Loading

Deskripsi Singkat

Pasar Ngenep merupakan pasar pemerintah yang terletak di Padukuhan Sembuku, Kalurahan Dadapayu, Kapanewon Semanu. Berdasarkan lokasinya yang berada di wilayah Kapanewon Semanu, maka Pasar Ngenep menjadi bagian dari Kemantren Pasar Semanu (Kemantren = Koordinator pasar). Lokasi Pasar Ngenep berada di sudut pertigaan jalan, dengan denah segi tiga, dengan arah hadap pasar ke utara. Disekeliling Pasar Ngenep merupakan jalan aspal dengan letak pasar berada di atas talud berketinggian kurang lebih 1 meter. Pintu (jalan masuk ) masuk sebagai pintu utama berada di sisi utara. Pada bagian tersebut terdapat tlundhak atau undak-undakan dari semen, yang berguna untuk jalan ke pasar. Pintu yang lain terdapat di sisi barat (sebuah pintu) dan timur (dua buah pintu).
Berdasarkan catatan yang diperoleh dari Kantor Dinas Pasar Kabupaten Gunungkidul, terdapat sebuah bangunan untuk kantor dinas pasar dan los-los untuk pedagang. Jumlah seluruh los yang terdapat di dalam Pasar Ngenep adalah 13 buah. Los-los tersebut terdiri atas sebuah los besi, sebuah los kayu dan 11 buah los beton. Dari keseluruhan los tersebut, delapan los berada dalam posisi berjajar dari utara ke selatan, dua buah los berada di sisi timur, dua buah los di sisi barat dan sebuah los di sisi selatan. Sebuah los yang terbuat dari besi berada di urutan nomor 3 dari utara, pada posisi delapan buah los yang berjajar dari utara ke selatan.
Pasar Ngenep merupakan pasar umum (bukan pasar hewan) yang menyediakan berbagai kebutuhan masyarakat sehari-hari. Saat ini tercatat 155 pedagang resmi yang berjualan di pasar tersebut setiap hari pasaran Wage. Seluruh pedagang pada hari pasaran menempati seluruh los yang disediakan oleh pemerintah. Khusus untuk los besi, ditempati oleh pedagang pakaian. Los besi yang terdapat di Pasar Ngenep merupakan los besi peninggalan kolonial yang saat ini masih berdiri dengan kokoh di tengah pasar.
Los besi Pasar Ngenep merupakan pasar dengan model terbuka, tanpa pelingkup dinding pada bangunan dengan atap model kampung. Los tersebut memiliki batur dengan peninggian dari permukaan tanah (yang ditutup konblok) setinggi 40 cm pada sisi timur dan 10 cm pada sisi barat. Denah los besi berbentuk persegi panjang. Denah tersebut terdiri atas denah batur dan denah atap. Ukuran luas denah batur 3,20 m x 12,7 m = 40,64 m². Sementara ukuran luas denah atap 5,20 m x 14,31 m = 74,412 m². Seluruh permukaan batur Los Pasar Ngenep ditutup semen acian. Dan seluruh permukaan tanah (latar) ditutup dengan konblok atau paving.
Struktur pada los besi Pasar Ngenep menggunakan tiang tunggal di tengah-tengah batur yang berderet sejajar dengan jumlah lima. Struktur tiang dan kuda-kuda merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Pada masing masing tiang terdapat umpak yang terbuat dari semen cor. Umpak tersebut berbentuk trapesium terpenggal berukuran tinggi 100 cm dari permukaan lantai batur. Sementara tinggi tiang adalah 365 cm.
Struktur atap los besi Pasar Ngenep berupa kuda-kuda yang menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar lima baris (lihat lampiran gambar). Keempat kuda-kuda tersebut diikat dengan nok dan gording. Nok dan gording sebagai struktur utama untuk menumpu usuk dan reng. Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi baja berejenis UNP. Material tersebut memiliki bentuk atau profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. Seluruh permukaan konstruksi baja tidak ditutup dengan cat, atau mungkin sudah pernah ditutup dengan cat, tapi dalam kondisi saat ini berkarat. Pada beberapa bagian besi baja terdapat tulisan GUTEHOFFNUNGSHUTTE No.8. Tulisan tersebut masih terlihat samar-samar karena tertutup oleh karat. Sebagian reng sudah diganti dengan reng kayu, sementara bagian penutup atap menggunakan genteng press merk “Super SPT”. Bubungan ditutup dengan krepus.
Konstruksi bangunan los Pasar Ngenep memiliki kesamaan dengan los besi yang terdapat di pasar pemerintah seperti yang ada di Kabupaten Sleman, Bantul dan Kulon Progo. Sebagai perusahaan pensuplai material baja pada waktu itu adalah NV. BRAAT dari Surabaya. Panel NV Braat yang diketemukan di Pasar Kenteng Kulon Progo dan Pasar Stom Seleman, tidak diketemukan di Pasar Ngenep.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1900
Alamat : Dusun Sembuku, RT 03 / RW III, Dadapayu, Semanu, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0625° S, 110.70472222222° E

SK Walikota/Bupati : R0117/TACBGK/11/2020


Lokasi Los Pasar Ngenep di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pasar Tradisional Di YogyakartaPasar atau marketplace merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah “pasar” berasal dari bahasa Persia yakni bazaar yang maknanya pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, hal itu dapat diketahui dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama sejak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung, di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Pasar Ngenep memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial. Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum, keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar—beserta masjid, alun-alun dan penjara—yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Perjanjian Giyanti 1755, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini, dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gede di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar merupakan bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga memperbaiki arsitektur bangunan pasar sehingga menjadi bangunan modern. Oleh karena itu, desain pasar mengacu pada standar yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, namun juga tetap memperhatikan kebiasaan cara berdagang masyarakat sekitar. Sehingga mendapatkan bentuk bangunan dengan struktur modern namun tanpa dinding yang menutup bangunan, hal ini menyesuaikan kebiasaan warga masyrakat yang hanya berjualan pada hari tertentu. Sehingga mereka tidak memerlukan bangunan yang tertutup untuk menyimpan barang yang mereka bawa untuk diperdagangkan, karena mereka akan membawa kembali barang dagangannya.Berdasarkan staadblad No. 37, tanggal tanggal 15 Juli 1873, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi los dalam Bahasa Indonesia). Pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lazim dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan ruang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. B. Sejarah Pasar Ngenep Di Dadapayu SemanuBerdasarkan wawancara dengan narasumber yang bernama Bandono (80 tahun), Pasar Ngenep didirikan sebelum masa kemerdekaan atau masa penjajahan Belanda. Menurut kesaksian beliau, pada sekitar tahun 1948 bangunan yang terdapat di Pasar Ngenep hanya terdiri dari dua buah los besi, bangunan kayu untuk petugas pemungut retribusi pasar dan pagar keililng pasar yang terbuat dari kawat berduri. Pagar keliling tersebut terdiri atas penyangga kayu dengan kawat berduri. Pintu utama pasar terletak di sisi utara. Kemudian di dekat pintu masuk terdapat bangunan kayu untuk petugas retribusi pasar. Dua buah los besi tersebut digunakan sebagai tempat pedagang penjual pakaian. Menurut Bandono, pada sisi selatan pasar juga terdapat sebuah makam yang dikenal sebagai Kyai Gumuneng. Meskipun masyarakat di Padukuhan Sembuku tidak mensakralkan makam tersebut, namun hingga saat ini makam tersebut tetap berada di area pasar.Pasar Ngenep memiliki hari pasaran Wage. Hari pasaran tersebut menurut keterangan masyarakat sekitar tidak pernah berganti hari sejak pasar tersebut berdiri. Pada setiap hari pasaran, Pasar Ngenep dipenuhi penjual dan pembeli dari berbagai wilayah di sekitar Kapanewon Semanu. Khusus untuk para pedagang, sebagian besar pedagang di Pasar Ngenep berasal dari luar daerah Dadapayu. Menurut penjelasan Bandono, dulu banyak pedagang yang berasal dari Ponjong, Wonosari, bahkan Pracimantoro (Wonogiri). Komoditas pertanian yang utama, yang dibawa oleh penduduk adalah palawija. Sementara komoditas perdagangan yang dibawa pedagang adalah barang kebutuhan pokok atau barang konsumsi. Banyaknya pedagang yang berada di Pasar Ngenep menyebabkan tempat berjualan di los yang disediakan pemerintah menjadi penuh. Akibatnya sebelum tahun 1970, para pedagang mulai membangun bango-bango atau bangunan kayu berbentuk Panggang Pe (digunakan sebagai warung) disekeliling pasar. Bangunan tersebut didirikan secara mandiri oleh pedagang. Pada sekitar tahun 1970-an, bangunan Pasar Ngenep menjadi penuh dengan bangunan bango yang didirikan disekeliling pasar.Mulai tahun 1965, Pasar Ngenep sedikit demi sedikit mulai mendapatkan rehabilitasi dari pemerintah. Pembangunan yang terjadi berupa pembuatan los-los baru untuk pedagang dan membersihkan bango-bango yang dibuat oleh pedagang. Kejadian yang terpenting pada sekitar tahun 1970 adalah penggantian los besi sisi utara yang keropos, diganti dengan los kayu. Saat ini Pasar Ngenep tetap buka di hari pasaran Wage. Namun menurut Bandono, Pasar Ngenep saat ini tidak seramai dahulu (berlangsung hingga tahun 1990-an). Sekarang Pasar Ngenep buka sebelum subuh dan sudah tutup jam 08.00 pagi. C. Sejarah Rehabilitasi Pasar Ngenep Di Dadapayu SemanuBerdasarkan wawancara dengan narasumber setempat dan informasi yang diperoleh dari Dinas Perdagangan Gunungkidul, maka rehabilitasi yang pernah terjadi di Pasar Ngenep adalah sebagai berikut :- Sekitar tahun 1970 terjadi rehabilitasi yang pertama di Pasar Ngenep. Los besi yang utara rusak, diganti los kayu. Tapi dua buah los dan bango sekeliling pasar tetap masih ada. - Kemudian secara bertahap pembangunan yang terjadi adalah: Bango dihilangkan mulai tahun 1970an kemudian didirikan los dari beton.- Batur pasar besi dibuat pada tahun 1970-an karena bagian bawah berkarat. - Permukaan plataran pasar ditutup paving atau kon blok tahun 1980an.- Pada tahun 2018 didirkan tiga buah los baru di sisi barat dan timur. Termasuk pembuatan pintu masuk tambahan pada kedua sisi tersebut.
Nilai Sejarah : a. Los besi Pasar Ngenep memiliki nilai sejarah yang tinggi karena berhubungan dengan perkembangan perekonomian desa, khusunya bidang perdagangan di pasar pada masa kolonial abad XIX-XX masehi di wilayah Gunungkidul. Pasar Ngenep merupakan salah satu peninggalan pasar tradisional yang mengalami modernisasi pada masa kolonial yang masih bertahan hingga saat ini.b. Memberikan bukti tentang aktivitas pasar tradisional pada masa itu di Gunungkidul.
Nilai Ilmu Pengetahuan : a. Bangunan pasar (fisik/tangible) berguna sebagai obyek kajian untuk ilmu-ilmu seperti teknik sipil, arsitektur, dan arkeologi. Sedangkan secara intangible, pasar menjadi obyek pembelajaran tentang perkenomian pada masyarakat yang mencakup kegiatan jual-beli. Kegiatan bertemunya penjual dan pembeli dalam sistem pasar tradisional mengandung berbagai kegiatan diantaranya : silaturahmi, gotong royong, musyawarah dan lain sebagainya. b. Memberikan informasi tentang model konstruksi dan arsitektur bangunan pasar modern di Gunungkidul pada masa kolonial. Struktur dan konstruksi besi baja yang berkembang pada masa kolonial masih digunakan masyarakat hingga sekarang.c. Menunjukkan pada masyarakat bahwa penggunaan material baja lebih tahan lama dibandingkan material kayu.d. Memberikan informasi tentang peningkatan pendapatan melalui retribusi yang ditarik dari pedagang pasar oleh Pemerintah Belanda pada abad XIX-XX. e. Merupakan cikal bakal bangunan portable dan knock down yang sangat dikenal sekarang, seperti bangunan terminal portable.
Nilai Pendidikan : a. Memberikan informasi bahwa masyarakat Jawa memiliki sistem penanggalan (pasaran) yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian.b. Menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan.
Nilai Budaya : Bangunan los besi Pasar Ngenep menyimpan berbagai informasi budaya yang berkaitan dengan interaksi sosial budaya masyarakat yang terjadi sejak masa kolonial dan masih berlangsung hingga saat ini.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid