Peristiwa Sejarah |
: |
A. Menhir di GunungkidulBenda-benda peninggalan masa Megalitik banyak ditemukan di daerah Gunungkidul, terutama di wilayah Kecamatan Ponjong, Karangmojo, Paliyan, Playen, dan Saptosari. Istilah Megalitik sendiri digunakan untuk menyebutkan salah satu budaya yang menggunakan batu-batu besar sebagai sarananya. Benda-benda yang terbuat dari batu tersebut dibuat dengan tujuan sakral salah satu diantaranya sebagai sarana pemujaan terhadap nenek moyang. Dengan melakukan tradisi pemujaan terhadap nenek moyang, pendukung tradisi Megalitik (manusia prasejarah) percaya bahwa kehidupan mereka akan terhindar dari ancaman bahaya. Kehadiran nenek moyang yang dipuja dengan media benda-benda Megalitik akan menimbulkan kedamaian, ketentraman, kesuburan, dan keselamatan.Catatan penemuan benda-benda Megalitik di Gunungkidul banyak ditulis oleh Pemerintah Kolonial pada masa sebelum kemerdekaan dan dimasukkan ke dalam catatan Rapporten Ondheidkundigen Dients (ROD) tahun 1915. Bahkan catatan yang tercantum dalam ROD tersebut masih digunakan sebagai acuan dalam penanganan dan penyelamatan Benda Cagar Budaya di Gunungkidul hingga saat ini. Penelitian terhadap benda-benda Megalitik di Gunungkidul telah dilakukan secara intensif oleh para Peneliti dari Belanda. Arkeolog Belanda bernama JL. Moens pada tahun 1934, kemudian A.N.J. van Der Hoop pada tahun 1935 telah melakukan penelitian benda-benda prasejarah di Gunungkidul. Hasil penelitian kubur peti batu van Der Hoop di Padukuhan Bleberan, Playen, menunjukkan bahwa dalam sebuah kubur peti batu ditemukan tiga buah rangka manusia yang disusun secara bertumpuk. Sebagai catatan penting: penelitian yang dilakukan Hoop pada saat itu merupakan peristiwa penemuan menhir yang pertama kali di wilayah Kecamatan Playen. Secara kebetulan menhir yang ditemukan pada saat itu berada tidak jauh dari kubur peti batu.Pada masa setelah kemerdekaan, penelitian terhadap benda Megalitik di Gunungkidul terus dilakukan. Pada tahun 1968 Haris Sukendar melakukan pengamatan kembali terhadap obyek-obyek penelitian A.N.J. van Der Hoop. Benda-benda Megalitik tersebut adalah kubur peti batu dan menhir. Sumijati Atmosudiro kemudian melakukan kajian secara intensif terhadap penemuan sejumlah menhir di daerah Beji, Kecamatan Playen pada tahun 1980.Berkaitan dengan penemuan benda-benda Megalitik di wilayah Playen, Sumijati Atmosudiro mengemukakan pandangannya yang ditulis ke dalam makalah Tinjauan Sementara Tentang Arca Megaltik di Gunungkidul. Menurut Sumijati, arca menhir yang ditemukan di Gunungkidul memiliki kemiripan dengan arca menhir di daerah Bondowoso (Jawa Timur), Napu Besoa dan Bada (Sulawesi tengah). Sebagai salah satu catatan paling penting terhadap menhir-menhir yang ditemukan dari Playen, Sumijati menjelaskan bahwa menhir dari Playen memiliki bentuk paling lengkap dan utuh jika dibandingkan dengan menhir-menhir yang ditemukan dari Karangmojo. Ciri khas utama yang bisa diamati dari menhir Playen adalah adanya bentuk leher yang dibuat diantara muka dan pundak (bahu).B. Menhir D 83 Penampungan BleberanBerkaitan dengan penemuan menhir di wilayah Playen, Sumijati Atmosudiro mengemukakan pandangannya yang ditulis ke dalam makalah Tinjauan Sementara Tentang Arca Megalitik di Gunungkidul. Menurut Sumijati, arca menhir yang ditemukan di Gunungkidul memiliki kemiripan dengan arca menhir di daerah Bondowoso (Jawa Timur), Napu Besoa dan Bada (Sulawesi tengah). Menhir D 83 pertama kali ditemukan di sawah Beji Mojosari (sekarang masuk ke wilayah Padukuhan Playen II) Desa Playen, Kecamatan Playen. Menhir tersebut ditemukan di area tegalan atau ladang penduduk. Posisi menhir waktu itu berada di atas parit dan difungsikan sebagai titian jembatan oleh penduduk setempat. Karena difungsikan sebagai titian jembatan, Menhir D 83 mengalami kerusakan berat pada bagian badan, terutama bagian kepala. Kerusakan disebabkan karena batu menhir telah dipahat sedemikian rupa oleh penduduk setempat. Dari pengamatan Sumijati, terhadap Menhir D 83 (pada waktu itu di beri kode Arca Menhir Beji No. 5 atau AMB 5) : “Tangan kanan rusak, sedangkan tangan kiri berada disamping badan. Pada bagian siku, tangan membelok ke arah perut. Arca ini mempunyai ukuran tinggi 289 cm, lebar kepala 29 cm, lebar 45 cm, dan tebal 26 cm.†Berdasarkan fakta atas lima buah penemuan menhir dari sawah Beji Mojosari, Sumijati menyimpulkan bahwa menhir-menhir di daerah tersebut memiliki ukuran 250-300 cm.Kemudian pada tahun 1984 Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala (sekarang BPCB) DIY mengadakan kegiatan penyuluhan kepurbakalaan di wilayah Kecamatan Playen. Sebagai tindak lanjut dari kegiatan tersebut, pada tahun berikutnya dilakukan inventarisasi penemuan benda-benda purbakala. Berdasarkan hasil inventarisasi yang dilakukan pada tahun 1985, AMB 5 mendapatkan nomor inventaris D83. Pada tahun 1989, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DIY mengadakan kegiatan pengamanan dan penyelamatan benda purbakala yang masih berada di lahan penduduk. Kegiatan tersebut dapat terlaksana karena pada tahun yang sama, sebuah lahan di Dusun Bleberan dibebaskan oleh pemerintah untuk dijadikan sebagai tempat penampungan benda-benda Megalitik. Tempat tersebut saat ini dikenal sebagai Penampungan Bleberan. Berdasarkan catatan dari Laporan BPCB DIY tahun 1989, Menhir D83 menjadi salah satu dari 57 benda purbakala yang diselamatkan dari lahan penduduk dan dimasukan ke dalam Penampungan Bleberan. |