Arca D 48a berada di daerah sekitar Kali (mata air) Banteng yang terletak di sebelah barat bangunan Balai Padukuhan Nglampar di Kapanewon Karangmojo. Daerah tersebut merupakan daerah yang berada di lembah cekungan perbukitan, dengan kondisi geologi tanah berbatu krast. Kali Sungai Banteng terdiri atas dua atau lebih mata air dengan debit air yang cukup besar yang dimanfaatkan warga sekitar sebagai sumber air bersih. Besarnya debit air yang keluar dari Kali sungai Banteng tidak pernah surut di sepanjang musim panas. Kondisi alam yang subur menyebabkan daerah tersebut tumbuh berbagai macam pohon besar dan rindang. Arca D 48a ditempatkan di sebuah bangunan dari beton dengan batur setinggi satu meter dan beratap menyerupai atap bangunan rumah Jawa. Arca tersebut berada tidak jauh dari Kali Sungai Banteng atau tepatnya berada di sebelah utara tanah lapang.
Arca D 48a digambarkan sebagai hewan lembu (sapi) jantan yang sedang berada dalam posisi mendekam di atas sebuah lapik atau dalam sedang dalam posisi santai (tenang). Kondisi arca tersebut dideskripsikan sebagai berikut :
- Arca berukuran panjang 64cm, lebar 40 cm dan tinggi 22 cm,
- Tebal lapik 2 cm di atas cor beton. Lapik berbentuk oval tidak beraturan,
- Berkaki 4 dengan posisi kaki kiri depan ditekuk di depan dada, kaki kanan depan ditekuk, kaki kanan belakang menjuntai ke arah kanan badan, kaki kiri belakang menyembul sedikit di bawah perut sisi kanan,
- Terdapat dua buah tanduk di bagian kepala,
- Bertanduk dan bertelinga dua,
- Berpunuk,
- Berekor panjang,
- Pada bagian punggung kiri terdapat lubang,
- Terdapat sisa taburan bunga yang mengering dan sisa pembakaran dupa atau kemenyan;
- Arca digambarkan sebagai bentuk dari binatang lembu jantan yang natural.
Berdasarkan deskripsi di atas, maka arca diidentifikasi sebagai Arca Nandi. Menurut penjelasan warga arca tersebut sudah berpindah lokasi atau tidak insitu. Lokasi asli berada tidak jauh dari lokasi sekarang. Meskipun tidak insitu, arca tersebut diketahui asli berasal dari tempat tersebut.
Bahan Utama | : | Batu Batu Putih |
Keterawatan | : | / |
Dimensi Benda | : |
Panjang 64 Lebar 40 Tinggi 22 Tebal - Diameter - Berat - |
Peristiwa Sejarah | : | A. Arca Nandi Di IndonesiaDalam kamus arkeologi Nandi disebutkan sebagai Lembu kendaraan Siwa. Siwa salah satu dewa Trimurti dalam Agama Hindu yang berperan sebagai dewa perusak; kemudian menjadi dewa teritinggi dalam alirannya. Sebagai dewa tertinggi, ia mempunyai beberapa aspek dan dipuja sebagai Åšiwa mahadewa, Åšiwa mahakala, Åšiwa mahaguru, Åšiwa nataraja, atau sebagai butheswara (pengusasa atas segala makhluk). Dalam perwujudannya sebagai dewa tertinggi, Åšiwa seringkali digambarkan bersama dengan wahananya, yaitu Nandi. Para penganut Budaya Hindu Siwa percaya bahwa Nandi sebagai wahana memiliki dharma dari Siwa. Oleh sebab itu, seringkali Arca Nandi diciptakan dan digunakan sebagai media pemujaan tunggal tanpa melibatkan Siwa, namun tetap menjadi bagian untuk memohon anugerah Dewa Siwa. Dalam kompleks petirtaan, Arca Nandi dianggap sebagai pembawa anugerah Siwa yaitu kesuburan. Di Indonesia, cukup banyak ditemukan, mengingat aliran Siwa merupakan aliran Hindu terbesar yang pernah terjadi pada periode Klasik Jawa Tengah. Nandi sebagai tokoh penting dalam aliran Hindu Siwa dewa banyak dimunculkan dalam cerita-cerita Hindu. Dalam kisah wayang Purwa Jawa dijelaskan bahwa Nandi sebenarnya mempunyai dua orang kakak lelaki, yaitu NandiÅ›wara dan MahÄkala. Mereka bertiga semula hendak menghancurkan Suralaya tempat persemayaman dewa-dewa, namun berhasil dikalahkan oleh Åšiwa. Kedua kakaknya lalu dijadikan penjaga pintu gerbang Suralaya, digambarkan juga sebagai penjaga pintu masuk candi-candi Åšiwa di Jawa, sedangkan Nandi dijadikan hewan tunggangan Åšiwa. Karena banyaknya pengikut Hindu Siwa, maka Arca Nandi seringkali ditemukan di Jawa. Arca tersebut merupakan peninggalan periode Klasik Jawa Tengah yang berlangsung dari Abad X–XI Masehi.B. Sejarah Arca Nandi D 48a Di Padukuhan NglamparArca D 48a merupakan benda yang dikeramatkan oleh warga di Padukuhan Nglampar, Kalurahan Wiladeg. Menurut penjelasan Dwi Hartono (46 tahun) – Kepala Padukuhan Nglampar, Arca Nandi D 48a biasa disebut Arca Banteng oleh penduduk Wiladeg. Bahkan tempat yang terdapat mata air yang berada tidak jauh dari arca tersebut juga disebut sebagai Kali Banteng. Hal itu bisa terjadi, karena masyarakat menganggap Arca Nandi D 48a yang memiliki dua buah tanduk memiliki bentuk menyerupai banteng. Arca Nandi D 48a diketahui sudah sangat lama berada ditempat tersebut dalam periode waktu yang tidak diketahui oleh masyarakat Wiladeg sekarang. Menurut informasi dari narasumber setempat, dari dahulu arca tersebut dikeramatkan oleh warga Nglampar dan sekitarnya, dengan mengadakan kegiatan ritual tertentu yang berlangsung hingga sekarang. Pada masa lalu, sebelum tahun 1980-an, daerah disekitar Kali Banteng sangat bergantung kepada ketersediaan air bersih yang keluar dari Kali tersebut. Pada masa itu di daerah tersebut belum ada warga yang berinisiatif untuk membuat sumur di rumah. Sehingga Kali Banteng menjadi sumber utama air bersih satu-satunya yang dipergunakan oleh warga. Pada musim kemarau, ketergantungabn warga terhadap air bersih di Kali Banteng menjadi lebih besar, mengingat hanya tempat tersebut yang menjadi sumber mata air satu-satunya dan tidak pernah mengering meskipun kemarau panjang. Diduga karena kondisi tersebut berlangsung sudah sejak masa nenek moyang atau leluhur di daerah tersebut, maka muncullah adat bersik kali (membersihan mata air). Kegiatan tersebut berlangsung pada hari Jum’at legi. Inti kegiatan tersebut adalah menjaga kelestarian mata air yang keluar dari Kali Banteng. Masyarakat Padukuhan Nglampar, Kalurahan Wiladeg, dikenal memiliki adat dan tradisi tahunan yaitu rasulan di setiap hari Jum’at pasaran kliwon pertama sesudah musim panen. Acara ini biasanya diawali dengan kegiatan bersik kali atau membersihkan lingkungan di sekitar Kali Banteng. Kegiatan ini biasanya berlangsung dengan cukup besar dan meriah dengan melibatkan warga baik yang berasal dari Wiladeg setempat maupun yang berada di perantauan. Acara bersik kali dan tradisi rasulan di Kali Banteng berlangsung dengan sakral yang diawali dengan prosesi dari lokasi di sekirat Arca Nandi D 48a. Diduga kegiatan ini memiliki kesinambungan budaya masa lalu, yaitu kehidupan yang dipengaruhi oleh tradisi kebudayaan Hindu. Arca Nandi sebagai wahana Dewa Siwa dalam tradisi Hindu, memiliki nilai yang sama dengan kehadiran Dewa Siwa sendiri. Dalam kaitannya dengan keberadaan mata air yaitu Kali Banteng, Arca Nandi merupakan manifestasi dari berkah kesuburan yang diberikan oleh Dewa yaitu Siwa yang melindungi daerah tersebut. Tradisi bersik kali dan rasulan sudah mengalami perubahan bentuk dalam prosesinya, tetapi masih memiliki akar budaya yang bermula dari tradisi Hindu yang pernah berlangsung di tempat tersebut yang berasal dari periode Klasik Jawa Tengah atau sekitar abad X – XI Masehi.Dikarenakan mempunyai nilai penting, perawatan dan perlindungan oleh masyarakat setempat pun dilakukan pada arca nandi tersebut. Yakni salah satu cara dengan membuat bangunan beratap untuk melindungi sekaligus mengamankan arca tersebut. Alasan lain yakni dipindah ke bangunan baru yang beratap saat ini juga dikarenakan setiap musim hujan sering kebanjiran maka atas inisiatif masyarakat arca nandi dipindahkan ke tempat yang lebih tinggi agar lebih aman. |
Nilai Sejarah | : | Arca Nandi D 48a di Kali Banteng, Nglampar, Kalurahan Wiladeg, Karangmojo, merupakan bukti adanya perkembangan kebudayaan Hindu di wilayah Kabupaten Gunungkidul, karena arca nandi merupakan bukti sisa-sisa peninggalan Kebudayaan Hindu abad IX-X M. |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Arca Nandi mempunyai nilai penting bagi ilmu pengetahuan khususnya arkeologi, sejarah, dan kebudayaan, serta dapat digunakan sebagai kajian tentang rekonstruksi sejarah budaya masa Klasik yang berkembang di wilayah Kabupaten Gunungkidul. |
Nilai Pendidikan | : | Arca Nandi bisa digunakan sebagai obyek pembelajaran bagi masyarakat terutama bagi generasi muda untuk menunjukkan bahwa di Kabupaten Gunungkidul memiliki peninggalan dari kebudayaan Hindu abad IX-X. |
Nilai Budaya | : | Arca Nandi dikeramatkan oleh masyarakat sehingga keberadaannya terlestarikan karena di kompleks tersebut masih berlangsung tradisi bersik kali. |
Nama Pemilik Terakhir | : | BPCB DIY |
Nama Pengelola | : | BPCB DIY |