Peristiwa Sejarah |
: |
A. Sejarah Pengaruh Agama Hindu dan Budha Masa Klasik di Gunungkidul.Sejarah masuknya pengaruh Agama Hindu dan Budha di Gunungkidul tidak diketahui secara pasti. Hal itu disebabkan karena minimnya data arkeologi yang ditemukan dari wilayah ini hingga saat ini. Namun bisa dipastikan bahwa persebaran pengaruh ajaran Agama Hindu dan Budha di Gunungkidul tidak lepas dari kejayaan pengaruh kedua agama tersebut di wilayah Yogyakarta. Masa kejayaan pengaruh Agama Hindu Budha di wilayah Yogyakarta dipastikan berlangsung antara abad ke IX-XI M. Periode masa tersebut kemudian diberi istilah periode Klasik Jawa Tengah.Pengaruh persebaran Agama Hindu dan Budha masa Klasik di Gunungkidul dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah peninggalan purbakala berupa candi, meskipun sebagian besar hanya menyisakan reruntuhan batu candi. Peninggalan masa klasik tersebar di wilayah kecamatan Panggang, Patuk, Ngawen, Wonosari, Paliyan, Semanu, Tepus, Karangmojo, Semin, dan Ponjong. Beberapa diantaranya adalah Candi Dengok di Semanu, Situs Candi Genjahan di Ponjong, Situs Candi Lemuran di Karangmojo, Candi Risan di Semin, Candi Plembutan di Playen, dan Candi Pulutan di Wonosari. Khusus Candi Pulutan merupakan situs yang relatif baru diketemukan dan pernah diadakan kegiatan ekskavasi arkeologi oleh BPCB DIY pada tahun 2015.Selain penemuan berupa sisa struktur candi, terdapat pula penemuan yang lain yang hanya berupa benda dan fragmen benda yang diperkirakan berasal dari periode yang sama. Penemuan benda purbakala seperti ini memiliki wilayah persebaran yang cukup luas di Gunungkidul. Beberapa diantaranya adalah penemuan Arca Nandi di Wiladeg Karangmojo, Arca Budha Vairocana yang terbuat dari Perunggu di Situs Gambirowati Purwosari, kemudian penemuan 2 buah Fragmen Arca dari Nglanggeran Kapanewon Patuk.Dari banyaknya penemuan purbakala yang diketemukan di daerah Gunungkidul di atas, maka terbukti bahwa pada masa lalu wilayah Gunungkidul menjadi wilayah yang potensial bagi persebaran pengaruh Agama Hindu dan Buddha periode klasik Jawa Tengah. B. Sejarah Penemuan Fragmen Arca D 119 Nglanggeran Nglanggeran secara administratif merupakan salah satu desa atau kalurahan di Kapanewon Patuk. Secara geografis wilayah Desa Nglanggeran terletak di daerah Pegunungan Kapur yang menjadi satu rangkaian dari jajaran Pegunungan Seribu. Wilayah ini terletak di bagian barat laut wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kalurahan Nglanggeran atau yang saat ini memiliki tempat yang terkenal sebagai Gunung Purba, merupakan destinasi wisata yang cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan terutama pada hari libur sekolah.Berdasarkan buku Laporan Inventarisasi Kepurbakalaan di Kapanewon Patuk Kabupaten Gunungkidul yang diadakan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala atau SPSP DIY (sekarang BPCB) tahun 1986, berhasil menemukan sejumlah penemuan benda purbakala diwilayah tersebut. Benda-benda purbakala yang diketemukan diwilayah Kapanewon Patuk diperoleh melalui metode studi pustaka, wawancara, dan observasi lapangan. Dari kegiatan yang berlangsung selama 1 minggu tersebut, berhasil diketemukan sejumlah benda purbakala yang cukup penting. Dua diantaranya diketemukan dari Kalurahan Nglanggeran. Benda tersebut adalah fragmen arca yang bentuknya sudah tidak utuh.Penemuan dua buah fragmen arca dari Nglanggeran diawali dengan wawancara kepada kepala desa setempat yang melaporkan bahwa di Padukuhan Nglanggeran Wetan terdapat 2 arca tidak utuh yang diketemukan oleh penduduk. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1986, petugas SPSP DIY (dulu BPCB) mengobservasi wilayah Padukuhan Nglanggeran Wetan dan berhasil menemukan 2 buah fragmen arca yang dimaksud. Hasil dari observasi tersebut menyebutkan bahwa 2 buah fragmen arca dari Nglanggeran diketemukan oleh Bapak Harta Sutrisna yang pada saat tersebut menjabat sebagai Kepala Padukuhan Nglanggeran Wetan. Menurut keterangan Bapak Harta Sutrisna, 2 buah fragmen yang beliau temukan, berasal dari atas bukit (Gunung Nglanggeran). Penemuan tersebut berlangsung pada periode waktu tahun 1979. Kedua fragmen arca diketemukan dalam kondisi terpendam di dalam tanah. Selanjutnya Bapak Harta Sutrisna mengatakan bahwa ketika diketemukan, 2 buah fragmen arca tersebut sudah rusak sejak pertama kali diketemukan. Fragmen arca yang pertama digambarkan kaki (dewa) yang duduk bersila di atas padmasana. Fragmen arca kedua memiliki bentuk yang lebih baik dari fragmen arca pertama, yaitu hilang pada bagian kepala dan tangan. Kedua fragmen arca dari Nglanggeran selanjutnya disimpan di halaman rumah Bapak Hadi Sutisno. Ketika TACB Gunungkidul mengunjungi rumah Bapak Harta Sutrisna pada tanggal 12 Februari 2020, kedua fragmen arca masih diketemukan berada di depan rumah beliau. Belum ada catatan dan observasi lebih lanjut terhadap temuan yang lain yang diperoleh dari lokasi asli tempat diketemukannya fragmen arca ini. Dari hasil kegiatan Inventarisasi SPSP DIY pada tahun 1986, Fragmen Arca Nglanggeran pertama mendapatkan Nomor inventaris D 119 sementara untuk arca kedua mendapatkan nomor inventaris D 120. |