Arca Ganesha digambarkan duduk di atas sebuah lapik dengan kondisi tidak utuh. Pada bagian leher hingga kepala hilang. Pada bagian tangan kiri hanya sampai lengan. Pada bagian tangan kanan, pergelangan dan telapak tangan hilang. Pada bagian kaki terutama pada telapak kaki rusak.
Bentuk badan Ganesha gemuk dengan tundila atau perut yang buncit. Pada bagian lengan dan tangan terdapat keyura atau kelat bahu dan kankana atau gelang. Pada bagian bawah leher terdapat hara atau kalung. Pada bagian bahu kiri menggantung upawita atau tali kasta. Pada bagian perut terdapat udarabanda atau ikat pinggang. Belalai yang umumnya diukir menyilang ke tangan kiri sudah rusak, hanya terlihat bekasnya di perut.
Sikap duduk Ganesha adalah utkutikasana atau bersila dengan kedua telapak kaki berhadapan satu sama lain. Ganesha duduk di atas asana yang berbentuk padmasana. Berdasarkan kajian ciri-ciri ikonografi di atas, tampak jelas bahwa arca tersebut adalah Ganesha.
Bahan Utama | : | Batu Batu Putih |
Keterawatan | : | / |
Dimensi Benda | : |
Panjang - Lebar 40 Tinggi 55 Tebal 30 Diameter - Berat - |
Peristiwa Sejarah | : | A. Mitologi GaneshaGanesha merupakan putra dari Dewa Siwa dan Dewi Parwati. Ganesha merupakan tokoh dewa yang memiliki perwujudan istimewa dengan kepala gajah berbadan manusia yang berperut buncit. Dalam mitologi Agama Hindu, Ganesha merupakan dewa yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan transedental serta menjadai penghalang marabahaya. Karena sifatnya tersebut maka Ganesha merupakan dewa yang banyak dipuja masyarakat. Dalam kebudayaan Hindu Jawa, Ganesha menjadi dewa yang banyak dipuja. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya temuan arca Dewa Ganesha di seluruh Jawa. Dalam bangunan Candi Siwa, Ganesha biasanya menuduki posisi timur atau barat.B. Sejarah Ganesha dan Candi Hindu di Situs PulutanArca Ganesha diketemukan di Situs Pulutan bersama dengan arca Agastya, dan arca Durga pada saat ekskavasi tahun 2012. Saat ini Arca Ganesha disimpan di ruang koleksi kantor BPCB DIY. Situs Pulutan merupakan peninggalan arkeologi berupa candi berlatar belakang agama Hindu. Situs Pulutan dalam penyebutan sebelumnya dikenal dengan Situs Butuh yang secara geografis menempati areal berupa tegalan dengan ketinggian 167 m dari permukaan laut. Lingkungan sekitar situs berupa dataran tandus berupa tanah kapur dengan banyak ditumbuhi tanaman pohon jati dan tanaman keras lainnya. Lahan disekitar situs berupa tegalan, makam, jalan kampung, sungai dan pemukiman. Situs Pulutan baru dikenal dalam khasanah cagar budaya di wilayah Gunung Kidul berdasarkan data inventarisasi BPCB DIY tahun 1986 (dulu Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Daerah Istimewa Yogyakarta), dengan nomor inventaris D 103. Data hasil inventarisasi menyebutkan bahwa di Butuh, Pulutan terdapat sisa-sisa bangunan candi, menggunakan bahan dari batu kapur.Kemudian pada tahun 2012 dilakukan kegiatan Ekskavasi Penyelamatan Situs Butuh atau Situs Candi Pulutan dan ditemukan data-data yang membuktikan tentang sisa-sisa struktur bangunan candi berbahan batu putih. Berdasarkan data-data hasil ekskavasi diketahui bahwa struktur bangunan tersusun dari blok batu putih dengan sistem takikan. Struktur bangunan candi diperkirakan berukuran 5,5 x 5,5 m dengan indikasi pintu dan tangga di sisi timur. Di sebelah selatan pintu masuk candi terdapat temuan lingga semu (lingga patok) yang berfungsi sebagai brahmasthana (titik pusat/tengah). Di sebelah selatan reruntuhan struktur dinding ditemukan arca Agastya, juga ditemukan Arca Ganesha menghadap ke arah barat pada reruntuhan struktur sebelah barat.Sejarah tentang kapan berdirinya Candi Pulutan sampai sekarang belum diketahui secara pasti, hal tersebut disebabkan adanya keterbatasan data arkeologis. Namun berdasarkan temuan arca Ganesha, Agastya, dan Durga dapat dipastikan bahwa Situs Pulutan merupakan struktur bangunan candi berlatar belakang agama Hindu. Agama Hindu berkembang di Jawa Tengah sekitar abad VIII- X M. Perkembangan agama Hindu di wilayah Gunungkidul sangat sedikit datanya, namun demikian adanya temuan struktur candi seperti Candi Plembutan, Situs Gambirowati, dan Situs Pulutan membuktikan bahwa pada sekitar abad VIII – X agama Hindu sudah berkembang di wilayah Gunungkidul. Candi-candi periode Klasik Jawa Tengah memiliki langgam arsitektur yang dikenal sebagai candi gaya Mataram Kuno (abad VIII-X) dan pada umumnya ditemukan dalam gugusan (kompleks) atau berdiri sendiri. Apabila berdiri sendiri dalam satu kompleks maka halamannya terdiri dari satu lapis atau lebih dengan memusat atau konsentris pada candi induk (Prasada) seperti pada kompleks Candi Prambanan dan Candi Sambisari. Kompleks Candi Prambanan dan Candi Sambisari memiliki tiga halaman dan sebagai pusatnya adalah candi induk. Candi induk dianggap sebagai rumah dewa (dewa grha) dan dewa Siwa sebagai Mahadewa (lingga) menempati ruang utama (garbha-grha). Batas penggambaran ruang atau halaman di Candi Prambanan dan Candi Sambisari diperlihatkan dengan adanya pagar halaman. Pagar halaman berjumlah tiga tingkat dan pada halaman pusat atau yang terdalam merupakan halaman yang paling suci. Halaman kedua diluarnya dianggap sebagai halaman yang semi suci atau semi profan, sedangkan halaman terluar atau ke III dianggap sebagai halaman yang profan.Begitu pula secara vertikal bangunan candi dari bawah ke atas juga melambangkan pula tempat para dewa. Kaki candi sebagai bhurloka merupakan dunia bawah yang di kuasai maheswara, tubuh candi sebagai bhuwarloka merupakan dunia yang dikuasai oleh Sada-sidi dan atap sebagai swarloka dikuasai oleh Parama Siwa sebagai dewa yang tertinggi. Dalam pengamatan dan hasil penelitian di Situs Butuh atau Pulutan belum diketahui secara pasti sejauh mana sebaran bangunannya. Berdasarkan data temuan struktur hasil ekskavasi tahun 2015 diperkirakan bentuk bangunannya kecil berukuran 5,5 x 5,5 m dengan tinggi bangunan belum diketahui. Namun demikian keberadaan Situs Candi Pulutan sangat penting untuk dilestarikan dan masih memungkinkan untuk dilakukan penelitian-penelitian lanjutan sehingga sangat penting bagi obyek pembelajaran dan penelitian terutama arkeologi dan sejarah. |
Nilai Sejarah | : | Arca Ganesha Situs Pulutan merupakan bukti perkembangan kebudayaan Agama Hindu di wilayah Kabupaten Gunungkidul |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Arca Ganesha Situs Pulutan mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan khususnya arkeologi, seni, dan sejarah budaya serta dapat digunakan sebagai kajian tentang rekonstruksi sejarah budaya masa Klasik. |
Nilai Pendidikan | : | Arca Ganesha Situs Pulutan merupakan bukti konkrit hasil budaya masa Klasik yang bisa digunakan sebagai obyek pembelajaran bagi masyarakat |
Nilai Budaya | : | Eksistensi Arca Ganesha Situs Pulutan membuktikan bahwa Gunungkidul memiliki peninggalan dari kebudayaan Masa Klasik Jawa Tengah Abad IX-X sehingga memperkaya khasanah budayanya. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Milik negara |
Nama Pengelola | : | Milik negara |