Loading

Deskripsi Singkat

Bangunan Los Pasar Karangijo merupakan bangunan lama yang didirikan sekitar awal abad 20. Bangunan tersebut berupa bangunan terbuka dengan atap berbentuk kampung. Bangunan terdiri dari 4 buah los berjajar (lihat gambar denah).
4 Buah Los Pasar Karangijo memiliki oreiantasi arah barat – timur. 2 buah los berjajar di sisi barat dan 2 los yang lain berjajar disebelah timur. Keempat Los pasar tersebut berada di sisi utara kompleks Pasar Karangijo. Masing-masing los memiliki denah batur dan atap yang sama. Ukuran denah batur 3 m x 16,3 m, sementara ukuran denah atap 5 m x 18,3 m. Lantai Los bagian timur berupa batur yang ditinggikan 40 cm di atas tanah, sementara lantai los bagian barat memiliki batur yang ditinggikan 60 cm di atas tanah. Dua buah los lantai batur bagian barat menggunakan pasangan keramik berukuran 30 x 30 cm, sementara 2 buah los di bagian timur menggunakan pasangan lantai tegel berukuran 20 x 20 cm. Bagian permukaan tanah ditutup dengan lantai floor dan konblok.
Struktur bangunan menggunakan tiang tunggal di tengah tengah batur yang berjajar sejumlah 5. Struktur tiang dan kuda-kuda merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam Ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut. Bangunan los pasar ini konstruksi besinya memiliki kesamaan dengan los los pasar seperti yang ada di kabupaten Sleman, Bantul dan Kulon Progo. Sebagai perusahaan pensuplai material baja pada waktu itu adalah NV. BRAAT dari Surabaya.
Struktur atap berupa kuda-kuda yang menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar 5 baris (lihat lampiran gambar). Ke 5 kuda-kuda tersebut diikat dengan nok dan blandar. Nok dan blandar berfungsi untuk menumpu komponen usuk dan reng. Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”.
Bagian penutup atap menggunakan genteng press merk “sokka”. kemungkinan merupakan penggantian baru. Genting lama diduga menggunakan genteng keripik. Molo ditutup dengan krepus. Pada bagian tepi atap ditutup dengan seng gelombang atau tutup keong. Sebagai pemanis dan perlindungan usuk di bagian tepi ditutup dengan lisplang dari bahan seng.
Penambahan usuk dan reng kayu dilakukan untuk menyesuaikan dengan penggantian genteng press yang memiliki ukuran dan berat yang melebihi dari aslinya. Adapun ukuran kayu usuk adalah 6/8, sementara kayu reng berukuran 2/3.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Alamat : Jalan Pasar Karangijo Dusun Karang, Sumbergiri, Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9775941° S, 110.7109254° E

SK Walikota/Bupati : R0075/TACBGK/09/2019


Lokasi Los Pasar Karangijo di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Kolonial
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Kolonial
Fungsi Bangunan : Niaga
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Atap : Atap berupa pelana dengan tiang besi sebagai penyangga. Penutup atap berupa genteng kripik
Deskripsi Lantai : Lantai menggunakan tegel keramik berwarna putih
Deskripsi Kolom/Tiang : Tiang berupa besi cor dengan pondasi (umpak) batu bata
Fungsi Situs : Niaga
Fungsi : Niaga
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Los Pasar KolonialPasar atau marketplace merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah ini berakar dari bahasa Persia yakni Bazaar yang maknanya adalah pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, seperti disebutkan dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Selanjutnya, pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama pada semenjak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara—dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Pasar Karangijo Ponjong memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial.Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar—berserta masjid, alun-alun dan penjara—yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Giyanti, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini dan dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gedhe di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar adalah bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga mendandani bangunan pasar secara arsitektural sehingga sesuai ide mengenai kemoderenan. Oleh karenanya, pasar didesain sedemikian rupa untuk memenuhi standar bangunan sebagaimana yang diinginkan pemerintah kolonial, dan secara keruangan berbeda dari konsep pasar tradisional yang telah ada lebih dahulu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tanggal 15 Juli 1873 No.37, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi Los dalam Bahasa Indonesia). Pasar-pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lumrah dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV).Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan ruang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.B. Sejarah Pasar Karangijo PonjongPasar Karangijo Ponjong merupakan salah satu pasar tradisional yang ramai di wilayah Kecamatan Ponjong. Pasar ini berada di Dusun Karangijo, Desa Sumber, Kecamatan Ponjong. Pasar yang berada di dekat ibukota kecamatan ini memiliki luas keseluruhan 1.200 meter persegi. Pasar Karangijo Ponjong secara manajemen masuk dalam Kematren Pasar Bedoyo bersama Pasar Jimbaran. Pasar Karangijo Ponjong ini memiliki dua hari pasaran, yaitu saat Legi dan Pon. Di pasar ini berbagai barang diperjualbelikan baik barang produksi lokal Gunungkidul maupun aneka barang dari luar Gunungkidul. Mahendra Setyawan (42), Lurah Pasar menjelaskan, pedagang yang beroperasi pada setiap hari pasaran ada 210 untuk pasaran Legi dan 170 pedagang untuk pasaran Pon. Mereka menempati kios pasar, los pasar, dan plataran pasar. “Pedagang yang aktif beroperasi setiap pasaran berasal dari sekitar Ponjong. Tetapi ada juga pedagang dari luar Gunungkidul yaitu dari Cawas dan Klaten,” jelasnya.Sejarah berdirinya Pasar Karangijo Ponjong tidak diketahui secara pasti. Hasil wawancara dengan seorang buruh gendong yang bernama Pak Udin (lahir 1950), dijelaskan bahwa pasar tersebut sudah berdiri sejak zaman Belanda. Berdasarkan kajian atas bentuk dan analisa terhadap pasar peninggalan zaman kolonial seperti Pasar Kentheng di wilayah Kecamatan Nangulan Kabupaten Kulonprogo, terdapat kesamaan bentuk, bahan, dan konstruksi dengan Pasar Karangijo. Kelebihan yang terdapat pada Pasar Kentheng adalah adanya plakat NV Braat dan plakat N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta. Pada Pasar Karangijo, kedua plakat tersebut tidak diketahui keberadaannya. Meskipun demikian, dilihat dari bentuk dan proporsi bangunan, dimungkinkan bahwa kedua pasar memiliki usia yang kurang lebih sama. Dari beberapa sumber sejarah seperti plakat yang ditemukan di pasar, pembangunan pasar ini dibangun oleh N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Perusahaan ini didirikan pada tanggal sementara material pasar disediakan oleh N.V Braat perusahaan baja yang didirikan pada tahun 1901 dan berpusat di Surabaya (kini menjadi PT Barata).
Nilai Sejarah : Pasar pada masa kolonial digunakan oleh pemerintah sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Sebagai obyek kajian berbagai ilmu, antara lain : arsitektur, teknik sipil, dan ilmu sosial lainnya.Belum Ada
Nilai Pendidikan : Dari segi pendidikan, menjadi bahan pembelajaran tentang kehidupan sosial dan ekonomi pada waktu itu.
Nilai Budaya : Dari segi kebudayaan, pasar menjadi bukti budaya Indis di Gunungkidul.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul
Pengelolaan
Nama Pengelola : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul
Persepsi Masyarakat : Masyarakat tidak mengetahui jika pasar ini merupakan pasar yang sudah ada sejak jaman belanda