Loading

Deskripsi Singkat

Merupakan Pasar Pemerintah di bawah wewenang Dinas perindustrian Kabupaten Gunungkidul. Lokasi Pasar Legundi saat ini masuk ke wilayah Dusun Legundi, Kalurahan Girimulyo, Kapanewon Panggang. Pasar tersebut memiliki hari pasaran wage. Setiap kali hari pasaran wage, Pasar Legundi buka sekitar jam 04.30 – 08.00. Komoditas yang tersedia selain hasil pertanian adalah pasar hewan jenis unggas.
Pasar Legundi memiliki arah hadap ke utara. Pasar tersebut berada di tepi Jalan Pantai Selatan Jawa atau Jalur Lintas Selatan (disingkat JLS). Posisi Pasar Legundi berada di sisi selatan talud JLS dengan beda elevasi permukaan tanah dan jalan adalah setinggi 1 meter. Permukaan tanah Pasar Legundi lebih tinggi dari JLS. Karena beda tinggi tersebut, maka dua tangga dari beton dibuat di sebelah utara pasar sebagai akses menuju pasar dari JLS.
Jalur Lintas Selatan yang melintas di wilayah Dusun Legundi dibangun pada tahun 2008. Jalan baru ini dibangun sebagai penghubung antar daerah di wilayah selatan Pulau Jawa. Sebelum Jalur Lintas Selatan dibangun, Pasar Legundi merupakan pasar pemerintah yang berada di wilayah cukup terpencil. Namun sejak Jalur Lintas Selatan didirikan Pasar Legundi berkembang lebih maju dengan mengalami beberapa kali revitalisasi.
Pasar Legundi memiliki Luas 1.559 m². Saat ini di sebelah barat Pasar Legundi yang lama, berdiri sebuah bangunan baru yaitu Pasar Legundi baru. Pasar tersebut merupakan hasil rehabilitasi pasar tradisional yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian pada tahun 2109. Berdasarkan catatan Dinas Perindustrian tahun 2017, Pasar Legundi memiliki jumlah pedagang sebanyak 160 orang. Saat ini di Pasar Legundi terdapat tiga los bangunan yang biasa digunakan oleh para pedagang berjualan. Dari ketiga los tersebut, dua diantaranya merupakan los pasar yang terbuat dari besi baja. Dua los besi tersebut merupakan los pasar asli yang didirikan sejak masa penjajahan Belanda.
Los besi Pasar Klampok saat ini diberi nomor atau kode B1 dan B2. Los B1 dan B2 saat ini tidak digunakan. Karena semenjak Pasar Legundi yang baru berdiri, bangunan Pasar Legundi yang lama, otomatis tidak dipergunakan lagi..
Los Pasar Klampok yang terbuat dari baja berdenah persegi panjang. Masing-masing los pasar dibuat batur yaitu permukaan tanah yang ditinggikan. Batur los B1 memiliki ketinggian 40 cm sementara batur los B2 memiliki ketinggian 45 cm. Batur tersebut semula digunakan untuk pedagang meletakkan komoditas dagangan pasar yang dijual. Dengan adanya batur yang ditinggikan maka pembeli berada di posisi yang terpisah dengan pedagang.
Los besi B1 dan B2 di cat dengan warna hijau. Masing-masing los besi memiliki tiang penyangga sebanyak 4 buah dengan jarak antar tiang adalah 402 cm. Pada bagian tiang penyangga dibuat umpak dari semen berbentuk kerucut terpancung. Seluruh permukaan lorong pasar sebagian ditutup dengan kon blok, sebagian semen plasteran. Seluruh permukaan batur los besi ditutup dengan plasteran semen yang diaci.
Los B1 dan B2 mengalami perbaikan, diantaranya ditandai dengan pengecatan, dan penggantian genteng keripik menjadi genteng press dengan merk sokka. Karena adanya penggantian genteng menyebabkan penambahan usuk dan penggantian reng dengan bahan kayu. Untuk mengkaitkan usuk kayu dengan nok dan blandar pada bagian nok dibuat dudukan besi untuk mengikat ujung usuk dengan nok. Pada bagian atap ditutup dengan wuwung seng bermahkota garuda Pancasila berangka tahun 2016. Pada bagian emper yang terdapat tiang penyangga dibuat perkuatan tiang dari dari cor.
Los B1 dan B2 merupakan bangunan terbuka dengan struktur besi yang terdiri dari tiang penyangga dan kuda-kuda sebagai penyangga atap. Struktur tersebut menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar 4 baris (lihat lampiran gambar). Struktur tiang dan kuda-kuda tersebut merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam Ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. Seluruh permukaan konstruksi baja ditutup dengan cat warna hijau.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Pasca Kemerdekaan
Alamat : Jalan Raya Lintas Selatan Gunungkidul Dusun Legundi, Girimulyo, Panggang, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0365696° S, 110.4311063° E

SK Walikota/Bupati : R0089/TACBGK/12/2019


Lokasi Los Pasar Legundi di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pasar Kolonial di YogyakartaPasar (marketplace) merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah ini berakar dari bahasa Persia yakni Bazaar yang maknanya adalah pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, seperti disebutkan dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukkan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Selanjutnya, pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama pada semenjak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Pasar Legundi di Kapanewon Panggang memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial.Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar berserta masjid, alun-alun dan penjara yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Giyanti, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini dan dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gedhe di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar adalah bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga mendandani bangunan pasar secara arsitektural sehingga sesuai ide mengenai kemoderenan. Oleh karenanya, pasar didesain sedemikian rupa untuk memenuhi standar bangunan sebagaimana yang diinginkan pemerintah kolonial, dan secara keruangan berbeda dari konsep pasar tradisional yang telah ada lebih dahulu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tanggal 15 Juli 1873 No.37, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi Los dalam Bahasa Indonesia). Pasar-pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lumrah dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV).Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan luang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.B. Sejarah Pasar LegundiBerdasarkan penjelasan Ibu Tumikem (79 tahun) salah satu pedagang Pasar Legundi paling lama yang masih berdagang hingga sekarang, Pasar Legundi merupakan pasar yang didirikan sejak masa sebelum kemerdekaan. Pasar tersebut semula terdiri dari dua buah los pasar yang terbuat dari besi. Los yang lain, merupakan bangunan susulan.Pedagang yang biasa berdagang pada hari pasaran Wage, berasal dari daerah Kretek dan Imogiri Bantul. Pada masa sebelum kemerdekaan, para pedagang biasa membawa hasil dagangan dengan cara di gendong. Setiap pasaran wage, pasar buka dari subuh hingga sekitar jam 10 pagi. Pada masa lalu, ketika hasil pertanian banyak dihasilkan di daerah Panggang, Pasar Legundi sangat ramai oleh pedagang. Namun saat ini, Pasar Legundi tidak seramai dulu, karena hasil pertanian yang dihasilkan di daerah Panggang tidak begitu banyak.
Nilai Sejarah : Menjadi bukti historis perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Gunungkidul. Pasar desa milik Pemerintah pada masa kolonial digunakan oleh penguasa kolonial sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan adanya pasar, pemerintah bisa mengetahui ada tidaknya krisis yang terjadi di masyarakat.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bangunan pasar sebagai obyek kajian untuk ilmu arsitektur, teknik sipil, dan arkeologi, sementara aktivitas pasar pada waktu itu menjadi obyek kajian untuk ilmu-ilmu sosial.
Nilai Pendidikan : Dari segi pendidikan, menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial, ekonomi masyarakat pada waktu itu.
Nilai Budaya : Dari segi kebudayaan, bangunan pasar menjadi bukti hasil budaya material masa lampau.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid