Loading

Deskripsi Singkat

Merupakan Pasar Pemerintah di bawah wewenang Dinas perindustrian Kabupaten Gunungkidul. Lokasi Pasar Baran yang saat ini berada di wilayah Kecamatan Rongkop, saat ini dimasukkan ke dalam wewenang kemantren Pasar Rongkop. (Istilah Kemantren : Lihat daftar istilah) .
Pasar Baran memiliki arah hadap ke Selatan. Pasar tersebut berada di tepi Jalan Raya Wonosari - Pracimantoro. Salah satu pasar pemerintah yang berada dekat dengan perbatasan wilayah Gunungkidul dan Wonogiri. Pasar Baran memiliki Luas 3.243 m². Sejak pertama kali didirikan Pasar Baran buka setiap hari meskipun sebenarnya hari pasaran yang ramai adalah Pon, Wage, dan Legi. Berdasarkan catatan Dinas Perindustrian tahun 2017, Pasar Baran memiliki jumlah pedagang sebanyak 142 orang. Tetapi jika dilihat dari jumlah bangunan yang berada di tempat tersebut, jumlah 69 pedagang terlalu kecil. Terdapat 17 los bangunan yang biasa digunakan oleh para pedagang berjualan. Dari kesepuluh los tersebut, dua diantaranya merupakan los pasar yang terbuat dari besi. Dua los besi tersebut merupakan los pasar asli yang didirikan sejak masa penjajahan Belanda.
Los Besi pasar Baran saat ini diberi nomor atau kode G1 dan G2. Letak Los G2 berada di depan pintu masuk membujur ke arah timur – barat. Sementara Los G1 Berada di utara G2. Los G1 membujur ke arah utara selatan, berada di sisi timur dari halaman pasar.
Seluruh los Pasar Baran berdenah persegi panjang. Masing masing los pasar dibuat batur yaitu permukaan tanah yang ditinggikan. Batur los G2 memiliki ketinggian 90 cm sementara batur los G1 memiliki ketinggian 30 cm. Batur tersebut digunakan untuk pedagang meletakkan komoditas dagangan pasar yang dijual. Dengan adanya batur yang ditinggikan maka pembeli berada di posisi yang terpisah dengan pedagang. Los besi G1 dan G2 tanpa Cat. Masing-masing los besi memiliki tiang penyangga sebanyak empat buah. Tiang penyangga atap Los G1 dan G2 Pasar Baran ditutup dengan umpak beton, dengan ketinggian umpak 77 cm.
Seluruh permukaan lorong pasar ditutup dengan kon blok. Seluruh permukaan batur los besi Los G1 dan G2 ditutup dengan plasteran semen yang diaci. Los G1 dan G2 merupakan bangunan terbuka dengan struktur besi yang terdiri dari tiang penyangga dan kuda-kuda sebagai penyangga atap. Struktur tersebut menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar empat baris (lihat lampiran gambar).
Struktur tiang dan kuda-kuda tersebut merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. Seluruh permukaan konstruksi baja ditutup dengan cat warna hitam.












Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Pasca Kemerdekaan
Alamat : Jalan Raya Wonosari Pracimantoro Dusun Baran, Semugih, Rongkop, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

SK Walikota/Bupati : R0086/TACBGK/11/2019


Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pasar Kolonial di YogyakartaPasar (marketplace) merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah ini berakar dari bahasa Persia yakni Bazaar yang maknanya adalah pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, seperti disebutkan dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Selanjutnya, pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama pada semenjak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara—dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, pasar Baran Kapanewon Rongkop memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial.Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar—beserta masjid, alun-alun dan penjara yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Giyanti, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini dan dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gedhe di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar adalah bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga mendandani bangunan pasar secara arsitektural sehingga sesuai ide mengenai kemoderenan. Oleh karenanya, pasar didesain sedemikian rupa untuk memenuhi standar bangunan sebagaimana yang diinginkan pemerintah kolonial, dan secara keruangan berbeda dari konsep pasar tradisional yang telah ada lebih dahulu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tanggal 15 Juli 1873 No.37, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi Los dalam Bahasa Indonesia). Pasar-pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lumrah dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan luang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang sajaB. Sejarah Pasar BaranBerdasarkan penjelasan pedagang di kios pasar depan, sejarahnya sejak masa sebelum kemerdekaan. Bangunan semula yakni berupa pasar dan terminal. Namun semenjak tiga tahun terakhir pasar mulai sepi karena angkutan yang beroperasi pun tidak begitu banyak. Pasar yang masih asli yakni Los G1 dan G2, meskipun dahulu los yang terbuat dari besi lebih dari dua.Pasar pernah mengalami renovasi pada tahun 2018 yakni penambahan pada bagian depan, berupa kios permanen dan kantor luirah pasar pada lantai 2. Menurut kesaksian Bu Lastri (46thn) Pasar Baran sangat ramai di pasaran Wage, meskipun pasar mempunyai hari pasaran Legi, Pon dan   Wage.
Nilai Sejarah : Menjadi bukti historis perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Gunungkidul. Pasar desa milik Pemerintah pada masa kolonial digunakan oleh penguasa kolonial sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan adanya pasar, pemerintah bisa mengetahui ada tidaknya krisis yang terjadi di masyarakat.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bangunan pasar sebagai obyek kajian untuk ilmu arsitektur, teknik sipil, dan arkeologi, sementara aktivitas pasar pada waktu itu menjadi obyek kajian untuk ilmu-ilmu sosial.
Nilai Pendidikan : Dari segi pendidikan, menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial, ekonomi masyarakat pada waktu itu.
Nilai Budaya : Dari segi kebudayaan, bangunan pasar menjadi bukti hasil budaya material masa lampau.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah= Disperindag Gunungkidul
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah= Disperindag Gunungkidul
Catatan Khusus : Luas los Pasar BaranLuas Denah Batur Los G1 dan G2 : 1.616 cm x 332 cmLuas denah atap Los G1 dan G2 : 1.816 cm x 500 cm