masih hidup di dunia arwah. Mereka juga percaya bahwa kehidupan mereka sangat dipengaruhi oleh arwah nenek moyang. Keamanan, kesehatan, kesuburan, dan lain-lain sangat ditentukan oleh bagaimana perlakuan mereka terhadap arwah nenek moyang mereka yang telah meninggal. Dengan perlakuan yang baik, mereka mengharapkan perlindungan sehingga selalu terhindar dari ancaman bahaya.Megalitik merupakan kebudayaan yang lebih muda setelah paleolitik (zaman batu tua) dan neolitik (zaman batu muda) karena sudah mengenal alat batu yang diasah. Berdasarkan bentuk peninggalannya, tradisi Megalitik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu megalitik tua dan megalitik muda. Megalitik tua biasanya ditandai dengan hasil budaya berupa menhir, dolmen, teras berundak dan batu datar. Sedangkan, megalitik muda ditandai dengan bentuk arca menhir, keranda batu, kubur peti batu (sarkofagus), dan lain-lain. Berdasarkan masanya, tradisi Megalitik dibedakan menjadi dua, yaitu tradisi Megalitik yang berasal dari masa Prasejarah (prehistorical megalithic tradition) yang biasanya merupakan monumen yang tidak dipakai lagi (dead monuments) dan tradisi Megalitik yang masih berlanjut atau masih dipakai oleh masyarakat pendukungnya sampai sekarang (living megalithic tradition) (Sukendar, 1996/1997: 1).Menhir : biasa disebut batu tegak, batu alam untuk keperluan pemujaan atau untuk tanda penguburan.Arca menhir : pahatan berbentuk antropomorpik tanpa kaki yang hanya terdiri dari kepala, leher, dan badan. Atau tiang batu (menhir) yang dipahat secara sederhana, namun sudah menggambarkan bentuk arca manusia. Bagian yang dipahat meliputi bagian wajah dan lengan tangan.Pada masa Megalitikum menhir merupakan perwujudan tokoh yang telah meninggal dunia. Menhir juga berfungsi sebagai media pemujaan kepada roh nenek moyang dan sebagai tanda peringatan. Sejak jaman Belanda, keberadaan situs-situs Megalitikum di Gunungkidul telah menarik ahli-ahli arkeologi, antara lain arkeolog Belanda bernama JL. Moens pada tahun 1934, kemudian Van der Hoop ( Heekeren, 1951:51 dalam Sumiati AS, 1980: 27) . Kemudian pada tahun 1968 Haris Sukendar melakukan pengamatan kembali terhadap obyek-obyek penelitian Van Der Hoop (Sumiati AS, 1980: 27). Prof. Dr. Sumiati AS, mengemukakan bahwa arca menhir tidak dapat dilepaskan dari tradisi Megalitik, terutama dengan konsep latar belakang kepercayaan. Hal tersebut disebabkan oleh karena di dalam tradisi Megalitik dikenal suatu konsep adanya kehidupan kembali sesudah mati. Atas dasar konsep itu maka dalam masyarakat Megalitikum muncul kebiasaan melakukan pemujaan nenek moyang. Melalui pemujaan nenek moyang, tradisi Megalitik berkeyakinan bahwa hubungan antara yang sudah meninggal dengan yang masih hidup akan tetap terjalin. Selain itu juga bahwa dalam masyarakat Megalitikum mengenal suatu tradisi membuat sesuatu, yang dapat digunakan sebagai perantara untuk mengadakan hubungan dengan orang yang sudah meninggal. Salah satu hasilnya adalah arca menhir. Juga Von Heine Gelgern mengemukakan pendapatnya bahwa arca yang mempunyai bentuk sederhana dapat dianggap sebagai perwujudan nenek moyang.Melihat arca menhir yang ditemukan di daerah Gunungkidul berbentuk sederhana, maka dimungkinkan bahwa arca menhir Gunungkidul diciptakan dengan tujuan sebagai perwujudan nenek moyang.Masyarakat pada masa itu mengharapkan bahwa dengan perantara arca tersebut, dapat selalu mengadakan hubungan dengan orang yang sudah meninggal. Sementara ini di daerah Gunungkidul arca menhir banyak ditemukan di daerah Gondang, Playen, Sokoliman, dan Bleberan. Arca-arca menhir seperti yang ditemukan di Gunungkidul pada umumnya juga ditemukan di daerah Sulawesi tengah. Kebiasaan membuat arca perwujudan ini masih berlangsung di daerah lain seperti Suku Asmat di Irian Jaya, Suku Toraja di Sulawesi Selatan, dan Dayak di Kalimantan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta keberadaan arca menhir/megalith/ yang ditemukan di Dusun Sawah, Desa Monggol, Kecamatan Saptosari, Gunungkidul keberadaannya perlu dilindungi kelestariannya.
Nilai Sejarah : Arca menhir merupakan bukti perkembangan kebudayaan manusia Prasejarah di wilayah Gunungkidul yang mengindikasikan di wilayah Gunungkidul telah lebih awal muncul peradaban Prasejarah dibanding kabupaten/kota lainnya di wilayah DIY.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Arca menhir mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahun khususnya bagi ilmu arkeologi. Bagi ilmuarkeologi, arca menhir dapat digunakan untuk mengkaji budaya masa lampau manusia pada jaman prasejarah.
Nilai Pendidikan : Arca Menhir merupakan bukti konkret hasil karya peradaban masa Prasejarah di Indonesia, yang tidak hanya mengandung aspek fungsional tetapi juga aspek filosofis, dan estetika
Nilai Budaya : Dengan demikian dari segi kebudayaan, eksistensi arca menhir ini juga memperkaya khasanah budaya Indonesia, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY
Alamat Pemilik : Bogem. Jl. Yogya-Solo Km 15
Pengelolaan
Nama Pengelola : Balai Pelestarian Cagar Budaya DIY
Alamat Pengelola : Bogem. Jl. Yogya-Solo Km 15