Loading

Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Rumah Tradisional Kromopawiro merupakan rumah tradisonal yang didirikan pada tahun 1918 di Padukuhan Genjahan, Kalurahan Genjahan, Kapanewon Ponjong. Kromopawiro adalah Pejabat Lurah pertama yang memerintah di Kalurahan Genjahan selama kurun waktu tahun 1912 – 1943. Berdasarkan tulisan Sejarah Desa Genjahan Ponjong yang dimuat dalam situs web resmi Desa Genjahan, pada tahun 1912 terjadi perubahan sistem pemerintahan dari Kademangan ke Kalurahan. Pada masa sebelum tahun 1912, daerah Genjahan diketahui merupakan bagian dari wilayah Kademangan Pati. Wilayah kademangan tersebut diketahui saat ini berada di sekitar Kalurahan Genjahan. Pergantian sistem pemerintahan tersebut berlangsung pada tanggal 28 Agustus 1912, dan ditetapkan menjadi hari kelahiran Kalurahan Genjahan. Pada waktu itu, penggunaan rumah lurah sebagai kantor pemerintahan Kalurahan biasa terjadi di Gunungkidul. Rumah Kromopawiro merupakan salah satu rumah tempat tinggal lurah sekaligus menjadi kantor pemerintahan desa.
Rumah Tradisional Kromopawiro selanjutnya digunakan sebagai tempat tinggal keluarga Alimu Harjodisastro. Alimu Harjodisastro merupakan cucu pertama Kromopawiro. Orang tua Alimu Harjodisastro adalah Prawirodiharjo dan Basirah. Prawirodiharjo waktu itu menjabat sebagai Lurah Wirik Wetan, sementara Basirah atau Ibu dari Alimu Harjodisastro adalah anak tunggal Kromopawiro. Menurut tulisan Sejarah Kalurahan Genjahan, Peralihan pimpinan dari Kromopawiro ke Alimu Harjodiosastro berlangsung secara demokratis. Hal itu bisa terjadi karena sebelum dipilih sebagai Lurah Genjahan, Alimu Harjodisastro menjabat menjadi sekretaris Kalurahan atau carik. Peristiwa pergantian pergantian kepemimpinan di Kalurahan Genjahan tersebut berlangsung pada tahun 1943. Alimu Harjodisastro menjabat sebagai Lurah Genjahan hingga tahun 1968.
Alimu Harjodisastro menikah dengan Katijah atau Kotijah pada tanggal 8 November 1940. Menurut penuturan masyarakat di Padukuhan Genjahan, Katijah adalah anak keluarga pedagang ternama di Pasar Ponjong. Menurut penjelasan Wuryanto (61 tahun), Alimu Harjodisastro dan Katijah memiliki sebelas anak yang lahir dan dibesarkan di rumah peninggalan Kromopawiro. Wuryanto adalah anak nomor sembilan Alimu Harjodisastro dan Katijah.
Selanjutnya menurut Wuryanto, pada saat beliau masih kecil, bangunan rumah Lurah Kromopawiro terdiri atas bangunan joglo, serambi joglo, lintring, limasan, gandhok dan dapur. Bangunan rumah tersebut berada 30 meter di sebelah utara Pasar Wage atau Pasar Padukuhan Genjahan saat ini. Rumah tersebut menghadap ke arah selatan dan posisinya tidak berubah hingga sekarang. Pasar Wage saat ini berada di sisi utara sebuah pertigaan jalan besar. Pertigaan tersebut mempertemukan tiga buah jalan yaitu dari arah Wonosari di sisi selatan, dari arah Karangmojo di sisi barat, dan dari arah Kalurahan Umbulrejo di sisi timur. Menurut keterangan masyarakat setempat dan penjelasan Wuryanto, rumah Lurah Kromopawiro digunakan sebagai Balai Kalurahan pada periode tahun 1912–1953 dan menjadi bangunan sekolah dasar hingga tahun 1966. Bangunan yang digunakan sebagai kegiatan pemerintahan dan sekolah adalah bangunan gandhok tengen, Joglo dan serambi joglo. Sayang sekali, sejumlah bangunan yang disebutkan oleh Wuryanto tersebut sudah tidak bisa disaksikan lagi saat ini. Salah satunya yang hilang adalah bangunan Joglo yang sudah pindah ke Jakarta pada tahun 1977. Menurut Wuryanto, Joglo tersebut saat ini digunakan sebagai kantor Sekretariat Ikatan Keluarga Besar Gunungkidul (IKG).
Bangunan Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro saat ini terdiri atas bangunan lintring di sisi selatan, bangunan ndalem beratap limasan dan bangunan dapur yang merupakan bangunan tambahan di sisi utara. Bangunan tersebut berada di atas tanah yang sudah dibagi waris dan berada tepat di atas tanah milik Suharyanto dan Wuryanto. Menurut penjelasan Wuryanto, posisi bangunan ndalem tepat berada di tengah-tengah kedua lahan tersebut. Setengah bangunan ndalem sisi utara berada di tanah milik Suharyanto, sementara setengah bangunan ndalem ke selatan berada di tanah milik Wuryanto.
Berdasarkan pengamatan terhadap bangunan tersebut, maka dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Bangunan Lintring
Bangunan lintring memiliki bentuk bangunan tertutup dan saat ini menjadi bangunan depan Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro. Bangunan lintring memiliki lima buah pintu yaitu sebuah pintu dengan inep (daun pintu) satu di sisi barat dan timur dan tiga pintu di gebyok sisi selatan atau depan. Tiga pintu sisi depan tersebut terdiri dari sebuah pintu berinep dua pada sisi tengah diapit sebuah pintu berinep satu pada sisi kiri dan kanan. Jendela pada bagian lintring hanya terdapat dua buah pada sisi selatan, masing-masing memiliki dua buah inep (lihat lampiran foto). Deskripsi detail bangunan lintring adalah sebagai berikut:
- Lantai
Pada bagian ini, lantai bangunan lintring dibuat dari bahan tegel dengan material batu putih persegi berukuran 20 x 20 cm pada sisi utara dan 30 cx 30 cm pada sisi selatan. Diantara kedua sisi permukaan lantai tersebut terdapat batu giring (semacam pondasi yang dibuat batu putih berbentuk balok) yang dipasang membatasi kedua bagian. Bagian lantai sisi selatan memiliki beda tinggi 15 cm lebih rendah dari sisi utara dan batu giring menjadi penahan lantai sisi utara. Menurut penjelasan Wuryanto, lantai dari bahan batu putih semula menggunakan bahan sesek yang sudah aus kemudian diganti dengan tegel batu putih. Penggantian tersebut berlangsung pada sekitar tahun 1970an.
- Dinding dan pintu.
Dinding pada bangunan lintring merupakan gebyok. Gebyok terbuat dari bahan kayu jati. Warna gebyok masih warna kayu asli, yaitu cokelat tua kusam. Menurut penjelasan Wuryanto, gebyok sisi selatan bangunan lintring merupakan gebyok yang berasal dari bangunan Joglo yang tidak ikut diboyong ke Jakarta. Dugaan sementara ini, gebyok pada sisi depan merupakan gebyok sisi emper utara bekas bangunan Joglo. Seluruh dinding gebyok yang terdapat di lintring di pasang diantara tiang penyangga atap dengan pantek atau paku dari bambu sebagai penahan.
- Struktur penyangga atap
Struktur penyangga atap terdiri dari enam buah tiang kayu pada sisi selatan. Sementara itu, pada sisi utara atap lintring ditopang oleh soko emper bangunan ndalem. Pertemuan kedua sisi tersebut ditutup dengan talang seng. Struktur penyangga atap terdiri dari tiga buah ander yang menopang molo dan tanpa sunduk sebagai pengikat tiang.
- Atap
Bangunan lintring memiliki atap berbentuk limasan. Menurut penjelasan Wuryanto, bangunan lintring semula merupakan perluasan emper dari bangunan ndalem yang menghubungkan antara bangunan ndalem dan joglo. Pada tahun 1953, bangunan perluasan emper dibangun ulang menjadi bangunan beratap limasan. Usuk dan reng pada sisi perluasan emper tetap digunakan menjadi usuk sisi utara, sementara usuk dan reng pada atap sisi selatan merupakan material baru. Usuk memiliki susunan berbentuk rigereh, dan genteng berjenis flam. Pada bagian bubungan ditutup dengan wuwung seng dengan hiasan puncak berupa gunungan wayang berangka tahun 2019.
2. Bangunan ndalem beratap limasan.
Bangunan ndalem merupakan bangunan yang dibangun pada tahun 1918. Menurut Wuryanto, sebelum didirikan di Genjahan, bangunan tersebut milik Ngabehi Ngebrak Semanu. Saat ini ruangan yang terdapat di bangunan ndalem terdiri dari ruang keluarga sekaligus ruang tamu di sisi tengah, kamar tidur di sisi barat yang menyambung dengan bangunan senthong kanan, ruang makan disisi selatan (dengan partisi sebuah hek, ruang tidur di sisi utara (senthong tegah menyatu dengan senthong kiri) dan ruang penghubung dapur di sisi timur laut. Bangunan ndalem memiliki cukup banyak pintu. Dari keseluruhan pintu dan jendela memiliki posisi yang simetris. Deskripsi atas kelengkapan bangunan sebagai berikut :
- Lantai
Material lantai dari tegel batu putih. Pada bagian ini menurut penjelasan Wuryanto, semula lantai ndalem ditutup dengan sesek. Namun pada tahun 1970 sesek tersebut diganti dengan tegel batu putih karena sudah aus. Menurut penjelasan Sudarsini (80 tahun) – putri pertama Alimu Harjodisastro, sebenarnya sewaktu masih menggunakan lantai sesek, pada bagian lantai ndalem sisi selatan atau di sepanjang soko limasan selatan terdapat giring. Giring tersebut menjadi pembatas dua sisi lantai yaitu ketinggian lantai sisi selatan bangunan ndalem lebih rendah dari lantai sisi utara. Namun ketika sesek diganti, permukaan lantai bangunan ndalem dibuat satu level dan giring yang disebutkan Sudarsini ditutup oleh lantai tegel.
- Dinding
Dinding bangunan ndalem ditutup dengan gebyok. Yang cukup unik dari gebyok tersebut adalah bahwa pada sisi yang tampak dari luar, gebyok dibuat dengan halus dengan pasah, sementara pada sisi dalam dibuat dengan pecelan (lihat foto). Seluruh dinding gebyok yang terdapat di lintring di pasang diantara tiang penyangga atap dengan pantek atau paku dari bambu sebagai penahan.
- Struktur penyangga atap
Sebagai penyangga atap limasan, terdapat struktur yang berupa soko guru limasan, blandar, sunduk, geganja, dhadha peksi limasan, ander dan molo. Tiang penyangga atap terdiri dari soko guru limasan berjumlah 8 dan soko emper berjumlah 18. Semua soko didirikan di atas umpak dari bahan batu putih berbentuk persegi.
- Atap
Pada bagian atap ndalem, atap limasan ditutup dengan genteng keripik. Genteng tersebut ditopang oleh usuk dan reng yang memiliki bentuk pemasangan rigereh. Pada bagian bubungan ditutup dengan wuwung seng dengan hiasan puncak berupa gunungan wayang berangka tahun 2019.
3. Ragam Hias, kaerifan lokal dan keunikan bangunan
Ragam hias dan keunikan bangunan yang terlihat di Rumah Tradisional Kromopawiro diantaranya adalah sebagai berikut :
- Pola hias tlancapan,
- Pola hias pada geganja yang berbentuk ukel dengan ukiran semacam antefik berpola hias floral,
- Dekorasi pada pintu senthong tengah berupa ukiran geometris,
- Ukiran bintang ditengah bulatan yang terdapat pada pintu ndalem masuk sisi selatan atau depan.
Kearifan lokal yang terlihat di Rumah Tradisional Kromopawiro diantaranya adalah sebagai berikut :
- Model pecelan pada papan gebyok,
- Pemasangan gebyok menggunakan pantek atau paku dari bambu,
- Pengunci pintu dengan menggunakan slorokan,
- Penggunaan tegel dari bahan batu putih,
- Pasangan giring sebagai perkuatan tanah.
Keunikan bangunan yang terlihat di Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro diantaranya adalah sebagai berikut :
- Bentuk simetris pada posisi pintu dan jendela,
- Engsel pintu yang menggunakan engsel besi yang kuat,
- Handle pintu yang terbuat dari besi berbentuk bulat seperti gelang,
- Jika dilihat dari elevasi permukaan lantai, terdapat upaya peninggian lantai yang berbeda pada bangunan lintring dan ndalem. Bangunan lintring memiliki elevasi yang lebih rendah dibandingkan lantai ndalem. Berdasarkan penjelasan Wuryanto, bagian halaman depan atau bekas bangunan joglo memiliki elevasi permukaan lantai yang paling rendah. Terdapat dugaan bahwa peninggian tersebut merupakan struktur penataan ruang bangunan yang meniru punden berundak. Struktur punden berundak pada bangunan biasanya berupa teras atau trap berganda yang mengarah pada satu titik dengan tiap teras semakin tinggi posisinya. Struktur semacam ini sering ditemukan pada situs kepurbakalaan di Nusantara, sehingga dianggap sebagai salah satu ciri kebudayaan asli Nusantara.
4. Kerusakan bangunan.
Berdasarkan pengamatan terhadap bangunan secara keseluruhan, maka dapat disimpulkan bahwa:
- Bangunan rumah Kromopawiro berada pada posisi miring ke arah barat daya. Kemiringan disebabkan karena salah satu tiang soko emper ndalem mengalami pergeseran, yang disebabkan karena penahan tanah melesat ke arah barat. Pada sisi luar bangunan ndalem terlihat pasangan nat tegel batu putih yang melebar, merupakan salah satu indikasi dari pergerakan tanah tersebut. Secara teknis pergeseran ini menyebabkan gaya tarik pada sisi atap ke arah barat daya sehingga tiang doyong ke arah barat daya. Perlu kajian teknis lebih lanjut, berkaitan dengan kemiringan bangunan ini.
- Kayu blandar dan usuk banyak yang aus dan keropos karena dimakan usia.

Bangunan rumah saat ini masih digunakan sebagai tempat tinggal Ibu Katijah (98 tahun) dengan anak bungsunya yang bernama Nurini Widyaningsih.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Tahun : 1912
Alamat : Dusun Genjahan RT 003/ RW 012, Genjahan, Ponjong, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9524168811281° S, 110.71195059714° E

SK Walikota/Bupati : SK NO 369/KPTS/2020


Lokasi Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Fasad : Rumah menghadap kearah selatan, pintu pada bagian tengah bergaya kupu – kupu. Dinding rumah berbahan kayu.
Deskripsi Konsol : Konsol bangunan masih asli, berbentuk segitiga dan berbahan kayu, konsol dapat diamati pada teras rumah, serta ruang tamu.
Deskripsi Jendela : Terdapat 4 buah jendela berdaun ganda bergaya kupu tarung.
Deskripsi Pintu : Terdapat 6 buah pintu, diantaranya 2 pintu berdaun ganda bergaya kupu tarung dan 4 pintu kayu berdaun tunggal.
Deskripsi Atap : Bangunan atap masih asli dengan bergaya tradisional bangunan jawa.
Deskripsi Lantai : Seluruh ruangan rumah berlantaikan batu alam dengan ukuran setiap lantai berbeda beda
Deskripsi Kolom/Tiang : Tiang atau kolom pada bangunan rumah berpenampang persegi
Deskripsi Ventilasi : Ventilasi berbahan kayu berbentuk persegi dapat diamati pada bangunan rumah keseluruhan
Deskripsi Plafon : tidak ada
Desain : Secara umum desain rumah Kromo Pawiro merupakan rumah tradisional jawa, terdiri dari pendhopo dan ndalem , akan tetapi pendopo yang letaknya pada hal
Interior : Interior dalam rumah beberapa masih asli dan ada beberapa yang baru, barang – barang asli yang tidak digunakan masih di simpan di rumah yang berbeda
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pemerintah Kalurahan GenjahanBerdirinya Desa Genjahan ditandai dengan terjadinya perubahan sistem Pemerintahan Kademangan kedalam sistem Pemerintahan Kalurahan pada tahun 1912. Pada masa pemerintahan Kademangan struktur organisasi pemerintah terdiri dari Bekel Tua, Bekel Cengkek, Bekel Jajar dan sebagainya. Jabatan Bekel dilaksanakan dengan sistem turun temurun. Pada saat itu, Desa Genjahan termasuk dalam wilayah Kademangan Pati, sedangkan Demang yang berkuasa yaitu Hardja Darsa. Sedangkan wilayah Ponjong terdiri dari Kademangan Wirik, Kademangan Trengguna, Kademangan Koripan, Kademangan Ponjong, Kademangan Karangijo dan Kademangan Pati. Berdirinya Kalurahan Genjahan pada hari Rabu Wage, tanggal 28 Agustus 1912, terdiri dari Dusun Pati, Dusun Genjahan, Dusun Susukan, Dusun Simo, Dusun Kerjo dan Dusun Tanggulangin. Setelah terbentuk Kalurahan maka struktur organisasi pemerintah menjadi, Lurah Kamitua, Carik, Jaga Miruda, Kabayan dan Ulu-Ulu. Setelah Kalurahan berdiri, maka agar roda pemerintahan bisa berjalan maka Bupati Gunungkidul ke-7 yaitu RT Wiryodiningrat (1901–1914) selanjutnya mengangkat Kramapawira yang sebelumnya menjabat sebagai Bekel di Sendang Sawahan, sebagai Lurah pertama Desa Genjahan dari tahun 1912–1943. Kramapawira adalah Putra dari Mangun Puspito (Demang Pucangsari ) Pada saat berdiri, kalurahan Genjahan belum memiliki balai desa, untuk itu adanya rapat dan pertemuan lainya dilakukan di rumah Lurah Kromopawiro, sekaligus sebagai pusat pemerintahan. Setiap hari Rabu Wage Kalurahan Genjahan selalu mengadakan rapat rakyat atau rapat kepala keluarga. Rapat yang dilakukan setiap hari Rabu Wage ini selanjutnya dikenal dengan sebutan rapat wong sewu. Setelah Kromopawiro berkuasa selama 31 tahun (1912–1943), maka Bupati Gunungkidul ke sepuluh yaitu KRT Joyodiningrat (Moertoyo) yang berkuasa pada tahun 1935–1944. Pada tahun 1943 memerintahkan kepada Kramapawira untuk berhenti mengingat kondisi fisiknya sudah tua dan perjuangannya terhadap kalurahan Genjahan sudah besar. Maka Lurah Kromopawiro segera mengadakan rapat rakyat pada hari Rabu wage. Pada rapat tersebut KRT Joyodiningrat juga hadir dan memberikan instruksi kepada warga yang hadir, agar mengangkat Alimu Harjodisastro sebagai pengganti Lurah Kramapawira. Atas perintah KRT Joyodiningrat tersebut, maka Alimu Harjodisastro yang merupakan cucu dari Kromopawiro selanjutnya diangkat menjadi Lurah kedua Genjahan dan berkuasa dari tahun 1943–1946. Sebelumnya Alimu Harjodisastro merupakan Carik Kalurahan Genjahan, Alimu Harjodisastro diangkat oleh KRT Joyodiningrat sebagai Lurah kedua Genjahan karena dianggap tingkat pendidikanya paling tinggi. Pada tahun 1946 terjadilah masa pembangunan, dimana seluruh Lurah dan Pamong diberhentikan untuk menghadapi ekonomi tingkat desa. Maka Lurah Alimu Harjodisastro juga diberhentikan. Namun setelah masa pembangunan selesai maka pada tahun itu juga diadakan musyawarah pemilihan lurah lagi. Pemilihan diadakan dirumah Suro Ijoyo di Dusun Susukan. Namun pemilihan tersebut tidak ada kata mufakat sehingga pertemuan ditunda pada hari berikutnya. Selanjutnya pada pertemuan yang diadakan di rumah Kromopawiro sebagai pusat pemerintahan Kalurahan Genjahan, maka Alimu Harjodisastro terpilih kembali menjadi Lurah Genjahan yang ketiga dari tahun 1946 –1948. Dalam menjalankan pemerintahanya Lurah Alimu Harjodisastro dibantu oleh Carik Darmo Suroyo, Keamanan oleh Darso, Sosial oleh Wiryo Sumarno dan Kemakmuran oleh Karto Sudarmo. Pada tahun 1948 Lurah Alimu Harjodisastro berhenti dan digantikan oleh Wiryo Sumarno yang sebelumnya menjabat sebagai Sosial sebagai lurah ke empat.Lurah Wiryo Sumarno berkuasa di Kalurahan Genjahan selama 5 tahun, terhitung dari tahun 1948–1953. Pada tahun 1953 Lurah Wiryo Sumarno purna tugas dan selanjutnya diadakan pemilihan Lurah kelima Genjahan dan ternyata Alimu Harjodisastro terpilih kembali, Lurah Alimu Harjodisastro selanjutnya menganggap perlu adanya bangunan balai desa yang permanen dan berada di tengah–tengah Kalurahan Genjahan, maka pada tahun 1953 Lurah Alimu Harjodisastro mengadakan tukar guling tanah Kas Desa terletak di Bulak Timo seluas ± 2 ha, dengan tanah milik Kartapawiro di Kerjo 2 seluas ± 2100 m². Rumah joglo milik Kramapawira di tanah tersebut kemudian di renovasi sebagai balai desa atau balai pertemuan. Selanjutnya pusat pemerintahan yang semula dirumah Lurah Genjahan dipindahkan ke balai desa di Dusun Kerjo 2. Disamping itu sebagai pusat olah raga warga Kalurahan Genjahan, Lurah Alimu Harjodisastro juga membangun lapangan PPC. Setelah pusat pemerintahan pindah ke Balai Desa Genjahan di Dusun Kerjo 2, maka tata kota dan tata pemerintahan mulai tersusun. Lurah Alimu Harjodisastro mengakhiri masa jabatanya pada tahun 1968.B. Sejarah Bangunan Rumah Lurah KromopawiroSejarah kepemilikan : Kromopawiro  Basirah atau Mbah Manis + Prawirodiharjo (Anak 8 orang)  Alimu Harjodisastro + Katijah (Anak 11 orang)  Suharyanto dan Wuryanto.Perjalanan sejarah :- Bangunan Ndalem semula dimiliki oleh Ngabehi Ngebrak Semanu, kemudian dibeli oleh Kromopawiro dan diboyong ke Genjahan. Sejak tahun 1918 bangunan tersebut digunakan sebagai rumah tempat tinggal keluarga Kromopawiro. - Alimu Harjodisastro menikah dengan Katijah pada tahun 1940. Alimu Harjodisastro merupakan cucu pertama Kromopawiro. Setelah menjadi carik atau sekretaris Kalurahan Genjahan, Alimu Harjodisastro dipilih menjadi lurah menggantikan Kromopawiro. Rumah peninggalan Kromopawiro diteruskan menjadi balai Kalurahan. Kromopawiro meninggal dunia pada tahun 1948.- Pada akhir tahun 1948 ketika terjadi clash ke-2 Belanda, bangunan rumah sempat dikosongkan. Penghuni rumah pada waktu itu mengungsi ke tempat lain. Ketika itu, banyak harta benda yang dijarah dan dicuri rampok termasuk bahan makanan.- Pada tahun 1953, Balai Kalurahan Genjahan menempati bangunan yang baru dan Rumah Kromopawiro tidak digunakan lagi sebagai kantor balai kalurahan.- Rumah Lurah Kromopawiro menjadi bangunan Sekolah Dasar hingga tahun 1966. Disamping sebagai balai kalurahan, bangunan Rumah Lurah Kromopawiro juga sempat digunakan sebagai Sekolah Dasar Negeri 1 Genjahan. Menurut kesakasian warga setempat yang pernah menjadi siswa di sekolah tersebut, bangunan yang digunakan sebagai sekolah berada di sisi barat dan depan joglo. Bagunan tersebut adalah gandhok tengen dan serambi di depan joglo. Pada tahun 1966 Sekolah Dasar Negeri Genjahan berpindah tempat ke bangunan sekolah sementara di Wirik Wetan, sebelum berpindah lagi ke daerah Genjahan.
Riwayat Rehabilitasi : Menurut Wuryanto, bangunan yang berada di Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro yang asli terdiri atas bangunan joglo, lintring, limasan, gandok, dan dapur. Saat ini bangunan yang tersisa hanya bangunan ndalem dan lintring. Demikian adalah sejarah bangunan Rumah Tradisional Lurah Kromopawiro dan rehabilitasi yang pernah terjadi :- Bangunan ndalem didirikan di Genjahan tahun 1918. Bangunan tersebut semula milik Ngabei Semanu.- Bangunan joglo didirikan di depan bangunan ndalem tahun 1921. Bangunan tersebut semula berasal dari Wiladeg dan didirikan pertama kali tahun 1866.- Bangunan lintring didirikan tahun 1953. Semula sebelum didirikan lintring hanya berupa bangunan perluasan emper yang menyambung ke joglo.- Tahun 1968 bangunan gandhok dipindah ke depan di timur pasar wage, dijadikan sebagai warung makan.- Sekitar tahun 1970-an lantai sesek yang rusak diganti dengan tegel.- Tahun 1977 bangunan joglo diboyong ke Jakarta.- Tahun 2019 bagian bubungan atau wuwung bangunan lintring diganti dengan wuwung seng.
Nilai Sejarah : Menjadi bukti sejarah perjalanan pemerintah Desa Genjahan sejak zaman Belanda sampai pasca kemerdekaan, serta perkembangan sejarah pendidikan di Genjahan.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Mengandung berbagai macam disiplin ilmu, diantaranya arkeologi, teknik arsitektur, teknik sipil, administrasi pemerintahan dan seni.
Nilai Pendidikan : Menjadi monumen hidup yang dapat digunakan untuk pembelajaran generasi muda akan bentuk-bentuk dan nilai-nilai dari bangunan rumah tersebut yang bisa menunjukkan status sosial atau jabatan dari pemilik bangunan rumah tradisional tersebut.Menjadi salah satu bukti bahwa di bidang pendidikan di Yogyakarta, bahwa penggunaan bangunan pejabat kalurahan sebagai sekolah dasar pada awal pasca kemerdekaan, adalah sesuatu yang biasa terjadi, terutama di Kabupaten Gunungkidul.
Nilai Budaya : Adanya kearifan lokal masyarakat dengan menggunakan teknologi manual dalam membangun sebuah rumah.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Bapak Suharyanto & Bapak Wuryanto
Alamat Pemilik : Padukuhan Genjahan, kelurahan Genjahan, RT 003 RW 12
Nomer Kontak : 08128104077
Pengelolaan
Nama Pengelola : Bapak wuryanto
Alamat Pengelola : Padukuhan Genjahan, kelurahan Genjahan, RT 003 RW 12
Nomer Kontak : 08128104077
Catatan Khusus : Ada beberapa benda asli dari rumah kromo pawiro yang disimpan di rumah berbeda dengan alas an keamanan benda dan terjaga keasliannya tanpa merubah benda. Benda tersebut diantaranya :1. Almari brankas yg terbuat dari kayu2. Almari ukir kayu jati 2 bh/2 setel3. Almari polos kayu jati 2 bh/2setel4. Almari Gede kayu jati ukir 1 bh5. Almari tempat barang pecahbelah 1 bh6. Meja dan kursi tamu kayu jati 2 set7. Meja Makan 2 bh8. Kursi meja makan 4 bh9. Meja marmer,kayu jati ukir 1 bh10. Kursi tuk meja Marmer 2 bh11. Tempat tidur besar kayu jati ukir berkelambu 1 bh12. Tempat tidur besar besi berkelambu13. Kastok 2 bh/2 setel14. Kenap 2 bh15. Selintru ukir kayu jati 1 bh16. Selintru sekat kayu jati polos 2 bh17. Meja kerja/tulis kayu jati ukir 1 bh18. Kentongan besar kayu jati 1 bh19. Tempat cantelan topi,jas,teken kayu jati 1 bh20. Piring keramik polos 2 bh21. Cangkir,cawan,teko keramik 2 set/2 jenis22. Basi keramik besar bertutup1 bh23. Basi keramik kecil 2 bh24. Anglo kuningan/perunggu berrantai 1 bh25. Bokor perunggu/kuningan 2 bh26. Loyang perunggu/kuningan 1 bh27. Kenceng tembaga/kuningan besar 1 bh28. Kenceng tembaga kecil 2 bh29. Tempat nginang kayu jati 1 bh30. Tempat Nginang dri kuningan 1 bh31. Tempat udut/rokok plus bakinya+asbak terbuat dri kayu jati,kuningan,kaca riben bunga 1 set32. Alquran cetakan 1 bh33. Dandang tembaga 2 bh34. Teplok kayu/tempat lampu 1 bh35. Lampu Gantung ukir 2 bh36. Keramik motif kecil 1 bh37. Loyang keramik motif+kuningan 1 bh38. Tempat buah keramik ukir polos 2 bh39. Mangkok keramik polos/kobokan 2 bh40. Bak tempat mandi batu alam/kowen besar 1 bh41. Sumur gali 1 bh42. Gentong tanah liat+siwur batok 1 bh43. Tombak/pusaka 5 bh+plangkannya44. Keris/pusaka 7 bh45. Pedang/pusaka 2 bh/ageman eyang Mangun Kusumo46. Wayang kulit seperangkat47. Gamelan seperangkat+gong perunggu besar48. Sepeda ontel 2 bh/sepeda laki2 & perempuan49. Pipisan jamu batu alam 1 bh50. Alat saringan air minum batu alam 1 bh51. Meja bundar ukir kayu jati 1 bh52. Kursi panjang kayu jati 2 bh.53. Tas kerja kulit 1 bh.54. Belik gandok/sumur Jambe55. Meja Lesehan kayu jati 2 bh.56. Tempat tidur besar kayu jati polos 1 bh57. Dipan kayu jati 2 bh58. Boks brankas kecil 1 bh59. Tungku batu pawon 2 bh.