Loading

Deskripsi Singkat

Merupakan Pasar Pemerintah di bawah pengelolaan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkidul. Pasar Ngrancah termasuk dalam kewenangan kemantren Pasar Rongkop. (istilah kemantren adalah merupakan istilah yang diambil dari kata mantri. Wilayah kemantren dijabat oleh seorang mantri pasar yang membawahi beberapa pasar di wilayah Kecematan Rongkop dan Girisubo.
Pasar Ngrancah berada di sebelah timur jalan raya Sadeng menghadap ke arah barat.
Berdasarkan Wawancara Narasumber Supangadi (58 tahun)
- Pasar Ngrancah dibangun pada masa kolonial.
- Pasar Ngrancah semula hanya 2 Los saja, yaitu Los B1 dan B2 atau Los yang terbuat dari besi.
- Sejak dahulu pasarannya Pahing dan Kliwon.
- Aktivitas pasar saat hari pasaran, dulu ramai dari jam 6 pagi – jam 12 siang, tetapi sekarang jam 3 pagi – jam 8 pagi.
- Los pasar bertambah banyak karena Pasar Ngrancah tumbuh besar dan ramai. Disekeliling pasar terdapat banyak kios dari bahan kayu (bango).
- Pedagang pasar umumnya dari Praci dan Wonosari.
- Pedagang pasar pada sisi selatan (selatan los besi) pada tahun 80an di pindah ke utara pasar. Pada sisi selatan kemudian dibangun terminal dan parkiran pasar. Terminal digunakan untuk bus dengan trayek Rongkop – Yogya, pada saat itu.
- Pada masa lalu, bagian kaki tiang besi penyangga atap, bentuknya terbuka. Tetapi karena mengalami keropos pada bagian dasar, kemudian dibuat pondasi berbentuk cor. Pondasi dibuat setinggi 86 cm dari permukaan lantai batur.
Berdasarkan Wawancara Narasumber Wartiyem (54 tahun)
- Pasar Ngrancah asalnya hanya 2 buah los dari besi.
- Pasar Ngrancah dibuat pada zaman Belanda.
- Pada tahun 2012 los besi pada Pasar Ngrancah direnovasi dengan mengganti bagian wuwung, genteng, usuk dan reng kayu, nambah lisplang dan keramik.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Pasca Kemerdekaan
Alamat : Dusun Tileng, RT 3 RW 8, Jerukwudel, Girisubo, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.165650048335° S, 110.770268191° E

SK Walikota/Bupati : R0090/TACBGK/12/2019


Lokasi Los Pasar Ngrancah di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pasar Kolonial di YogyakartaPasar (marketplace) merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah ini berakar dari bahasa Persia yakni Bazaar yang maknanya adalah pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, seperti disebutkan dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Selanjutnya, pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama pada semenjak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara—dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, pasar Ngrancah di Kapanewon Girisuba memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial.Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar beserta masjid, alun-alun dan penjara yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Giyanti, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini dan dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gedhe di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar adalah bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga mendandani bangunan pasar secara arsitektural sehingga sesuai ide mengenai kemoderenan. Oleh karenanya, pasar didesain sedemikian rupa untuk memenuhi standar bangunan sebagaimana yang diinginkan pemerintah kolonial, dan secara keruangan berbeda dari konsep pasar tradisional yang telah ada lebih dahulu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah tanggal 15 Juli 1873 No.37, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi Los dalam Bahasa Indonesia). Pasar-pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lumrah dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV).Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan luang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja.B. Sejarah Pasar NgrancahBerdasarkan penjelasan Supangadi (58 tahun), seorang pedagang pasar yang tinggal di belakang Pasar Ngrancah, dahulu Pasar tersebut sangat ramai. Masyarakat di sekitar Kapanewon Rongkop (pada waktu itu) memanfaatkan hari-hari pasaran untuk menjual hasil pertaniannya di pasar tersebut. Pasar Ngrancah memiliki hari pasaran Kliwon dan Pahing. Di wilayah Gunungkidul bagian Tenggara, Pasar Ngrancah merupakan pasar terbesar setelah Pasar Baran yang berada di Kapanewon Rongkop. Karena wilayahnya berdekatan dengan Kabupaten Wonogiri, maka sebagian besar pedagang pasar berasal dari luar Gunungkidul. Maka tidak mengherankan jika pedagang Gunungkidul sangat sedikit yang berjualan di Pasar Ngrancah. Supangadi menambahkan bahwa Pasar Ngrancah merupakan peninggalan kolonial Belanda. Di duga Pasar ini berusia sama dengan Kantor Onderdistrik Rongkop yang berada sejauh 200 meter dari pasar tersebut, atau sebelum kemerdekaan. Pada waktu Supangadi masih kecil, Pasar Ngrancah hanya terdiri atas dua los saja. Namun dalam perkembangannya, pasar tersebut diperbesar dan ditambah jumlah losnya mengikuti kebutuhan pedagang pasar yang semakin bertambah. Berdasarkan penjelasan Wartiyem (54 tahun), bahwa pada tahun 1980 – 2000, Pasar Ngrancah sangat ramai. Hal tersebut bisa terjadi, karena pada barat pasar terdapat terminal bus. Pada periode tersebut, Pasar Ngrancah selalu ramai baik siang dan malam. Karena banyak aktivitas penduduk yang ingin melakukan perjalanan dengan bus, Pasar Ngrancah menjadi sangat ramai. Namun setalah tahun 2000, Pasar Ngrancah berangsur-angsur sepi hingga saat ini.
Nilai Sejarah : Menjadi bukti historis perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Gunungkidul. Pasar desa milik Pemerintah pada masa kolonial digunakan oleh penguasa kolonial sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi masyarakat. Dengan adanya pasar, pemerintah bisa mengetahui ada tidaknya krisis yang terjadi di masyarakat.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bangunan pasar sebagai obyek kajian untuk ilmu arsitektur, teknik sipil, dan arkeologi, sementara aktivitas pasar pada waktu itu menjadi obyek kajian untuk ilmu-ilmu sosial.
Nilai Pendidikan : Dari segi pendidikan, menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial, ekonomi masyarakat pada waktu itu.
Nilai Budaya : Dari segi segi kebudayaan, bangunan pasar menjadi bukti hasil budaya material masa lampau.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Catatan Khusus : Luas los besi Pasar NgrancahUkuran Los B1Ukuran denah atap: 483 cm x 1.845 cmUkuran lantai batur : 303 cm x 1.565 cmTinggi : 368,5 cmLuas : 891.135 cmUkuran Los B2Ukuran denah : 483 cm x 1.845 cmUkuran batur : 303 cm x 1.565 cmTinggi : 368,5 cm