Loading

Rumah Tradisional Dwijo Marwoto

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Bangunan Rumah Tradisional Dwijo Marwoto alias Giyono, terletak di tepi Jalan Pasar Pahing - Piyaman. Rumah tersebut berada di utara jalan menghadap ke arah selatan. Rumah Dwijo Marwoto menempati sebidang lahan di sisi utara jalan. Pada sebidang lahan seluas 2.145 m². Adapun bangunan rumah yang berdiri di atas lahan tersebut adalah Joglo, Omah tengah, Omah mburi, dan Pawon atau dapur. Bangunan rumah saat ini dihuni oleh ahli waris Dwijo Marwoto yaitu : Sri Suwarni atau istri Dwijo Marwoto almarhum dan Basuki Wibowo Raharjo, anak Dwijo Marwoto. Rumah Tradisional Dwijo Marwoto merupakan rumah keturunan dari Demang Wonopawiro, seorang tokoh legenda dari Kisah Babad Alas Nongko Doyong. Bapak Basuki Wibowo Raharjo merupakan keturunan atau generasi ke-6.
Deskripsi atas bangunan yang terdapat di Rumah Tradisional Dwijo Marwoto adalah sebagai berikut :
1. Joglo.
Menurut penjelasan Bapak Basuki, Rumah Joglo merupakan satu-satunya bangunan asli peninggalan Demang Mangunpawiro. Deskripsi atas bangunan Joglo, bisa dijelaskan sebagai berikut:
- Lantai
Permukaan lantai Joglo ditutup batu putih berukuran 25 cm x 25 cm kemudian diberi semen plester. Jadi bentuk batu putih sudah tersamarkan oleh acian semen yang digunakan untuk melapisi semen plaster.
- Tiang dan dinding
4 buah saka guru menyangga struktur atap yang berbentuk Joglo. Dinding sekeliling Joglo menggunakan semen tembok. Pada bagian dinding sisi selatan merupakan sisi depan, terdapat 3 buah pintu. (detail ukuran : lihat lampiran gambar teknik)
- Atap (eksisting)
Struktur atap joglo merupakan struktur penyangga atap berbentuk brunjung. Struktur tersebut terdiri dari sunduk, sunduk kili, blandar, dhadha peksi, tumpangsari, uleng, jurai dan nok atau molo. Sebagai pengikat dan pengaku keempat saka guru tersebut yaitu sunduk dan sunduk kili. Tumpangsari dan uleng memiliki jumlah 3 tingkat. Pada bagian ujung balok tumpang sari paling atas terdapat 4 pola hias buah keben yang berfungsi sebagai pengunci.
Midhangan ditutup oleh papan kayu tanpa ornamen. Pada balok dhadha peksi terdapat ukiran berpola hias daun atau patra, bunga, dan lung lungan atau tumbuhan menjalar. Seluruh material kayu tidak dicat, berwarna hitam karena lenges (jelaga yang ditinggalkan dari asap hitam lampu minyak) yang didapat dari sisa pembakaran lampu minyak pada masa lalu.
Usuk Joglo berbentuk rigereh. Atap penutup Joglo menggunakan genteng keripik. Seluruh bubungan atau wuwung pada bagian atap brunjung ditutup dengan seng. Sementara bubungan pada bagian dudur ditutup dengan genteng wuwung.
- Emper
Emper atau bidang atap pada sisi paling luar dari atap joglo Rumah Dwijo Marwoto berupa bangunan terbuka dengan material usuk dan reng bambu. Sementara untuk penyangga menggunakan material kayu jati yang sudah cukup keropos keadaannya. Emper pada sisi depan berupa bangunan terbuka yang berfungsi sebagai teras. Emper pada sisi barat digunakan untuk menyimpan damen atau jerami. Emper sisi timur digunakan untuk kamar, emper sisi dihilangkan kemudian dibangun ruangan tambahan untuk perluasan ruangan supaya menyatu dengan omah mburi.
2. Omah mburi Beratap Limasan
Menurut keterangan Bapak Basuki, omah mburi yang beratap tipe limasan merupakan bangunan baru yang dibangun pada tahun 1971. Bangunan omah mburi yang asli pada tahun 1971 diwariskan ke adik dari Ibu Dwijo Marwoto. Omah mburi digunakan sebagai ruang penyimpanan benda-benda kuno peninggalan Dwijo Marwoto almarhum. Benda-benda tersebut diantaranya : tombak, keris, dan krobokan. Karena omah mburi berusia di bawah 50 tahun, maka tidak dijelaskan secara detail.
3. Bangunan perluasan (diantara Joglo dan Omah Mburi)
Merupakan bangunan yang didirikan pada tahun 1995. Bangunan tersebut merupakan bangunan diantara Joglo dan bangunan omah mburi. Semula bangunan yang ada adalah atap emper joglo dan atap emper omah mburi. Karena bentuknya terlalu rendah, atap emper tersebut dibongkar, kemudian didirikan sebuah bangunan penghubung beratap kampung. Tidak dijelaskan lebih lanjut, karena usia bangunan masih di bawah 50 tahun.

Berdasarkan pengamatan terhadap Rumah Dwijo Marwoto, pada bagian joglo ditemukan banyak kerusakan. Kerusakan yang paling utama adalah pada bagian atap. Kerusakan terutama terdapat pada kayu reng dan usuk yang keropos. Pada bagian bubungan atau wuwung hanya ditutup dengan seng. Bentuk Joglo yang didirikan tanpa menggunakan umpak, menjadikan Joglo tampak lebih rendah (merunduk).

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Tradisional Jawa
Alamat : Dusun Piyaman 2, RT 03 / RW 02, Piyaman, Wonosari, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9300731505777° S, 110.59271871793° E

SK Walikota/Bupati : KepBup Nomor 275/KPTS/2019


Lokasi Rumah Tradisional Dwijo Marwoto di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah KepemilikanBerdasarkan penjelasan Bapak Basuki Wibowo Raharjo yang diperjelas melalui daftar silsilah keluarga Trah Demang Wonopawiro, maka dapat ketahui bahwa urutan ahli waris Rumah Tradisional Dwijo Marwoto adalah sebagai berikut : (1) Demang Wonopawiro - (2) Mangunpawiro / Bagus Gusang - (3) Kartopawiro - (4) Rakidin Pawiro Miyarjo + Warsinem (Anak ke-2 Harjodinomo) - (5) Giyono Dwijo Marwoto + Sri Suwarni - (6) Basuki Wibowo Raharjo (sekarang).Menurut penjelasan ahli waris dan narasumber dari Desa Piyaman, semula Joglo Dwijo Marwoto merupakan pemberian Demang Wonopawiro kepada anak satu-satunya yang bernama Mangunpawiro. Berdasarkan penjelasan Bapak Basuki, Joglo tersebut semula berasal dari daerah Kajar. Bangunan joglo dan pekarangan rumah kemudian turun waris kepada Rakidin Pawiro Miyarso, dan turun waris lagi kepada Dwijo Marwoto alias Giyono. Sekarang Joglo telah diwariskan kepada Bapak Basuki, anak pertama dari dari Giyono Dwijo Marwoto.B. Sejarah BangunanBerikut adalah urutan sejarah perjalanan bangunan Rumah Tradisional Dwijo Marwoto :- Tahun 1800 anBerdasarkan cerita Bapak Basuki, bangunan joglo semula berasal dari daerah Kajar. Oleh Demang Wonopawiro, joglo diberikan kepada anak satu-satunya yang bernama Mangunpawiro. Kejadian tersebut terjadi pada sekitar abad ke-19. Mangunpawiro selanjutnya meneruskan jabatan Demang Piyaman, sepeninggal Wonopawiro. Menurut narasumber yang bernama Sujadi (40 Tahun) – pamong desa setempat (Carik), dijelaskan bahwa rumah Dwijo Marwoto oleh masyarakat Piyaman dikenal sebagai Omah Cithakan. Istilah Omah Cithakkan mempunyai makna sebagai omah yang digunakan sebagai tempat untuk men-Chitak sawah (memetak-metak sawah). Kondisi tersebut bisa terjadi, mengingat pada masa sebelum Demang Mangunpawiro berkuasa, konon daerah Piyaman masih berupa hutan. Jadi Omah Cithakan ini diduga merupakan salah satu istilah untuk membagi-bagi lahan pertanian yang hendak digunakan warga Piyaman pada masa itu. Pada akhir cerita dikisahkan bahwa Demang Mangunpawiro merupakan demang Piyaman yang terakhir. Karena pada masa sesudah Mangunpawiro, jabatan penguasa Desa Piyaman disebut dengan lurah.- Tahun 1970Berdasarkan penjelasan penghuni Bapak Basuki Wibowo Raharjo, pada tahun 1970 bangunan rumah Dwijo Marwoto digeser sekitar 30 meter ke arah selatan dari lokasi aslinya. Sebelum digeser, bangunan rumah Dwijo Marwoto terdiri atas lintring, Joglo, omah mburi yang berbentuk limasan, dan pawon atau dapur. Alasan pemindahan tersebut karena, di lokasi yang lama elevasi tanahnya terlalu rendah, sehingga bangunan di geser ke arah selatan atau ke tempat yang lebih tiggi. Catatan penting ketika pemindahan tersebut adalah :a. Bangunan lintring tidak ikut digeser ke arah selatan, melainkan dibangun kembali di belakang rumah.b. Saka guru joglo yang semula didirikan diatas umpak dari kayu berbentuk kerucut terpancung, pada waktu Joglo dipindah, umpak tersebut tidak dipasang. Akibatnya : bangunan joglo yang sekarang terlihat merunduk pada sisi empernya, karena saka guru joglo menjadi lebih rendah dari aslinya.- Tahun 1971Omah mburi beratap limasan, pindah tempat karena turun waris ke adik dari Dwijo Marwoto. Bangunan omah mburi dibangun kembali, dengan bentuk bangunan beratap limasan.- Tahun 1995Tahun 1995 atap emper Joglo sisi utara dan atap emper sisi selatan omah mburi di bongkar. Karena alasan posisi pertemuan kedua emper terlalu rendah, diantara kedua bangunan baru menjadi bangunan beratap kampung.- Tahun 1997Lawang gebyok pada sekeliling bangunan joglo dilepas, diganti dengan dinding dari bahan tembok. Beberapa lawang gebyok yang berasal dari bangunan Joglo masih disimpan, digunakan untuk penutup pawon atau dapur.Menurut penjelasan Bapak Basuki, Joglo merupakan bangunan bersejarah dan berusia paling tua di rumah tersebut.
Nilai Sejarah : - Rumah Tradisional Dwijo Marwoto memiliki nilai sejarah penting yang diyakini masyarakat Piyaman sebagai rumah tempat tinggal Demang Mangunpawiro. - Menjadi alat bukti di bidang sejarah, dalam rangka menelusuri lebih lanjut keberadaan seorang tokoh masyarakat pada masa silam yang diduga pernah hidup dan memberi kontribusi yang penting terhadap perkembangan Desa Piyaman.
Nilai Ilmu Pengetahuan : - Arsitektur dan Arkeologi : bangunan ini mempunyai bentuk yang khas sebagai bangunan dengan ciri arsitektur tradisional Jawa Kerakyatan. - Sosial : menjadi bahan edukasi dan informasi tentang gaya arsitektur rumah tinggal, materi bangunan, filosofi bangunan dan ruang, peruntukan dan pembagian masingmasing ruang, adaptasi dengan iklim, serta fungsinya di dalam interaksi sosial budaya masyarakat pada masa itu.
Nilai Pendidikan : - Pengetahuan tentang bentuk-bentuk rumah tradisional 10 Jawa serta pengetahuan tentang budaya masyarakatnya yang memperlihatkan interaksi, filosofi, karya kreatif, bahan/material bangunan yang tersedia pada masa itu, serta tingkatan sosial dari pemilik bangunan.
Nilai Budaya : - Memperlihatkan sistem budaya baik interaksi antar anggota keluarga dan sosial masyarakat, maupun memperlihatkan pengetahuan pemilik akan materi bangunan serta filosofinya.- Menjadi obyek pembelajaran kebudayaan terhadap masyarakat yang berkembang di daerah piyaman pada masa lalu, khususnya masa sebelum kemerdekaan.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Dwijo Marwoto
Pengelolaan
Nama Pengelola : Basuki Wibowo Raharjo
Catatan Khusus : Koordinat SK : 49M; 455109.953 E 9123410.645 N