Loading

Fragmen Arca D 120 Nglanggeran

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Fragmen Arca D120 Nglanggeran saat ini berada di halaman depan rumah Bapak Harta Sutrisna yang beralamat di RT 17 RW 04, Nglanggeran Wetan, Nglanggeran, Patuk. Posisi arca D 120 bersebelahan dengan arca D 119. Kedua arca tersebut berada di tempat terbuka, di halaman yang permukaan tanahnya ditutup dengan paving blok.
Fragmen Arca D 120 digambarkan duduk dengan sikap vajrasana di atas padmasana. Vajrasana dalam kamus arkeologi memiliki arti kedua kaki arca disilangkan sedemikian rupa sehingga telapak kaki berada di atas kedua paha. Arca tersebut ditemukan tanpa kepala dan tangan, tetapi masih tersisa lengan kanan bagian atas.
Kajian ikonografi Fragmen Arca D120 yakni arca digambarkan memakai kalung atau hara, memakai selempang kasta atau upavita, bagian punggung terdapat rambut, lengan berkelat bahu atau keyura, memakai ikat pinggang, uncal dan sampur.


Kondisi Saat Ini : 
Fragmen arca berada ditempat terbuka di halaman rumah Bapak Harta Sutrisna. Karena berada di tempat terbuka maka arca tidak terlindungi, dalam keadaan kotor dan rawan akan kerusakan yang diakibatkan oleh aktivitas manusia. Pada beberapa bagian fragmen arca bahkan terdapat bekas tetesan atau bercak cat tembok berwarna putih.

Status : Benda Cagar Budaya
Nama Lainnya : D 120
Alamat : Nglanggeran Wetan, RT 17 RW 04, Nglanggeran, Patuk, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.8434416270762° S, 110.53746152852° E

SK Walikota/Bupati : R0095/TACBGK/02/2020


Lokasi Fragmen Arca D 120 Nglanggeran di Peta

Bahan Utama : Batu Andesit
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang -
Lebar 55
Tinggi 39
Tebal -
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Warna : Hitam Abu-abu
Ciri Fisik Benda
Warna : Hitam Abu-abu
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pengaruh Agama Hindu Dan Budha Masa Klasik Di Gunungkidul.Sejarah masuknya pengaruh Agama Hindu dan Budha di Gunungkidul tidak diketahui secara pasti. Hal itu disebabkan karena minimnya data Arkeologi yang ditemukan dari wilayah ini hingga saat ini. Namun bisa dipastikan bahwa persebaran pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha di Gunungkidul tidak lepas dari kejayaan pengaruh kedua agama tersebut di wilayah Yogyakarta. Masa kejayaan pengaruh Agama Hindu Budha di wilayah Yogyakarta dipastikan berlangsung antara abad ke IX-XI M. Periode masa tersebut kemudian diberi istilah periode Klasik Jawa Tengah.Pengaruh persebaran Agama Hindu dan Budha masa Klasik di Gunungkidul dapat dibuktikan dengan adanya sejumlah peninggalan purbakala berupa candi, meskipun sebagian besar hanya menyisakan reruntuhan batu candi. Peninggalan masa Klasik tersebar di wilayah Kecamatan Panggang, Patuk, Ngawen, Wonosari, Paliyan, Semanu, Tepus, Karangmojo, Semin dan Ponjong. Beberapa diantaranya adalah Candi Dengok di Semanu, Situs Candi Genjahan di Ponjong, Situs Candi Lemuran di Karangmojo, Candi Risan di Semin, Candi Plembutan di Playen, dan Candi Pulutan di Wonosari. Khusus Candi Pulutan merupakan situs yang relatif baru ditemukan dan pernah diadakan kegiatan ekskavasi arkeologi oleh BPCB DIY pada tahun 2015.Selain penemuan berupa sisa struktur candi, terdapat pula penemuan yang lain yang hanya berupa benda dan fragmen benda yang diperkirakan berasal dari periode yang sama. Penemuan benda purbakala seperti ini memiliki wilayah persebaran yang cukup luas di Gunungkidul. Beberapa diantaranya adalah penemuan Arca Nandi di Wiladeg Karangmojo, Arca Budha Vairocana yang terbuat dari Perunggu di Situs Gambirowati Purwosari, kemudian penemuan 2 buah fragmen arca dari Nglanggeran Kapanewon Patuk.Dari banyaknya penemuan purbakala yang ditemukan di daerah Gunungkidul di atas, maka terbukti bahwa pada masa lalu wilayah Gunungkidul menjadi wilayah yang potensial bagi persebaran pengaruh Agama Hindu dan Buddha periode Klasik Jawa Tengah. B. Sejarah Penemuan Fragmen Arca D 120 Nglanggeran Nglanggeran secara administratif merupakan salah satu desa atau kalurahan di Kapanewon Patuk. Secara geografis wilayah desa Nglanggeran terletak di daerah Pegunungan Kapur yang menjadi satu rangkaian dari jajaran Pegunungan Seribu. Wilayah ini terletak di bagian barat laut wilayah Kabupaten Gunungkidul. Kalurahan Nglanggeran atau yang saat ini memiliki tempat yang terkenal sebagai Gunung Purba, merupakan destinasi wisata yang cukup ramai dikunjungi oleh wisatawan terutama pada hari libur sekolah.Berdasarkan buku Laporan Inventarisasi Kepurbakalaan di Kapanewon Patuk Kabupaten Gunungkidul yang diadakan oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala atau SPSP DIY (sekarang BPCB) tahun 1986, berhasil menemukan sejumlah penemuan benda purbakala di wilayah tersebut. Benda-benda purbakala yang ditemukan diwilayah Kapanewon Patuk diperoleh melalui metode studi pustaka, wawancara dan observasi lapangan. Dari kegiatan yang berlangsung selama 1 minggu tersebut, berhasil ditemukan sejumlah benda purbakala yang cukup penting. Dua diantaranya ditemukan dari Kalurahan Nglanggeran. Benda tersebut adalah dua fragmen arca yang bentuknya sudah tidak utuh.Penemuan dua buah fragmen arca dari Nglanggeran diawali dengan wawancara kepada kepala desa setempat yang melaporkan bahwa di Padukuhan Nglanggeran Wetan terdapat dua arca tidak utuh yang ditemukan oleh penduduk. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1986, petugas SPSP DIY (sekarang BPCB) mengobservasi wilayah Padukuhan Nglanggeran Wetan dan berhasil menemukan dua buah fragmen arca yang dimaksud. Hasil dari observasi tersebut menyebutkan bahwa dua buah fragmen arca dari Nglanggeran ditemukan oleh Bapak Harta Sutrisna yang pada saat tersebut menjabat sebagai Kepala Padukuhan Nglanggeran Wetan. Menurut keterangan Bapak Harta Sutrisna, dua buah fragmen yang beliau temukan, berasal dari atas bukit (Gunung Nglanggeran). Penemuan tersebut berlangsung pada periode waktu tahun 1979. Kedua fragmen arca ditemukan dalam kondisi terpendam di dalam tanah. Selanjutnya Bapak Harta Sutrisna mengatakan bahwa ketika ditemukan, dua buah fragmen arca tersebut sudah rusak sejak pertama kali ditemukan. Fragmen arca yang pertama digambarkan kaki (dewa) yang duduk bersila di atas padmasana. Fragmen arca kedua memiliki bentuk yang lebih baik dari fragmen arca pertama, yaitu hilang pada bagian kepala dan tangan. Kedua fragmen arca dari Nglanggeran selanjutnya disimpan di halaman rumah Bapak Harta Sutrisna. Ketika TACB Gunungkidul mengunjungi rumah Bapak Harta Sutrisna pada tanggal 12 Februari 2020, kedua fragmen arca masih ditemukan berada di depan rumah beliau. Belum ada catatan dan observasi lebih lanjut terhadap temuan yang lain yang diperoleh dari lokasi asli tempat ditemukannya fragmen arca ini. Dari hasil kegiatan Inventarisasi SPSP DIY pada tahun 1986, Fragmen Arca Nglanggeran pertama mendapatkan nomor inventaris D 119 dan arca kedua mendapatkan nomor inventaris D 120.
Nilai Sejarah : Fragmen Arca D 120 di Nglanggeran Wetan, Nglanggeran, Patuk, merupakan bukti perkembangan kebudayaan masa Hindu dan Budha di wilayah Gunungkidul.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Fragmen Arca D 120 di Nglanggeran Wetan, Nglanggeran, Patuk, mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan khususnya arkeologi, seni, dan sejarah budaya serta dapat digunakan sebagai kajian tentang rekonstruksi sejarah budaya masa Klasik. Dalam hal ini, pengaruh kebudayaan Hindu dan Budha menjadi bukti bahwa di masa lalu wilayah tersebut terdapat masyarakat yang memiliki peradaban maju.
Nilai Pendidikan : Fragmen Arca D 120 di Nglanggeran Wetan, Nglanggeran, Patuk, merupakan bukti konkrit hasil budaya masa Klasik yang bisa digunakan sebagai obyek pembelajaran bagi masyarakat Gunungkidul.
Nilai Budaya : Eksistensi Fragmen Arca D 120 telah membuktikan bahwa Gunungkidul memiliki peninggalan dari kebudayaan periode Klasik Jawa Tengah abad IX–X Masehi sehingga memperkaya khasanah budayanya.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah