Loading

Batu Kenong D 77j Penampungan Bleberan

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Batu Kenong D 77j di Penampungan Bleberan merupakan 1 diantara 3 buah batu kenong yang diselamatkan dari sebelah utara makam Desa Plembutan pada tahun 2002. Penampungan Bleberan berada di alamat Dusun Bleberan RT 27 RW 4, Desa Bleberan Kecamatan Playen. Baru kenong D77j berada di tempat terbuka di Penampungan Bleberan. Saat ini benda tersebut menjadi salah satu dari 57 benda-benda megalitik kecamatan Playen yang dikumpulkan di penampungan Bleberan. Dimensi batu kenong D 77h diduga semula berbentuk penampang bulat penuh. Namun, ketika ketika diamankan ke Penampungan Bleberan pada tahun 2002 benda tersebut kondisinya sudah sangat aus dan tidak utuh. Sbagai perbandingan dengan 2 batu kenong yang lain (D77i dan D77j) maka D77j memiliki bentuk kerusakan yang paling banyak. Batu Kenong D 77j yang dibuat dari bahan material batu puitih (batu kapur) memiliki bentuk permukaan yang kasar dan tidak rata. Secara umum kondisi Batu Kenong D 77j berada dalam keadaan aus. Batu Kenong D 77j saat ini terawat karena berada di Penampungan Bleberan. Petugas Jupel Penampungan Bleberan secara berkala membersihkan permukaan batu dari lumut dan jamur dengan menggunakan peralatan pembersih.


Kondisi Saat Ini : Berada di alam terbuka tetapi terawat di Penampungan Bleberan. Secara umum kondisi batu kenong dalam keadaan aus.

Status : Benda Cagar Budaya
Periodesasi : Prasejarah
Bagian dari : Situs Bleberan
Alamat : Bleberan RT 27 RW 04, Bleberan, Playen, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

SK Walikota/Bupati : R0070/TACBGK/08/2019


Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang -
Lebar -
Tinggi 25
Tebal -
Diameter 73
Berat -
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Batu Kenong di IndonesiaPeninggalan Megalitik merupakan peninggalan budaya masa lalu yang ditandai dengan pembuatan batu besar. Tradisi pembuatan batu besar tersebut seringkali dikaitkan dengan kegiatan upacara atau penguburan. Tradisi ini dibangun oleh pemimpin adat ataupun penguasa sebuah daerah untuk menjaga harkat dan martabat mereka. Pendukung Tradisi Megalitik percaya bahwa arwah leluhur mereka masih akan terus hidup di dunia arwah. Mereka juga percaya bahwa kehidupan yang sedang berlangsung sangat dipengaruhi oleh arwah nenek moyang. Dengan perlakuan yang baik terhadap arwah leluhur akan menimbulkan ketentraman dan keselamatan bagi yang masih hidup di dunia. Diwilayah Gunungkidul banyak diketemukan benda-benda peninggalan Masa Megalitik. Benda Megalitik di Gunungkidul merupakan dead monument atau monumen yang sudah mati, karena sudah ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya begitu lama. Benda-benda tersebut tersebar di daerah Ponjong, Semanu, Karangmojo, Playen, Paliyan dan Saptosari. Benda-benda seperti Menhir, Kubur Peti Batu, sangat banyak diketemukan di daerah tersebut. Arkeolog seperti JL Moens dan Van Der Hoop pada tahun 1935 sangat intens dalam melakukan penelitian batu-batu Megalitik di wilayah Karangmojo. Penelitian tersebut dilanjutkan pada masa pasca kemerdekaan oleh Haris Sukendar pada tahun 1968.Temuan yang sangat langka dan mungkin hanya satu-satunya di wilayah Gunungkidul (bahkan DIY) adalah temuan “Batu Kenong” di Situs Bleberan. Tiga buah Batu Kenong yang diketemukan dari sebelah utara Makam Desa Plembutan – sebelah timur desa Bleberan, menjadi temuan batu kenong pertama hingga saat ini. Dugaan sementara untuk batu kenong tersebut adalah sebagai bagian dari sarana pemujaan terhadap nenek moyang atau sebagai rangkaian dari Tradisi Megalitik di daerah Bleberan. Meskipun hanya sebatas dugaan, namun konteks temuannya yang berada di dekat pemakaman desa memperkuat keterkaitan dari dugaan tersebut, dengan catatan perlu dikaji lebih lanjut melalui penelitian yang lebih mendalam.Temuan Batu Kenong yang lain di Indonesia terdapat di daerah Pakuniran, Maesan – Bondowoso, Jawa Timur. Dari hasil penelitian etnoarkeologi yang pernah dilakukan terbukti bahwa batu kenong di Bondowoso digunakan sebagai umpak dari sebuah bangunan untuk hunian. Dilihat secara fisik, terdapat perbedaan antara temuan batu kenong dari Bondowoso dan batu kenong dari Bleberan. Ukuran batu kenong Bondowoso lebih ramping dan tinggi, sementara temuan di Bleberan khususnya Batu Kenong D 77i cenderung gemuk dan tambun. Sementara Batu kenong D 77j dan D 77j cenderung lebih pendek dari D 77i. Hingga saat ini belum pernah diadakan penelitian yang mendalam mengenai temuan 3 buah batu kenong di Gunungkidul. Sejauh ini, baru dijelaskan bahwa temuan batu kenong Gunungkidul memiliki rangkaian dengan temuan batu-batu Megalitik lain di wilayah Bleberan.B. Sejarah Penemuan Batu Kenong di BleberanCatatan penemuan benda-benda Megalitik di Gunungkidul banyak ditulis oleh Penguasa Belanda dan dimasukkan ke dalam Rapporten Ondheidkundigen Dients (ROD). Keterangan penting yang tercantum dalam ROD tahun 1915 masih digunakan sebagai acuan dalam penanganan dan penyelamatan Benda Cagar Budaya di Gunungkidul. Pada tahun 1984 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang BPCB) Daerah Istimewa Yogyakarta mengadakan kegiatan penyuluhan kepurbakalaan di daerah Gunungkidul. Dari kegiatan yang berlangsung pada tahun tersebut Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala menindaklanjuti dengan kegiatan pengamanan pada tahun 1998, bersamaan dengan pembebasan sebuah lahan di Dusun Bleberan manjadi tempat penampungan benda-benda Cagar Budaya. Pada tahun 1998 diadakan 2 kali kegiatan pengamanan benda benda cagar budaya yang diketemukan dari daerah Playen. Hasil temuan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam Penampungan Bleberan. Pada saat itu tiga buah batu kenong yang diketemukan dari sebelah utara Makam Desa Plembutan, diamankan ke dalam Penampungan Bleberan. Tiga batu kenong diberi nomer inventaris sementara : D 89 z7, D 89 z8, dan D 89 z9. Pada tahun 2002 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakalai untuk pertamakalinya melakukan kegiatan pendataan ulang temuan cagar budaya di Penampungan Bleberan. Kegiatan tersebut dilakukan sebagai kelanjutan dari hasil pengamanan benda-benda cagar budaya yang dilakukan pada tahun 1998. Batu Kenong D 89 z7, D 89 z8, dan D 89 z9 di data ulang dan mendapatkan nomor inventaris D 77h, D 77i, dan D 77j. Tidak seperti Batu Kenong D 77i yang relatif utuh, D 77j bentuknya sudah pecah sejak diamankan ke Penampungan Bleberan.
Nilai Sejarah : Batu Kenong D 77j merupakan bukti perkembangan kebudayaan manusia prasejarah di wilayah Gunungkidul. Batu Kenong D77j sebagai batu Megalitik digunakan sebagai media pemujaan terhadap roh-roh nenek moyang.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Batu Kenong D 77j mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahun khususnya bagi ilmu arkeologi, dan sejarah. Batu kenong dapat digunakan sebagai kajian tentang rekonstruksi budaya masa lampau manusia pada zaman prasejarah sebelum mengenal tulisan.
Nilai Pendidikan : Batu Kenong D 77j merupakan bukti konkret hasil karya peradaban Masa Prasejarah di Indonesia, yang dapat digunakan sebagai objek pembelajaran bagi masyarakat khususnya ilmu arkeologi, sejarah, dan budaya.
Nilai Budaya : Dari segi kebudayaan, eksistensi batu kenong tersebut membuktikan bahwa Gunungkidul memiliki kebudayaan yang lebih tua di bandingkan kabupaten yang lain di DIY.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : BPCB DIY
Pengelolaan
Nama Pengelola : BPCB DIY