Loading

Rumah Dinas Sinder Kehutanan BDH-Bagian Dari Hutan-Paliyan

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Bangunan Rumah Dinas Sinder Kehutanan (Kepala BDH) Paliyan terletak sejauh 100 meter di sebelah barat Pasar Paliyan menghadap ke arah selatan. Lokasi tersebut berada sejauh 19 km dari kota Wonosari ke arah barat daya, atau memerlukan waktu selama 25 menit jika ditempuh dengan menggunakan sepeda motor. Bangunan Rumah Dinas Sinder Kehutanan Paliyan memiliki bentuk bangunan kolonial yang bergaya Indis. Unsur-unsur bangunan bergaya Indis diantaranya ditunjukkan pada : denah bangunan berbentuk simetris, bentuk atap yang tinggi (dengan model prisma), terdapat bangunan belakang sebagai bangunan tambahan atau bijgebouw sebagai area servis yang dihubungkan oleh lorong beratap atau dorloop, jendela yang banyak dan berukuran lebar, serta pasangan tegel sebagai penutup lantai.
Rumah Dinas Sinder Paliyan merupakan bangunan tembok berdenah persegi yang terdiri atas dua bagian yaitu bangunan depan dan bangunan belakang. Bangunan depan memiliki ukuran luas 9,46 m x 10,91 m = 103,2 m² sementara bangunan belakang memiliki ukuran luas 70,12 m². Kedua bangunan terhubung dengan dorloop sepanjang 7,2 m, dengan ukuran luas dorloop 14,40 m². Dengan demikian luas bangunan bagian belakang adalah 84,52 m².
Bangunan bagian depan terdiri atas sejumlah ruang yang dibagi menjadi 2 bagian yaitu utara dan selatan. Pada bagian selatan terdapat 3 buah ruangan yang terhubung dengan pintu. Ketiga ruangan tersebut digunakan sebagai ruang kantor, ruang tidur dan ruang sholat. Pada bagian utara terdapat 3 ruangan yang terdiri dari ruang tamu, ruang kerja dibagian tengah dan ruang keluarga. Pada bagian tengah terdapat 2 pintu yaitu pintu depan di sisi barat dan pintu belakang di sisi timur. Pola hias bangunan terlihat pada kreasi tempelan batu setinggi 170 cm di sekeliling dinding luar bangunan utama.
Bangunan depan terdapat beranda dengan ukuran 2,5 m x 1,5 m. Atap pada bagian beranda berupa konsul atau perluasan atap pada sisi depan. Konsul tersebut disangga dengan kuda-kuda yang ditempel di dinding. Akses jalan berupa 3 anak tangga di sisi utara. Lantai pada keseluruhan bangunan ditinggikan sekitar 60 cm dari permukaan tanah disekitarnya. Permukaan lantai ditutup dengan tegel berukuran 20 cm x 20 cm.
Bangunan belakang merupakan bangunan tambahan yang terdiri dari garasi, ruang gudang, ruang kosong, dapur, WC dan kamar mandi. Garasi berada di sisi utara, ruang yang lain berjajar ke selatan. Ruang garasi semula digunakan sebagai tempat parkir mobil dinas. Ruang tersebut saat ini tidak digunakan lagi dan berfungsi sebagai gudang. Dua buah ruang di sebelah selatan garasi merupakan kamar yang semula digunakan untuk pembantu sinder dan satu kamar lagi untuk petugas magang. Ruang dapur berada ditengah dan masih digunakan. Kamar mandi dan WC berada di selatan dan masih digunakan.
Menurut penjelasan petugas yang menjabat sebagai Sinder saat ini, Eri Satriana (50 tahun), Rumah Dinas Sinder Kehutanan BDH Paliyan saat ini tidak digunakan sebagai rumah tempat tinggal sinder beserta keluarganya. Karena alasan jarak rumah pribadi dengan lokasi tempat kerja yang dekat (Wonosari), Eri Satriana lebih memilih untuk pulang ke rumah setiap hari. Sementara itu, bangunan rumah dinas hanya digunakan sebagai tempat singgah sementara selama bekerja.


Luas Lahan berdasarkan Sertipikat : 2.759 m²
Luas Bangunan Utama : 103,20 m²
Luas Bangunan Belakang : 84,52 m²

Status : Bangunan Cagar Budaya
Alamat : Dusun Tahunan, RT 01 / RW 04, Karangduwet, Paliyan, Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
8.0013888888889° S, 110.51138888889° E

SK Walikota/Bupati : R0130/TACBGK/12/2020


Lokasi Rumah Dinas Sinder Kehutanan BDH-Bagian Dari Hutan-Paliyan di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : A. Sejarah Pengelolaan Hutan Di IndonesiaSejarah pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta di mulai sejak zaman penjajahan Belanda, yaitu zaman Pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels yang membentuk Dienst van Het Boschwezen (setingkat Jawatan Kehutanan) yang mengelola hutan Jawa dan Madura tahun 1873 (Staatsblad NO. 215, Tahun 1873). Jawatan ini menerbitkan Boschreglement van Java en Madoera 1913 dan Boschordonantie Voor Java En Madoera 1927, dimana membagi kawasan pemangkuan hutan menjadi 13 Bagian Hutan (BH). Salah satunya BH Surakarta dan Yogyakarta. Pada zaman penjajahan Jepang, Jawatan Hutan Belanda (Dienst Van Het Boschwezen) di ubah menjadi Ringyo Tyuoo Zimusyo. Selanjutnya pada masa kemerdekaan dibentuk Jawatan Kehutanan (DK) dibawah Menteri Pertanian Kewenangan Jawatan Kehutanan ditegaskan Dalam PP 26/1952.Dalam pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, Jawatan Kehutanan membentuk Perum Perhutani berdasarkan PP 30 /1963, dimana untuk Bagian Daerah Hutan Surakarta menjadi salah satu Bagian Hutan di Wilayah Perum Perhutani dan Bagian Hutan Yogyakarta tidak termasuk dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DIY (Hal ini berkaitan dengan kedudukan Keraton Yogyakarta dan Keistimewaan Yogyakarta, UU nomor 3/1955). Kondisi inilah yang membedakan pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang hingga saat ini Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mengelola kawasan hutan negara. Konsep Houtvesterij dicetuskan pertama kali oleh A.E.J. Bruinsma, kepala Brigade Planologi Jawa Tengah di Salatiga pada tahun 1890, dan disetujui oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1892. Secara garis besar pengelolaan kawasan hutan dengan pembentukan Planning Unit atau Boschafdelling atau Bagian Hutan dan manajemen organisasi pengelola hutan (organisasi teritorial) yang efektif dan efisien. Dalam konsep Houtvesterij ini hutan Jati ditata, dipetakan, diinventarisasi dan dieksploitasi secara swakelola sehingga tindakan pengelolaan hutan dapat dilakukan lebih intensif. Konsep Houtvesterij merupakan konsep Kesatuan Pemangkuan Hutan, dimana bukan hanya mementingkan aspek teknik HUTAN semata, tetapi juga sudah memikirkan aspek sosial ekonomi masyarakat khususnya desa-desa enclave, hanya belum dielaborasi secara optimal karena eskalasi masalah sosial ekonomi masyarakat.Pada awalnya konsep houtvesterij yang dirancang oleh Bruinsma sebatas untuk menjamin kelestarian kegiatan di tingkat tegakan (Stand Level Management) yaitu kegiatan: pembangunan hutan (forest establishment); pemeliharaan hutan (forest culture); dan pemanenan (harvesting) dan belum mencakup kegiatan Forest Product Management yaitu kegiatan pengolahan hasil hutan (processing); dan pemasaran hasil hutan (marketing). Hal ini dapatdipahami karena pada saat lahirnya konsep houtvesterij sistem penjualan kayu jati masih dalam bentuk gelondongan (log), sehingga penekanan kelestarian dalam konsep houtvesterij adalah agar setiap kegiatan teknik HUTAN (penanaman, penjarangan, pemanenan) dapat berjalan kontinyu setiap tahun dan tidak mengalami kerugian.Konsep houtvesterij ini kemudian berkembang dan dipadukan dengan konsep Tumpangsari oleh Buurman, Tabel Normal Tegakan Hutan Jati oleh Wolf von Wulfing, dan Metode Penjarangan Hutan oleh Hartz. Organisasi pengelolaan hutan berdasarkan konsep houtvesterij dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Planning Unit yang bertugas mengendalikan/mengontrol kelestarian hasil (berupa standing stock), dan Management Unit sebagai organisasi pengelolaan hutan yang berfungsi untuk pelaksanaan kegiatan teknik kehutanan yang efektif dan efisien. Antara konsep planning unit dengan management unit saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri) dan tidak ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain, akan tetapi keduanya bersinergi untuk mencapai kelestarian hasil dan kelestarian perusahaan. Organisasi management unit ini dibangun berdasarkan territorial atau kewilayahan yang ditata berdasarkan kondisi bentang alam baik topografi, geomorfologi, satuan DAS/Sub DAS atau yang berdekatan, kondisi biofisik, bioecoregion dan lainnya, yang bertujuan untuk dapat dijadikan satu kesatuan pengelolaan secara lestari. Oleh karena itu, kewilayahan kehutanan berbeda (tidak selalu sama) dengan kewilayahan administratif pemerintahan. Tahapan organisasi pengelolaan yang dibangun di tingkat management unit yaitu : 1. Houtvesterij (Daerah Hutan)Pelaksanaan pengelolaan wilayah Houtvesterij ini dipimpin oleh seorang Houtvester, yang pada era Jawatan Kehutanan dinamakan Kepala Daerah Hutan (KDH), dan pada zaman Perhutani berubah menjadi Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH). Houtvesterij ini berfungsi sebagai pengelola satu kesatuan kelestarian hutan dalam wilayah houtvesterij. Houtvesterij ini bertugas untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan teknis seperti tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam. Daerah Hutan ini dibagi dalam beberapa Bagian Daerah Hutan (BDH).2. Bagian Daerah Hutan (BDH) Pada era Djatibedrijfs Kepala Bagian Daerah Hutan ini dinamakan Opziener, pada zaman Jawatan Kehutanan disebut Kepala Bagian Daerah Hutan (KBDH), dan pada di Perhutani dinamakan Asisten Perhutani (Asper) atau Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH). Dari istilah Opziener tersebut maka pejabat ini lebih terkenal dengan sebutan Sinder. Tugas dari Kepala BDH ini sebagai koordinator pelaksanaan fungsi teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam.3. Resort Polisi Hutan (RPH) Resort Polisi Hutan (RPH) dalam perkembangannya mengalami perubahan, Resort Polisi Hutan (RPH) sekarang dikenal dengan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) merupakan unit pengelolaan terkecil, untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan teknik Kehutanan (penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, perlindungan dan konservasi) yang teratur dan efisien. Jabatan ini dikenal dengan nama Kepala Resort Pengelolaan Hutan atau Mantri Hutan.Dalam perkembangannya, setelah kemerdekaan dan dibentuklah Jawatan Kehutanan, Daerah Hutan Yogyakarta (houtvesterij) menjadi Dinas Kehutanan. Dan pada tahun 2008 berdasarkan Perda nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Gubenur Nomor 40 tahun 2008 dibentuk UPTD Balai KPH Yogyakarta yang mengelola kawasan hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung seluas 16.358,60 ha di Provinsi DIY. Kemudian pada tahun 2011 dilakukan perubahan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/MenhutII/2011 seluas 15.724,50 ha. Pengelolaan kawasan hutan pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) terbagi dalam 5 (lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Areal KPH Yogyakarta sebagian besar terletak di Kabupaten Gunungkidul yaitu seluas 13.826,80 Ha (88%) dan sisanya tersebar di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Kawasan hutan di Kabupaten Gunungkidul tersebar mulai dari Kecamatan Karangmojo, Paliyan, Playen dan Panggang. B. Sejarah Bangunan Rumah Dinas Sinder Kehutanan BDH PaliyanMenurut Sunarto ( 51 tahun) – Pegawai Dinas Kehutanan KPH DIY, Bangunan Rumah Dinas Sinder Kehutanan Paliyan dibangun bersama-sama dengan bangunan BDH yang lain pada tahun 1952. Pada masa sebelumnya yaitu pada masa pra kemerdekaan, sebenarnya sudah ada bangunan sinder yang dibuat dari bahan kayu. Namun ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Belanda ke Jepang pada tahun 1942, bangunan rumah dinas sinder tersebut dibakar dengan sengaja oleh Belanda. Menurut penjelasan Sunarto, perusakan tersebut dilakukan karena Belanda tidak menginginkan bangunan tersebut digunakan oleh Jepang. Pada periode penjajahan Jepang, hutan di seluruh Indonesia (termasuk di BDH Paliyan) mengalami kerusakan yang hebat. Hal tersebut berlangsung hingga masa pasca kemerdekaan. Kegiatan rehabilitasi hutan pasca kemerdekaan baru terjadi pada tahun 1951. Pada waktu itu muncul Gerakan Karang Kitri, yaitu sebuah kampanye nasional atau himbauan kepada masyarakat untuk menanam pohon di pekarangan rumahnya. Sejak saat itu, reboisasi hutan mulai dikelola kembali oleh Djawatan Hutan (Dinas Kehutanan) pada masa tersebut.C. Sejarah Rehabilitasi Rumah Dinas Sinder Kehutanan BDH Paliyan Menurut penjelasan Eri Satriana, Rumah Dinas Sinder Kehutanan Paliyan pernah mengalami kerusakan hebat pada tahun 2006, pasca gempa hebat di Yogyakarta. Pada saat itu kerusakan terbesar terdapat pada bagian atap dan dinding. Namun demikian, perbaikan gedung baru terjadi pada tahun 2016. Perbaikan dilakukan pada bagian rumah depan, yaitu pada bagian dinding, plafon dan penggantian genteng. Kerusakan akibat gempa 2006 pada rumah belakang, diantaranya pada bagian dapur, garasi dan ruang belakang. Kerusakan pada bagian tersebut sejauh ini masih belum mendapatkan perbaikan.
Nilai Sejarah : Rumah dinas sinder menjadi bukti bahwa sejak masa kolonial kayu hasil hutan di Gunungkidul sudah dieksploitasi dan dijual sebagai komoditas yang menjadi sumber devisa negara. Karena eksploitasi tersebut, hutan di Gunungkidul di rehabilitasi dengan tata kelola yang baik, salah satu diantaranya dengan mendirikan rumah dinas untuk petugas pengawas hutan atau rumah sinderan.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Hutan mengandung makna yang begitu luas didalam kehidupan manusia. Hutan merupakan salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia, hutan sumber kehidupan manusia yang mengandung nilai penting berbagai ilmu pengetahuan diantaranya : ekonomi, lingkungan, biologi dan kimia.Untuk bangunannya sendiri memiliki nilai penting di bidang Teknik Sipil, Arsitektur dan Arkeologi.
Nilai Pendidikan : Agar masyarakat bisa mengetahui dan belajar akan keberadaan sinderan sebagai simbol penguasa yang ditempatkan dihutan. Sinder bertanggungjawab terhadap tata kelola hutan pada satu wilayah Bagian Dari Hutan (BDH).
Nilai Budaya : Rumah dinas sinder menunjukkan jabatan dan kekuasaan penghuninya yang dahulu cukup ditakuti oleh masyarakat namun untuk masa sekarang hal itu sudah tidak berlaku lagi sesuai dengan perkembangan budaya zaman atau jiwa zamannya.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Pemerintah – Dinas Kehutanan.
Pengelolaan
Nama Pengelola : Pemerintah – Dinas Kehutanan.