Loading

Los Pasar Unggas-Eks Pasar Sapi Semanu

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Pasar Unggas Semanu merupakan bangunan pasar yang didirikan pada tahun 2016, menempati lahan Eks Pasar Sapi Semanu yang kosong sejak tahun 1995. Lokasi pasar tersebut berjarak kurang lebih 25 meter ke arah barat dari Pasar Munggi dan berada di tengah perkampungan (lihat foto). Bangunan Pasar Unggas saat ini menjadi lokasi pasar darurat untuk pedagang sayuran yang berdagang di Pasar Munggi blok barat. Menurut keterangan salah seorang pedagang pasar setempat, Pasar Munggi bok barat yang berjarak sekitar 100 meter ke arah selatan dari Pasar Unggas sedang direhabilitasi oleh pemerintah. Selama proses rehabilitasi, para pedagang di pasar tersebut di relokasi untuk sementara waktu di Pasar Unggas.
Lahan Pasar Unggas Semanu berdenah persegi panjang dengan dua buah jalan masuk yang masing-masing terletak di sisi utara dan sisi tenggara. Jalan masuk yang berada di utara merupakan jalan masuk utama, sementara jalan masuk di sisi tenggara merupakan jalan belakang. Lahan pasar bagian utara yang berada di selatan jalan masuk merupakan pelataran atau lahan terbuka untuk parkir kendaraan, sementara pada bagian lahan yang lain didirikan berbagai macam bentuk bangunan. Los Pasar Unggas Semanu berada di sisi tenggara atau berada di sudut pasar. Los besi merupakan bangunan asli yang didirikan pada tahun 1929 dan menjadi satu-satunya bangunan yang berusia paling tua di lahan tersebut. Bangunan di sekitar los besi merupakan bangunan baru yang didirikan secara bertahap pada tahun 2016 dan 2019. Bangunan yang berada di sebelah utara los besi merupakan los-los galvalum yang didirikan pada tahun 2019, sementara pada sisi timur terdapat kios-kios permanen yang didirikan pada tahun 2016. Secara umum kondisi los besi saat ini dalam keadaan rusak parah, tidak terawatt dan ketinggian lantai pasar berada di level paling bawah dari permukaan lahan pasar.
Los besi pada Pasar Unggas Semanu merupakan bangunan terbuka dengan struktur besi yang terdiri dari tiang penyangga dan kuda-kuda sebagai penyangga atap. Struktur tersebut menyatu dengan tiang besi rangkap berjajar 5 baris (lihat lampiran gambar). Struktur tiang dan kuda-kuda tersebut merupakan satu kesatuan. Struktur semacam ini dalam ilmu arsitektur disebut dengan struktur modular. Struktur ini merupakan pabrikan yang masing-masing komponen memiliki bentuk ukuran yang sama sehingga bisa dibongkar pasang dengan sistem mur baut dan pelat baja sebagai panel pengikat (pengunci). Sistem ikatan dari masing-masing komponen tersebut menggunakan mur baut dan pelat baja. Material kerangka struktur bangunan semua menggunakan material besi profil “C”, siku “L”, dan “H” atau “I”. Seluruh permukaan konstruksi baja ditutup dengan cat warna hijau.
Struktur besi yang terdapat di los besi pada Pasar Unggas memiliki bentuk yang masih asli. Pada bagian kaki, dasar dari tiang penyangga tidak ditutup dengan umpak. Bagian tersebut dibiarkan terbuka sehingga terlihat pelat besi penyambung sebagai dasar bangunan, yang disambung dengan baut sejumlah 16. Pada bagian kaki, terjadi kerusakan yang cukup parah, karena tiang penyangga mengalami korosi sehingga tidak tersambung dengan bagian dasar pelat (lihat foto).
Pada bagian tubuh, permukaan besi tidak dicat, berada dalam keadaan berkarat. Pada bagian atap, reng, usuk dan genteng masih asli. Pada bagian genteng, terdapat pergantian bahan di sejumlah tempat yang diduga merupakan penambahan yang bersifat sementara atau sulaman. Secara keseluruhan bangunan sudah mengalami kemiringan. Kemiringan nampak pada bagian tianag nomor satu dan dua dari sisi timur. Pada bagian tersebut, tidak terdapat penyangga pada sisi tepi bangunan, menyebabkan tiang dan atap miring ke arah selatan. Pada bagian yang lain (tiang ke-3, ke-4 dan ke-5) struktur disangga oleh tiang pada bagian tepi emper. Tiang tersebut berupa kayu yang dipasang seadanya.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Alamat : Dusun Munggi Pasar, RT 2 / RW 30, Semanu, Semanu, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.9986111111111° S, 110.65222222222° E

SK Walikota/Bupati : R0122/TACBGK/11/2020


Lokasi Los Pasar Unggas-Eks Pasar Sapi Semanu di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pasar Tradisional Di YogyakartaPasar atau marketplace merupakan istilah yang digunakan untuk merujuk tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi. Secara etimologi, istilah “pasar” berasal dari bahasa Persia yakni bazaar yang maknanya pasar tertutup. Pasar telah dikenal sejak lama, hal itu dapat diketahui dalam Prasasti Pagumulan (abad ke-5), maupun ditunjukan dalam sumber artefaktual lainnya seperti yang terdapat dalam salah satu relief di Candi Borobudur. Pasar terus berkembang seiring dengan semakin pesatnya perdagangan terutama sejak abad ke-16. Hanya saja pasar tidak lantas secara spesifik merujuk pada infrastruktur bangunan tertutup tempat penjual dan pembeli melakukan transaksi. Kebanyakan pasar merupakan ruang terbuka atau open-air space dan bersifat sementara dalam arti tanpa perlu bangunan permanen. Pasar dapat diselenggarakan di pinggir jalan, tengah kota atau kampung di bawah pohon rindang, bahkan di sungai seperti yang banyak didapati di Kalimantan. Terkait dengan hal tersebut, Los Pasar Unggas (Eks Pasar Sapi) Semanu memiliki makna historis yang penting karena merupakan bangunan pasar permanen yang didirikan sejak masa kolonial. Secara historis pasar sebagai infrastruktur permanen terutama yang berada di Yogyakarta berkaitan dengan dua hal. Pertama, secara umum keberadaan pasar yang dibangun di pusat kerajaan merupakan wujud dari konsep catur tunggal kota kerajaan. Berdasar konsep ini, pasar merupakan salah satu pilar beserta masjid, alun-alun dan penjara yang melengkapi keberadaan keraton. Oleh sebab itu, keberadaan pasar tradisional dengan bentuk bangunan permanen yang saat itu dikenal sebagai Pasar Gede (Kota Gede) telah hadir sebagai elemen penting dalam pembangunan keraton Mataram Islam. Pasca Perjanjian Giyanti 1755, baik Kasultanan Yogyakarta maupun Kasunanan Surakarta melanjutkan konsep ini, dengan demikian keduanya sama-sama membangun pasar di sekitar istana sebagai perwujudan konsep catur tunggal, yakni Pasar Beringharjo di Yogyakarta; dan Pasar Gede di Solo. Selain menjadi penanda simbolis-filosofis sebuah kota kerajaan, pasar di Yogyakarta juga bersifat fungsional sebagai pusat aktifitas ekonomi. Kedua, pasar merupakan bagian penting untuk mempromosikan “komersialisme” dan “modernitas” pada masa kolonial. Dalam hal ini, pemerintah kolonial bukan hanya membangun lebih banyak pasar hingga menjangkau wilayah-wilayah di luar pusat kota, namun juga memperbaiki arsitektur bangunan pasar sehingga menjadi bangunan modern. Oleh karena itu, desain pasar mengacu pada standar yang dimiliki oleh pemerintah kolonial, namun juga tetap memperhatikan kebiasaan cara berdagang masyarakat sekitar. Sehingga mendapatkan bentuk bangunan dengan struktur modern namun tanpa dinding yang menutup bangunan, hal ini menyesuaikan kebiasaan warga masyrakat yang hanya berjualan pada hari tertentu. Sehingga mereka tidak memerlukan bangunan yang tertutup untuk menyimpan barang yang mereka bawa untuk diperdagangkan, karena mereka akan membawa kembali barang dagangannya.Berdasarkan staadblad No. 37, tanggal tanggal 15 Juli 1873, pasar harus memiliki Loods (bangsal, yang diadopsi menjadi los dalam Bahasa Indonesia). Pasar dari masa kolonial, terutama yang dibangun pada awal abad ke-20, memiliki bentuk yang relatif seragam yakni berupa bangunan terbuka dengan atap yang ditopang oleh kerangka besi. Adapun material berupa besi digunakan untuk menggantikan struktur kayu yang lazim dipakai dalam arsitektur tradisional. Kebutuhan material besi diproduksi oleh perusahaan besar seperti NV. Braat Surabaya, dan Gutehoffnungshütte (GHH) Munchen Jerman, adapun untuk pembangunan turut dikerjakan oleh sejumlah perusahaan konstruksi seperti N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Material besi pada bangunan pasar kolonial digunakan untuk memperkuat kesan modern. Penggunaan loods atau los juga ditujukan untuk menciptakan ruang yang lebih luas, tidak tersekat-sekat, sehingga dapat menampung lebih banyak orang maupun barang, sekaligus memfasilitasi interaksi yang lebih longgar. Penggunaan loods atau los juga diarahkan untuk menggantikan bango (warung kecil) yang cenderung mengokupasi banyak ruang namun untuk peruntukan yang terbatas karena hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. B. Sejarah Pasar Unggas SemanuPasar semanu pada masa lalu merupakan pasar yang besar dan menjadi tempat berkumpulnya para pedagang di berbagai daerah di wilayah timur Kabupaten Gunungkdul. Para pedagang dari Kapanewon Semanu, Ponjong, Rongkop, Wonosari, bahkan Pracimantoro – Wonogiri berdatangan di setiap pasaran kliwon meramaikan Pasar Munggi. Selain melakukan perdagangan berupa komoditas pertanian, di Semanu juga terdapat Pasar Sapi yang berlokasi di sebelah barat Pasar Munggi. Pasar tersebut memiliki hari pasaran yang sama dengan Pasar Munggi. Pada masa kolonial, Pasar Sapi Semanu juga mendapatkan perbaikan dari pemerintah pada masa tersebut. Bangunan yang didirkan di Pasar Munggi Semanu terdiri atas pembuatan sebuah los besi, enam buah batang besi sebagai tambatan ternak (sapi) dan sebuah bangunan kantor untuk petugas pasar.Berdasarkan wawancara dengan narasumber yang bernama Mudiman (78 tahun) dan Wasinah (78 tahun), Pasar Unggas Semanu semula merupakan Pasar Sapi Semanu. Menurut Mudiman yang menjelaskan kembali cerita dari orang tuanya, pasar tersebut semula didirikan oleh Belanda pada saat yang sama dengan pembangunan jembatan Jirak. Seperti diketahui, jembatan Jirak merupakan jembatan besar yang yang berada di Jalan Raya Semanu – Wonosari. Jembatan tersebut berjarak 205 meter di sebelah utara Pasar Sapi Semanu. Mudiman dan Wasinah adalah suami istri yang berjualan di sebelah barat Pasar Unggas. Mereka berdua semula berdagang di dalam Pasar, namun pada tahun 1970 membeli lahan di sebelah barat Pasar Unggas dan mendirikan warung makan sekaligus rumah sebagai tempat tinggal. Menurut kesaksian mereka berdua, Pasar Sapi sangat ramai dikunjungi penjual dan pembeli ternak di setiap pasaran kliwon. Kebiasaan yang terjadi di Pasar Sapi, biasanya pasar sudah buka sejak subuh dan tutup jam 17.00 sore. Los besi Pasar Sapi digunakan oleh pedagang makanan dan minuman. Komoditas hewan yang diperjualbelikan di pasar hanya terbatas hewan sapi. Transaksi perdagangan yang bisa digambarkan pada masa itu yaitu : sehari sebelum hari pasaran (yaitu wage) dagangan sapi sudah datang ke pasar tersebut. Sapi-sapi dari berbagai daerah dikirim terlebih dahulu oleh para pengirim (biasa naik truk atau mobil) ke pelataran pasar, sehingga pasar sudah ramai oleh sapi pada malam sebelum kliwon (wage malam). Pagi harinya, pasar sudah buka sesudah subuh. Para pedagang dan pembeli mulai transaksi sepanjang hari, hingga pasar tutup pada sore hari. Demikian yang terjadi di hari pasaran kliwon di Pasar Sapi Semanu.Pada tahun 1995, karena alasan pasar yang tidak bisa menampung para pedagang, pemerintah memindah Pasar Sapi Semanu ke lokasi yang baru. Sejak tahun 1995, lokasi Pasar Sapi dalam keadaan kosong. Menurut kesaksian Wasinah bangunan los besi menjadi terlantar, karena tidak ada aktivitas di tempat tersebut hingga tahun 2016. Pemerintah melalui Dinas Pasar Kabupaten Gunungkidul kemudian melakukan revitalisasi pasar yaitu dengan membangun lokasi Eks Pasar Sapi menjadi Pasar Unggas Semanu. Pembangunan Pasar Unggas yang berlangsung sejak 2016 menyebabkan sejumlah perubahan di lokasi pasar tersebut. Terutama pada bagian pagar dan peninggian atau pengurugan lahan pasar sisi utara. Dampak dari pembangunan tersebut, Los Besi Pasar Unggas menjadi rusak dan terendam air jika musim hujan.C. Sejarah Rehabilitasi Pasar Unggas SemanuBerdasarkan wawancara dengan narasumber setempat dan informasi yang diperoleh dari Dinas Perdagangan Gunungkidul, tidak terdapat informasi yang berkaitan dengan rehabilitasi los besi Pasar Unggas. Demikian bisa terjadi karena bangunan tersebut pernah terbengkalai selama 21 tahun dan baru digunakan kembali pada tahun 2016. TACB Gunungkidul yang meninjau di lokasi tersebut menemukan fakta bahwa bangunan los besi Pasar Unggas tidak banyak mengalami perubahan material. Karena berada dalam keadaan terbengkalai yang cukup lama, kondisi bangunan yang ada saat ini diuntungkan dengan tidak mengalami renovasi yang menyebabkan perubahan bentuk. Meski dalam keadaan rusak, los besi Pasar Unggas sebagian besar dalam kondisi masih asli. Jika terjadi rehabilitasi, diduga terjadi pada bagian batur dan wuwung atau bubungan. Batur yang berada dalam kondisi rusak, masih terlihat sisa pasangan tegel di sebagian sisi timur. Sementara bubungan yang ditutup oleh semen krepus, diberi pasangan genteng wuwung dengan jenis yang lebih baru. Namun perlu dilakukan kajian lebih lanjut, untuk mengetahui waktu terjadinya rehabilitasi pada kedua bagian tersebut.
Nilai Sejarah : a. Los Pasar Unggas (Eks Pasar Sapi) Semanu memiliki nilai sejarah yang tinggi karena berhubungan dengan perkembangan perekonomian desa, khusunya bidang perdagangan di pasar pada masa kolonial abad 19-20 masehi di wilayah Gunungkidul. Pasar Sapi Semanu merupakan salah satu peninggalan pasar tradisional yang mengalami modernisasi pada masa kolonial yang masih bertahan hingga saat ini.b. Memberikan bukti tentang aktivitas pasar tradisional pada masa itu di Gunungkidul.
Nilai Ilmu Pengetahuan : a. Bangunan pasar (fisik/tangible) berguna sebagai obyek kajian untuk ilmu-ilmu seperti teknik sipil, arsitektur dan arkeologi. Sedangkan secara intangible, pasar menjadi obyek pembelajaran tentang perkenomian pada masyarakat yang mencakup kegiatan jual-beli. Kegiatan bertemunya penjual dan pembeli dalam sistem pasar tradisional mengandung berbagai kegiatan diantaranya : silaturahmi, gotong royong dan musyawah. b. Memberikan informasi tentang model konstruksi dan arsitektur bangunan pasar modern di Gunungkidul pada masa kolonial. Struktur dan konstruksi besi baja yang berkembang pada masa kolonial masih digunakan masyarakat hingga sekarang.c. Menunjukkan pada masyarakat bahwa penggunaan material baja lebih tahan lama dibandingkan material kayu.d. Memberikan informasi tentang peningkatan pendapatan melalui retribusi yang ditarik dari pedagang pasar oleh pemerintahan Belanda pada abad 19-20. e. Bangunan modular pasar kolonial menjadi salah satu konstruksi bangunan portable dan knock down yang pertamakali diperkenalkan di Indonesia pada awal abad ke-20.f. Bangunan mempunyai nilai penting untuk berbagai ilmu pengetahuan selain arkeologi, ilmu teknik sipil, arsitektur dan sebagainya.
Nilai Pendidikan : a. Memberikan informasi bahwa masyarakat Jawa memiliki sistem penanggalan (pasaran) yang dimanfaatkan untuk kegiatan perekonomian.b. Menjadi obyek pembelajaran tentang kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masa sebelum kemerdekaan.c. Menjadi obyek pembelajaran bahwa masyarakat Gunungkidul sudah mengenal perdagangan atau pasar yang sifatnya menetap dan tidak terkena pasan dan hujan.
Nilai Budaya : Bangunan Los Pasar Unggas (Eks Pasar Sapi) Semanu menyimpan berbagai informasi budaya yang berkaitan dengan interaksi sosial budaya masyarakat yang terjadi sejak masa kolonial dan masih berlangsung hingga saat ini.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah – Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Gunungkid
Catatan Khusus : Ukuran Los Besi Pasar Unggas Semanu :Luas Denah Batur 3,20 m x 12 m = 38,4 m²Luas denah atap 5 m x 14 m = 70 m²Tinggi 3,56 mBerdasarkan Luas Pasar Unggas Semanu: ±2.473,73 m²