Loading

Menhir D 151 di Mulusan Paliyan

Status : Benda Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Menhir D 151 merupakan arca batu yang berada dalam posisi tidur atau tergeletak di pekarangan rumah Supardi, seorang pensiunan guru agama Islam di Padukuhan Watugilang A, Kalurahan Mulusan, Kapanewon Paliyan. Menhir tersebut berada di atas tanah pekarangan yang disekitarnya digunakan sebagai lahan perladangan pada musim hujan. Benda cagar budaya yang berasal dari periode Megalitik tersebut berada dibelakang rumah tempat tinggal Supardi, tepatnya di sebelah timur sebuah bangunan yang digunakan sebagai sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Menurut Supardi, menhir tersebut berada dalam posisi yang tidak berubah, sejak beliau kecil. Bagi warga setempat, benda tersebut memiliki arti penting bagi sejarah penamaan tempat tersebut, karena sebutan Watugilang merupakan nama yang berasal dari istilah setempat untuk Menhir D 151. Saat ini Menhir D 151 berada di tempat terbuka tanpa perlindungan.
Kondisi Menhir D 151 dapat dideskripsikan sebagai berikut :
- Arah bujur timur - barat, kepala berada di arah barat,
- Berukuran panjang 189 cm, tinggi kepala 49 cm, lebar bahu 54 cm,
- Kondisi batu arca sudah pecah di dua bagian: bagian bawah dan bagian leher,
- Terdiri atas badan, pundak, leher dan kepala,
- Pada bagian badan terdapat pahatan dua tangan,
- Pada bagian kepala terdapat bentuk muka yang berbentuk oval,
- Raut muka polos,
- Pada bagian badan terdapat sejumlah luka gores, diduga pernah digunakan untuk mengasah benda yang keras sejenis logam,
- Posisi arca sebagian terpendam tanah, sehingga ukuran ketebalan badan tidak diketahui;
- Secara umum arca dalam keadaan aus.
Bagi keluarga Supardi, Menhir D 151 sangat dilindungi, khususnya oleh pihak keluarga. Menurut Supardi, masyarakat setempat seringkali berusaha untuk memanfaatkan benda warisan budaya tersebut sebagai media pemujaan yang bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Perlindungan terhadap arca di pekarangan beliau dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab.


Kondisi Saat Ini : Arca berada dalam keadaan aus, pecah dua bagian, kotor, dan di permukaan batu tumbuh jamur batu serta lumut.

Status : Benda Cagar Budaya
Nama Lainnya : Belum Ada
Alamat : Dusun Watugilang A, Mulusan, Paliyan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0055555555556° S, 110.54222222222° E

SK Walikota/Bupati : R0119/TACBGK/11/2020


Lokasi Menhir D 151 di Mulusan Paliyan di Peta

Bahan Utama : Batu Batu Putih
Keterawatan : /
Dimensi Benda : Panjang 189
Lebar 54
Tinggi -
Tebal -
Diameter -
Berat -
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih
Ciri Fisik Benda
Warna : Putih
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Penelitian Menhir Di GunungkidulBenda-benda peninggalan masa Megalitik banyak ditemukan di daerah Gunungkidul, terutama di wilayah Kecamatan Ponjong, Karangmojo, Paliyan, Playen dan Saptosari. Istilah Megalitik sendiri digunakan untuk menyebutkan salah satu budaya yang menggunakan batu-batu besar sebagai sarananya. Benda-benda yang terbuat dari batu tersebut dibuat dengan tujuan sakral salah satu diantaranya sebagai sarana pemujaan terhadap nenek moyang. Dengan melakukan tradisi pemujaan terhadap nenek moyang, pendukung tradisi Megalitik (manusia Prasejarah) percaya bahwa kehidupan mereka akan terhindar dari ancaman bahaya. Kehadiran nenek moyang yang dipuja dengam media benda-benda Megalitik akan menimbulkan kedamaian, ketentraman, kesuburan dan keselamatan.Catatan penemuan benda-benda Megalitik di Gunungkidul banyak ditulis oleh Pemerintah Kolonial pada masa sebelum kemerdekaan dan di masukkan ke dalam catatan Rapporten Ondheidkundigen Dients (ROD) yang diterbitkan pada tahun 1915. Hingga saat ini catatan yang tercantum dalam ROD tahun 1915 tersebut masih digunakan sebagai acuan dalam penanganan dan penyelamatan benda Cagar Budaya di Gunungkidul masa Prasejarah, terutama di daerah Karangmojo dan Playen. Penelitian terhadap benda-benda Megalitik di Gunungkidul telah dilakukan secara intensif oleh para peneliti dari Belanda. Arkeolog Belanda bernama JL. Moens pada tahun 1934, kemudian A.N.J. van Der Hoop pada tahun 1935 telah melakukan penelitian benda-benda Prasejarah di Gunungkidul. Hasil penelitian kubur peti batu van Der Hoop di Padukuhan Bleberan, Playen, menunjukkan bahwa dalam sebuah kubur peti batu ditemukan 3 buah rangka manusia yang disusun secara bertumpuk. Sebagai catatan penting : penelitian yang dilakukan Hoop pada saat itu merupakan peristiwa penemuan menhir yang pertama kali di wilayah Kapanewon Playen. Secara kebetulan menhir yang ditemukan pada saat itu berada tidak jauh dari kubur peti batu.Pada masa setelah kemerdekaan, penelitian terhadap benda Megalitik di Gunungkidul terus dilakukan. Pada tahun 1968 Haris Sukendar melakukan pengamatan kembali terhadap obyek-obyek penelitian A.N.J. van Der Hoop. Benda-benda Megalitik tersebut adalah kubur peti batu dan menhir. Sumijati Atmosudiro kemudian melakukan kajian secara intensif terhadap penemuan sejumlah menhir di daerah Beji, Kapanewon Playen pada tahun 1980.Berkaitan dengan penemuan benda-benda Megalitik di wilayah Playen, Sumijati Atmosudiro mengemukakan pandangannya yang ditulis ke dalam makalah Tinjauan Sementara Tentang Arca Megaltik di Gunungkidul. Menurut Sumijati, arca menhir yang ditemukan di Gunungkidul memiliki kemiripan dengan arca menhir di daerah Bondowoso (Jawa Timur), Napu Besoa dan Bada (Sulawesi tengah). Sebagai salah satu catatan paling penting terhadap menhir-menhir yang ditemukan dari Playen, Sumijati menjelaskan bahwa menhir dari Playen memiliki bentuk paling lengkap dan utuh jika dibandingkan dengan menhir-menhir yang ditemukan dari Karangmojo. Kesimpulan Sumiyati dalam pengamatan tersebut adalah : Ciri utama yang bisa diamati dari menhir Playen adalah adanya bentuk leher yang dibuat diantara muka dan pundak (bahu). Bentuk tersebut menjadi ciri khas menhir dari Playen.Wilayah Kapanewon Paliyan merupakan daerah yang secara administratif berada di sebelah selatan Kapanewon Playen. Hingga saat ini, penelitian terhadap penemuan benda purbakala yang berasal dari periode Prasejarah masih belum dilakukan di wilayah ini. Penemuan benda-benda yang diduga merupakan benda Cagar Budaya, sudah dilakukan pada tahun 1990 oleh Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DIY (Sekarang BPCB DIY). Dari kegiatan tersebut berhasil ditemukan sebuah menhir yang berada di halaman rumah Supardi di Kalurahan Mulusan. Menhir tersebut selanjutnya mendapatkan nomor inventaris D 151. Berdasarkan pengamatan fisik terhadap Menhir D 151, terdapat ciri yang dimiliki oleh bentuk menhir dari Playen yang pernah diteliti oleh Sumiyati. Bentuk tersebut adalah adanya bentuk pundak (bahu) dan leher. Dengan demikian maka dapat dipastikan bahwa Menhir D 151 memiliki kesatuan budaya dengan sejumlah temuan menhir dari Playen.B. Sejarah Menhir D 151 di Mulusan PaliyanBerdasarkan wawancara dengan Supardi dan sejumlah narasumber yang tinggal di Padukuhan Watugilang A, maka diperoleh keterangan bahwa Menhir D 151 (atau yang biasa disebut Watugilang) merupakan asli berasal dari halaman rumah Supardi. Supardi memiliki latar belakang agama Islam yang kuat. Beliau merupakan pensiunan guru agama Islam SMPN 1 Playen, dan keluarga Supardi dikenal sebagai tokoh masyarakat di Padukuhan Watugilang A. Menurut Supardi, benda tersebut sudah berada di belakang rumahnya sejak beliau masih kecil. Supardi yang mengulang kembali cerita orang tuanya, meyakini bahwa benda tersebut merupakan peninggalan leluhur yang sejak semula telah berada di tempat tersebut hingga akhirnya keluarga Supardi menggunakan lahan tersebut sebagai tempat tinggal. Benda tersebut hingga saat ini masih berada di tempat yang sama dan Supardi tidak berani memindahkan benda tersebut.Menurut Supardi, leluhur di Padukuhan tersebut menyebut Menhir D 151 sebagai Watugilang. Penamaan tersebut tidak diketahui baik waktu maupun alasannya. Namun hingga sekarang, masyarakat mengetahui bahwa penamaan Padukuhan Watugilang berasal dari penyebutan Menhir D 151 di masa lalu.C. Sejarah Pelestarian Arca Menhir D 151 Di Mulusan PaliyanSejarah pelestarian Menhir D 151 sudah dimulai sejak lama, yaitu ketika masyarakat di Padukuhan Watugilang memberi nama daerah tersebut dari penyebutan Menhir D 151. Berawal dari ketidaktahuan masyarakat yang menganggap Menhir D 151 sebagai watugilang, hingga saat ini daerah atau tempat ditemukannya benda tersebut menjadi nama padukuhan yaitu Watugilang. Hingga pada tahun 1990, Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala DIY melakukan kegiatan sosialisasi kepurbakalaan di Kapanewon Paliyan (saat itu masih Kecamatan). Dalam kegiatan sosialisasi yang dilanjutkan dengan pendataan benda yang diduga Cagar Budaya, watugilang yang berada di halaman rumah Supardi ditemukan. Benda yang kemudian diketahui merupakan menhir tersebut mendapatkan nomor inventaris D 151. Karena alasan tertentu dari masyarakat, benda tersebut tidak bisa diselamatkan dan masih berada di halaman rumah Supardi. Berdasarkan laporan SPSP DIY yang ditulis pada tahun 1990, Menhir D 151 berada dalam kondisi pecah di bagian leher.Pada tahun 2019, masyarakat di Padukuhan Watugilang dikejutkan dengan kejadian pencurian Menhir D 151. Menurut kesaksian Supardi, kejadian tersebut berlangsung suatu hari di tengah malam yang sedang hujan. Menhir D 151 dibawa oleh sekelompok orang ke belakang bangunan balai padukuhan, tanpa diketahui oleh keluarga Supardi. Menurut penjelasan narasumber yang lain, Supardi tidak mengetahui bahwa Menhir D 151 telah berpindah tempat hingga dua hari lamanya. Supardi dan sejumlah warga masyarakat kemudian mengambil kembali Menhir D 151, dan diletakkan di tempat semula. Kejadian yang berlangsung pada tahun 2019 tersebut telah menyebabkan Menhir D 151 yang semula rusak di bagian leher, bertambah rusak lagi di bagian bawah.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : BPCB DIY
Pengelolaan
Nama Pengelola : BPCB DIY