Loading

Lumpang Batu di Karangasem A Paliyan

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Lima buah lumpang batu yang ditemukan dari ladang penduduk atau dikenal sebagai daerah Alas Kentheng pada tahun 2018, saat ini telah ditampung di sebuah bangunan bermaterial kayu berukuran luas : 2 m x 2 m. Bangunan tersebut didirikan di depan Balai Padukuhan Karangasem A, Kalurahan Karangasem. Bangunan tersebut dibuat pada tahun 2019, sebagai perwujudan atas inisiatif warga Padukuhan Karangasem A yang menginginkan semua benda tersebut dilestarikan di padukuhan mereka. Kelima buah lumpang batu ditempatkan di atas lantai yang disemen dengan ketinggian 50 cm dari atas permukaan tanah. Sebagai perlindungan, disekeliling bangunan dibuat pagar dari bahan kayu. Lokasi tersebut berjarak 456 m ke arah barat daya dari tempat penemuan aslinya. Deskripsi atas kelima buah lumpang batu tersebut adalah sebagai berikut :
1. Lumpang batu 1
Benda dalam keadaan relatif utuh dengan beberapa bagian mengalami aus atau pecah (gempil). Pada sebagian permukaan samping tumbuh lumut. Material lumpang batu 1 adalah batu putih (tuff). Bentuk semi bulat tidak beraturan, dengan tinggi 35 cm, panjang 69 cm, dan lebar 69 cm. Pada bagian tengah terdapat sebuah lubang dengan diameter 26 cm dan kedalaman lubang 35 cm. Kondisi lubang menembus permukaan bawah, yang diduga terjadi karena faktor penggunaan yang terus menerus.


2. Lumpang batu 2
Kondisi bagian tengah lumpang batu 2 dalam keadaan pecah, sehingga mangakibatkan batu terbelah menjadi dua. Apabila dilihat dari permukaan pecahnya batu, bisa dipastikan kondisi tersebut diakibatkan karena proses pemindahan batu yang kurang hati-hati ketika pertama kali ditemukan. Pada beberapa bagian lumpang batu 2 berada dalam kondisi gempil dan secara umum material batu sudah aus. Benda berukuran tinggi 29 cm, panjang 65 cm, dan lebar 56 cm. Pada bagian tengah terdapat sebuah lubang dengan diameter 21 cm dan kedalaman lubang 29 cm. Meski kondisi lumpang batu 2 berada dalam keadaan pecah dan aus, namun secara umum berada dalam keadaan yang relatif lengkap atau akan menjadi utuh apabila disatukan kembali.
3. Lumpang batu 3
Benda berada dalam keadaan relatif utuh dengan beberapa bagian mengalami pecah (gempil). Pada sebagian permukaan samping tumbuh lumut. Lumpang batu 3 dibuat dari material batu putih (tuff). Bentuk benda adalah balok yang tidak beraturan, dengan ukuran tinggi 32 cm, panjang 73 cm dan lebar 65 cm. Pada bagian tengah terdapat sebuah lubang dengan diameter 25 cm dan kedalaman lubang 32 cm. Kondisi lubang menembus permukaan bawah, yang diduga terjadi karena faktor penggunaan yang terus menerus.
4. Lumpang batu 4
Lumpang batu 4 berbentuk balok dengan ukuran tinggi 38 cm, panjang 158 cm dan lebar 82 cm. Terdapat dua buah cekungan berbentuk persegi mengerucut ke bawah, cekungan (a) berukuran lebar 55 cm dan panjang 64 cm, pada bagian tengah terdapat lubang dengan diameter 28 cm. Cekungan (b) berukuran lebar 55 cm dan panjang 64 cm, pada bagian tengah terdapat lubang dengan diameter tidak diketahui karena terdapat bagian yang pecah atau hilang, kedalaman cekungan 38 cm. Kondisi lubang menembus permukaan bawah, yang diduga terjadi karena difungsikan secara terus menerus sehingga menyebabkan batu menjadi aus. Secara umum kondisi lumpang batu 4 mengalami pecah di beberapa bagian. Cekungan yang satu (a) masih utuh, sementara cekungan (b) pecah dan bagian pecahan sudah hilang. Pada beberapa bagian lumpang batu terdapat lubang kecil akibat proses alam dan tumbuh lumut di permukaan sisi.
5. Lumpang batu 5
Lumpang batu 5 berbentuk balok dari batu putih (tuff) dengan ukuran tinggi 28 cm, panjang 220 cm, lebar 65 cm – 90 cm. Terdapat dua buah cekungan berbentuk persegi mengerucut ke bawah, cekungan (a) berukuran lebar 49 cm dan panjang 83 cm. pada bagian tengah terdapat lubang dengan diameter 13 cm. Kedalaman cekungan 28 cm. Cekungan (b) berukuran lebar 54 cm dan panjang hanya menyisakan 42 cm (sebagian telah pecah atau hilang), pada bagian dasar cekungan terdapat lubang namun tidak bisa diukur karena pecah. Ukuran kedalaman cekungan juga tidak bisa diukur karena pecah. Selain dua bentuk cekungan persegi yang telah disebutkan diatas, pada bagian ujung lumpang batu juga terdapat lubang berdiameter 25 cm dengan kedalaman 28 cm. Kondisi lubang menembus permukaan bawah, yang diduga terjadi karena faktor penggunaan yang terus menerus.


Ukuran :
1. Lumpang batu 1
- Tinggi : 35 cm
- Panjang : 69 cm
- Lebar : 69 cm
- Diameter lubang : 26 cm
- Kedalaman lubang : 35 cm.
2. Lumpang batu 2
- Tinggi : 29 cm
- Panjang : 65 cm
- Lebar : 56 cm
- Diameter lubang : 21 cm
- Kedalaman lubang : 29 cm
3. Lumpang batu 3
- Tinggi : 32 cm
- Panjang : 73 cm
- Lebar : 65 cm
- Diameter lubang : 25 cm
- Kedalaman lubang : 32 cm
4. Lumpang batu 4
- Tinggi : 38 cm
- Panjang : 158 cm
- Lebar : 82 cm
Terdapat dua buah cekungan berbentuk persegi.
Cekungan (a) Lebar 55 cm, Panjang 64 cm. Diameter lubang pada bagian dasar cekungan 28 cm. Kedalaman cekungan 38 cm.
Cekungan (b) Lebar 55 cm, Panjang 64 cm. Kedalaman cekungan 38 cm.
5. Lumpang batu 5
- Tinggi : 28 cm
- Panjang : 220 cm
- Lebar : 65 cm – 90 cm
Terdapat dua buah cekungan berbentuk persegi mengerucut ke bawah, yaitu cekungan (a) lebar 49 cm, panjang 83 cm. Diameter lubang pada dasar cekungan 13 cm. Kedalaman cekungan 28 cm. Cekungan (b) lebar 54 cm, panjang 42 cm, kedalaman cekungan juga tidak bisa diukur karena pecah. Lubang pada bagian ujung lumpang berdiameter 25 cm dan kedalaman 28 cm.

Kondisi Saat Ini : Rapuh, tetapi diamankan di sebuah bangunan penampungan yang terlindung dari panas dan hujan.

Status : Benda Cagar Budaya
Nama Lainnya : Belum Ada
Alamat : Karangasem A, RT 01 RW 05 , Karangasem, Paliyan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0166666666667° S, 110.88277777778° E

SK Walikota/Bupati : Lumpang Batu di Karangasem A Paliyan


Lokasi Lumpang Batu di Karangasem A Paliyan di Peta

Bahan Utama : Batu Batu Putih
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang -
Lebar -
Tinggi -
Tebal -
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih dan krem
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih dan krem
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Lumpang Batu Di IndonesiaSejarah pertanian padi di Jawa sampai sekarang masih dipertanyakan baik yang menyangkut waktu maupun tempatnya. Penelitian secara intensif perlu dilakukan guna mengumpulkan data mengenai pertanian padi di Indonesia, khususnya di Jawa. Penelitian terhadap situs-situs dari masa bercocok tanam telah banyak dilakukan, akan tetapi sejauh ini belum ditemukan data arkeologis yang secara jelas menunjukkan cara bercocok tanaman padi. Meskipun jenis padi yang ditanam di Indonesia pada saat sekarang ini sudah diketahui, termasuk jenis OryzaSativa seperti halnya yang terdapat di India, akan tetapi belum ada bukti tentang jenis tanaman padi yang pertama kali dibudidayakan oleh petani Indonesia. Menurut RP Soejono, dari bukti-bukti arkeologis dapat diketahui bahwa sebagian besar pulau-pulau di Indonesia seperti misalnya Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Sulawesi, Flores dan Maluku, pada masa prasejarah telah mempraktekkan cara bercocok tanam. Jenis-jenis artefak yang dapat digolongkan sebagai hasil teknologi masa bercocok tanam antara lain : beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, mata tombak, pemukul kulit kayu, barang-barang perhiasan dan gerabah. Lumpang batu merupakan salah satu bukti hasil budidaya pertanian padi sawah (baik kering maupun basah) yang terjadi di Indonesia. Selama ini temuan lumpang batu sebagai benda prasejarah periode Megalitik telah ditemukan hampir diseluruh Indonesia. Sejauh ini penemuan lumpang batu prasejarah yang berasal dari periode Megalitik ditemukan di : Lampung, Nias, Baduy, Malang, Sulawesi dan Nusa Tenggara. Lumpang batu menurut kamus artkeologi merupakan alat tumbuk berupa benda yang memiliki lubang berbentuk bulat cekung pada permukaannya. Lumpang dibuat dari batu atau kayu dan digunakan bersama dengan alu. Khusus lumpang yang lubangnya lebih dari satu sering disebut sebagai batu dakon. Dalam budidaya pertanian tradisional, lumpang digunakan sebagai alat untuk mengolah hasil pertanian. Lumpang menjadi alat penumbuk padi, untuk memisahkan biji beras dari sekam, dengan menggunakan alat penumbuk yang biasa disebut alu, yang umumnya terbuat dari batu.B. Sejarah Penemuan Lima Buah Lumpang Batu Di Padukuhan Karangasem ARiwayat penemuan lumpang batu dari Padukuhan Karangasem A diawali dengan kegiatan pembuatan jalan desa. Menurut kesaksian Rebiyo (72 tahun, pemilik lahan yang berada di sebelah timur lokasi ditemukannya lima buah lumpang batu), jalan desa yang dibuat di Padukuhan Karangasem A merupakan hasil inisiatifnya. Sebelumnya, rencana untuk membuat jalan baru lintas padukuhan hanya sekedar wacana lama yang tidak pernah terwujud. Atas ajakan Rebiyo, seluruh pemilik lahan di wilayah Kalurahan Karangasem yang hendak dilewati jalan baru, mau merelakan tanahnya (tanpa ganti rugi). Daerah yang hendak dilewati oleh jalan baru tersebut oleh masyarakat setempat dikenal pula dengan sebutan Alas Kentheng. Tidak diketahui dengan pasti asal muasal penyebutan tersebut, namun menurut Panikem (71 tahun, istri Rebiyo) Alas Kentheng merupakan sebutan yang diturunkan oleh leluhur termasuk oleh kakeknya. Selanjutnya kegiatan pembuatan jalan bisa dimulai pada pertengahan tahun 2018. Kegiatan tersebut dilaksanakan melalui program JUT (Jalan Usaha Tani) yang difasilitasi oleh pemerintah desa. Pada bulan Juni tahun 2018, Proyek JUT di Padukuhan Karangasem dilakukan dengan menggunakan sebuah alat berat ekskavator atau backhoe. Ketika proyek JUT baru berlangsung sepanjang 500 meter, tepatnya di lahan (ladang) milik Harjowinoto-Jumiyem, ekskavator mengangkat 5 lumpang batu dari dalam tanah (tepatnya di tumpukan batu pembatas tanah atau galeng). Atas kejadian tersebut, proyek JUT sempat terhenti, karena di lokasi penemuan lumpang batu menjadi tempat tontonan warga yang ingin menyaksikan penemuan tersebut. Masyarakat Padukuhan Karangasem A yang mengetahui adanya penemuan (yang diduga) benda cagar budaya di wilayahnya sepakat untuk menyelamatkan seluruh benda tersebut dan melaporkan ke Pemerintah melalui Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Yogyakarta di Bogem. Pada tanggal 1 Agustus 2018, Pemerintah melalui BPCB DIY menindaklanjuti laporan tersebut dengan menerjunkan sebuah tim yang ditugaskan untuk melakukan peninjauan dan penyelamatan benda (cagar budaya) temuan baru. Tim dari BPCB tersebut selanjutnya melakukan dokumentasi yang dilanjutkan dengan identifikasi. Berdasarkan hasil laporan dari tim BPCB DIY, benda-benda yang ditemukan dari Padukuhan Karangasem diidentifikasi sebagai benda cagar budaya. Pada akhir kegiatan, tim BPCB DIY membuat kesimpulan (dalam bentuk laporan) bahwa penemuan lima lumpang batu dari Karangasem berada dalam keadaan yang tidak in situ. Meski demikian benda tersebut diduga berasal dari masa prasejarah periode Megalitik.Sejak ditemukan pertamakali, lima buah lumpang batu dari Alas Kentheng telah menumbuhkan inisiatif warga untuk memiliki dan melindungi benda tersebut. Menurut penjelasan Kepala Padukuhan setempat yang bernama Sarjono (53 tahun), hasil musyawarah warga menghasilkan kesepakatan untuk melestarikan benda-benda tersebut. Bahkan dengan berbagai alasan yang sebagian diantaranya dibumbui oleh cerita-cerita mistis, warga Karangasem A tidak memperbolehkan benda tersebut keluar dari Padukuhan Karangasem A. Akhirnya setelah terjadi musyawarah antara warga, pemilik lahan dan pemerintah (diwakili oleh BPCB DIY), maka pemerintah melaui BPCB DIY memberikan kompensasi sebesar Rp. 3.500.000 (belum dipotong pajak). Kompensasi tersebut dimaksudkan sebagai bantuan bagi masyarakat setempat yang hendak menyelamatkan dan mengamankan lumpang batu dari lokasi Alas Kentheng. Maka pada bulan September 2019, dipimpin oleh Kepala Padukuhan setempat, berlangsung pemindahan lima buah lumpang batu. Benda-benda tersebut dibawa ke lokasi yang baru yaitu di depan Balai Padukuhan Karangasem A. Dalam kegiatan tersebut terlebih dahulu dibuat sebuah tempat penampungan berupa bangunan dari material kayu yang beratap genteng berukuran luas 2 m x 2 m. Menurut Sarjono, dibutuhkan tenaga delapan orang dewasa dan sebuah mobil pick up sebagai pengangkut dalam kegiatan pemindahan kelima benda cagar budaya tersebut. Dengan demikian sejak saat itu lima buah lumpang batu dari Padukuhan Karangasem A berada di tempat yang aman hingga saat ini.C. Sejarah Pemanfaatan Lima Buah Lumpang Batu Di Padukuhan Karangasem ALumpang batu yang terdapat ditemukan di Alas Kentheng, tidak diketahui dengan pasti usianya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada sejumlah penduduk dan perangkat pemerintah kalurahan setempat, tidak ada yang mengetahui waktu dan pengguna lumpang batu tersebut. Sejauh ini, hanya diketahui bahwa lumpang batu tersebut berada di lahan milik Harjowinoto-Jumiyem. Semula lahan di tempat tersebut dimiliki oleh So Parto-Wajem, yang turun waris kepada salah satu anaknya yaitu Jumiyem (almarhum). Menurut penuturan Panikem (anak bungsu So Parto-Wajem), lumpang batu yang terdapat di tempat tersebut merupakan benda-benda yang sudah lama tergeletak di atas lahan Jumiyem. Bahkan ketika Panikem masih kecil, lumpang batu biasa digunakan untuk bermain anak-anak pada saat itu. Panikem kemudian menjelaskan lagi, bahwa seluruh lumpang batu tersebut tidak pernah digunakan sebagai alat penumbuk bahan makanan. Menurut Panikem, untuk kegiatan menumbuk padi dan gaplek, orangtuanya (pada waktu itu) menggunakan lumpang kayu yang dimiliki di rumah. Suatu hari, karena alasan banjir dan lahan yang tergerus air, So Parto menumpuk semua lumpang batu yang terdapat di ladangnya dan dijadikan tanggul penahan air (galeng). Sejak saat itu, kelima buah lesung batu kemudian dilupakan karena tertimbun oleh batu dan tanah hingga akhirnya ditemukan lagi tahun 2018.Alas Kentheng merupakan penamaan lokasi ditemukannya kelima lumpang batu memiliki makna yang diduga memiliki keterkaitan dengan lumpang batu. Penamaan Alas Kentheng merupakan istilah yang telah lama digunakan oleh warga setempat. Dalam hal ini terdapat dua buah alasan yang berkaitan dengan nama Alas Kentheng. Alasan pertama, karena tempat tersebut semula adalah hutan yang kemudian dibuka kembali sebagai daerah pemukiman dan ladang. Alasan kedua karena tempat tersebut terdapat lumpang batu yang terbuat dari batu kapur yang keras (watu kencleng/ kentheng). Jika benar demikian maka diperkirakan Alas Kentheng merupakan ladang pertanian kuno yang sudah ada sejak zaman dahulu dan sempat ditinggalkan (kemudian menjadi hutan) karena suatu alasan yang tidak diketahui penyebabnya. Pada masa lalu, lumpang batu telah digunakan oleh masyarakat petani kuno yang telah melakukan kegiatan pertanian dengan di lahan tersebut yang kemudian ditinggalkan. Tempat tersebut kemudian dibuka kembali oleh masyarakat dan dimanfaatkan menjadi ladang bertani warga hingga saat ini. Penemuan lumpang batu di Padukuhan Karangasem A merupakan penemuan yang cukup penting bagi penyusunan sejarah pertanian yang pernah berlangsung di Gunungkidul. Penemuan lumpang batu memberikan ketegasan atas peran situs (pertanian) pada periode awal yang diketahui dimulai sejak Zaman Megalitik. Pada waktu itu, manusia telah tinggal secara menetap, bertahan hidup dengan mengolah sumberdaya alam yang ada dengan cara bertani. Selain itu penemuan lumpang batu juga dapat memberikan gambaran tentang aktifitas penduduk, soal mengolah lahan sumberdaya, tradisi bercocok tanam dan sebagainya. Berdasarkan sifat lahannya yang kering dan model bertani masyarakat masa sekarang, dapat digambarkan bahwa pada masa lalu jenis tanaman yang diolah adalah jenis tanaman yang tidak menggunakan sistem irigasi. Menurut PH. Soebroto, model pertanian yang demikian sesuai dengan model pertanian periode awal (prasejarah) masyarakat Jawa. Lumpang batu memberikan gambaran yang jelas bahwa masyarakat pada masa lalu telah mengenal teknologi mengupas kulit padi dan biji-bijian lainnya. Penggunaan alat tersebut berlangsung secara terus menerus dalam waktu yang lama, hingga kemudian ditinggalkan karena alasan tertentu. Pada periode selanjutnya yang lebih maju, datang masyarakat yang berbeda di tempat tersebut. Masyarakat tersebut masih menggunakan alat yang sama namun dari material yang berbeda yaitu lumpang kayu. Dengan demikian, melalui penemuan lima buah lumpang batu membuktikan bahwa di Padukuhan Karangasem A terjadi kesinambungan budaya bertani dengan menanam padi yang berlangsung secara terus menerus yang dimulai dari masa prasejarah hingga sekarang.
Nilai Sejarah : Menjadi bukti penting bagi penyusunan sejarah pertanian yang pernah terjadi di Gunungkidul.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Bahwa masyarakat pada waktu itu telah mengenal teknologi pengolahan bahan makanan dengan menggunakan material yang ditemukan disekitarnya.
Nilai Pendidikan : Merupakan wujud budaya materi masyarakat pertanian tradisional yang berlangsung dari masa Prasejarah hingga masa sekarang, yang wajib dipelajari oleh generasi muda.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Masyarakat Padukuhan Karangasem A, Kalurahan Karangasem, Kapanew
Pengelolaan
Nama Pengelola : Masyarakat Padukuhan Karangasem A, Kalurahan Karangasem, Kapanew