Rumah tradisional milik Cokro Subroto menghadap ke arah selatan. Halaman depan berupa lantai plesteran semen yang biasanya digunakan untuk menjemur padi atau kegiatan yang bersifat publik. Halaman sisi barat, utara, dan timur dibatasi pagar dari pasangan bata berplester. Rumah Cokro Subroto terdiri atas beberapa bagian yaitu pendopo, longkangan, pringgitan, dalem, gandhok kiwa, dan pawon.
Pendopo
Pendopo adalah bangunan yang terletak di bagian depan yang berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Pendopo biasanya luas sehingga difungsikan juga untuk tempat pertemuan, latihan tari, karawitan, rapat warga, dan sebagainya. Pada rumah Cokro Subroto, pendopo berada di bagian paling selatan atau di depan dalem (bangunan utama tempat tinggal penghuni rumah).
Denah pendopo berbentuk persegi panjang dengan ukuran 10,07 m x 11,84 m, tinggi bangunan 6 m, menggunakan bangunan tipe limasan varian trajumas atau sering disebut limasan Gajah Njerum. Atap limasan Gajah Njerum terdiri dari bagian paling atas disebut dengan istilah gajah (jika joglo disebut brunjung) dan penanggap kepada ke tiga sisinya. Atap gajah ditopang oleh enam sakaguru dari kayu jati yang berdiri di atas umpak batu andesit. Sakaguru berukuran penampang 14 cm x 15 cm, tinggi 321 cm. Umpak sakaguru berukuran 17 cm x 17 cm di bagian atas, 25 cm x 25 cm di bagian bawah, serta tinggi 14 cm. Bagian kaki umpak kelihatan tambun karena sebagian kakinya tertanam di dalam lantai pendopo yang ditinggikan.
Sakaguru dirangkai dengan enam belandar dan tiga pengeret. Sambungan antara belandar dan pengeret menggunakan teknik cathokan. Pertemuan blandar dan pengeret di bagian sudut serta di ujung pengeret bagian tengah menyisakan gimbal, yaitu ujung kayu lebihan dari cathokan blandar dan pengeret. Di bawah blandar diperkuat dengan enam batang sunduk, serta di bawah pengeret sisi timur diperkuat dengan satu batang kili. Jumlah pengeret dan kili sudah tidak utuh karena di sisi barat sudah diganti dengan tembok.
Atap limasan terbentuk karena adanya molo, yaitu balok bubungan yang menjadi titik tertinggi dari kerangka atap limasan. Molo ditopang oleh dua ander yang selanjutnya menyalurkan beban dari molo ke (seperti) dhadha peksi, yaitu dua pengeret di bagian tengah. Sambungan antara ander dan pengeret ditambah dengan geganja yang dihias dengan ukiran bermotif, sedangkan di antara dua ander dihubungkan dengan kayu yang dihias ukiran. Kayu penghubung antara ander difungsikan sebagai tempat gantungan lampu di tengah ruangan. Pada sisi timur pengeret dan kili dihubungkan dengan kayu yang berhias berbentuk buah keben di ujung bagian bawah.
Atap limasan disangga oleh rangkaian empat dudur, rangkaian usuk yang dipasang bentuk ri gêrèh (duri ikan), dan susunan reng. Penutup atap semula menggunakan genteng kripik, namun pada tahun 2019 diganti dengan genteng pres paris. Wuwung di atas dudur dirapatkan dengan plesteran semen.
Atap di bagian penanggap ditopang oleh sembilan saka penanggap dari kayu jati, dengan penampang berukuran 11 cm x 12 cm, serta tinggi 237 cm. Saka penanggap berdiri di atas umpak batu andesit berukuran 18 cm x 18 cm di bagian atas, 20 cm x 20 cm di bagian bawah, serta tinggi 7 cm. Umpak berbentuk limas terpancung, polos tanpa ragam hias. Pada sisi luar saka penanggap ditambah komponen konsol yang menyangga cukit tritis dan balok tumpuan usuk atap bangunan di sebelah timur dan utara pendopo.
Di atas saka penanggap terdapat blandar dan pengeret, dengan sambungan teknik cathokan. Pertemuan blandar dan pengeret di bagian sudut menyisakan bagian gimbal. Atap bagian penanggap dibentuk oleh rangkaian empat dudur, usuk-usuk yang dipasang bentuk ri gereh, dan susunan reng. Penutup atap menggunakan genteng cetak (pabrik), dengan wuwung yang dirapatkan dengan plesteran semen.
Pendopo pada sisi barat telah diberi penutup berupa tembok bata berplester, serta gebyog (dinding kayu) pada sisi selatan. Terdapat empat pintu kayu di sisi selatan yang sudah tidak digunakan lagi. Pintu kayu tersebut berdaun dua. Ukuran kusen pintu 138 cm x 150 cm, ukuran daun pintu 60 cm x 141 cm. Lantai pendopo ditutup dengan plesteran semen dan tegel berwarna abu-abu kombinasi tegel bermotif, dengan ukuran tegel 20 cm x 20 cm. Lantai pendopo ditinggikan 12 cm dari permukaan lantai jogan. Di bagian selatan pendopo terdapat satu undakan berukuran panjang 11,84 m, lebar 29 cm dengan tinggi 15 cm. Menurut keterangan Bapak Abdul Kahar, lantai pendopo semula berupa tanah dan lebih rendah dari posisi sekarang. Pada tahun 1950-an ditambah lantai plesteran semen dan tegel yang berasal dari bongkaran pabrik tembakau yang berlokasi di Poitan.
Pringgitan
Di sebelah utara longkangan terdapat bangunan tipe limasan yang berfungsi sebagai pringgitan. Pringgitan dahulu biasa digunakan untuk pementasan wayang. Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 9,60 m x 3,44 m, tinggi bangunan 5,60 m.
Atap limasan ditopang oleh dua saka dan dinding tembok bata berplester. Saka dari kayu berukuran 12 cm x 12 cm, tinggi 280 cm. Saka ditopang oleh umpak batu andesit. Umpak berukuran 15 cm x 15 cm, dengan ketinggian 12 cm. Molo pada bagian atap ditopang oleh dua ander. Ander menumpu pada pengeret. Blandar pada sisi selatan ditopang oleh saka kayu sedangkan pada sisi utara ditopang oleh dinding pada bagian pananggap ndalem. Penutup atap limasan ditopang dengan susunan empat dudur, usuk-usuk yang dipasang bentuk ri gereh, dan susunan reng. Penutup atap menggunakan genteng pres paris, dengan wuwung yang dirapatkan dengan plesteran semen.
Bagian depan atau sisi selatan pringgitan tidak terdapat dinding. Di sisi barat, utara, dan timur pringgitan berupa dinding tembok bata berplester, tembok dicat warna hijau, berukuran tebal 30 cm, tinggi 287 cm. Di tengah dinding sisi barat terdapat satu jendela berdaun dua, sedangkan di sisi timur terdapat satu pintu berdaun dua dilengkapi dengan tebeng kayu.
Lantai berupa tegel warna abu-abu ukuran 20 cm x 20 cm. Lantai pringgitan (Jerambah) lebih tinggi 34 cm dari lantai jogan.
Ndalem
Ndalem merupakan bangunan tipe joglo lawakan yang tepat berada di belakang pringgitan. Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 8,20 m x 9,60 m, tinggi dinding 2,87 m, serta tinggi bangunan dalem 6,98 m. nDalem difungsikan sebagai tempat tinggal.
Sakaguru ndalem terdiri dari empat batang kayu jati, berdiri di atas umpak batu andesit. Sakaguru berukuran 14 cm x 14 cm, serta tingginya 387 cm. Umpak sakaguru berukuran 18 cm x 18 cm di bagian atas, 22 cm x 22 cm di bagian bawah, serta tingginya 12 cm. Umpak sakaguru di bagian bawah dibingkai dengan plesteran semen. Tambahan plesteran semen berukuran 29 cm x 29 cm yang tingginya 10 cm.
Dua batang sunduk dan dua batang kili menghubungkan sakaguru menggunakan teknik sambung purus. Di atas blandar dan pengeret terdapat tiga balok lar-laran, bersusun tumpangsari membentuk piramida terbalik.
Molo di bagian paling atas atap brunjung ditopang oleh empat buah dudur yang menumpu pada balok tumpangsari di keempat sudut dengan pengunci emprit gantil berbentuk buah keben. Emprit gantil sekaligus berfungsi sebagai ornamen pada bagian tumpangsari. Di bagian tengah pamidhangan terdapat pengeret yang disebut dhadha peksi berornamen ukiran. Dhadha peksi berfungsi teknis sebagai penyeimbang dan memperkuat sambungan pamidhangan, sekaligus sebagai elemen penghias di bagian tengah pamidhangan.
Usuk di bagian brunjung dipasang dengan model ri gereh. Di atas usuk dipasang reng untuk tumpuan atap genteng pres paris. Wuwung di atas dudur dirapatkan dengan plesteran semen.
Usuk, reng, dan penutup atap penanggap menopang pada blandar lar-laran paling atas dan bagian bawah menopang blandar yang bertumpu pada dinding tembok bata berplester. Di sisi timur ndalem ditambah dengan atap emper yang ditopang oleh tembok dan empat saka emper dari kayu jati. Saka emper berukuran 12 cm x 12 cm, serta tingginya 195 cm. Saka emper berdiri di atas duk semen yang ditinggikan di atas plesteran semen yang ditutup dengan keramik berwarna merah tua. Duk berukuran 12 cm x 12 cm dengan tinggi 11 cm. Plesteran semen di bawah duk berukuran 14 cm x 14 cm serta tingginya 10 cm.
Usuk di bagian penanggap dan emper dipasang model ri gereh. Reng disusun di atas usuk untuk tumpuan genteng pres paris. Wuwungan di atas dudur dirapatkan dengan plesteran semen.
Bangunan ndalem dibatasi dengan dinding tembok plesteran semen dengan ukuran tebal 30 cm, dicat warna hijau. Terdapat tiga buah pintu dan dua buah jendela pada dinding sisi selatan. Pintu kayu model kupu tarung (berdaun dua). Kusen pintu berukuran 226 cm x 130 cm. Ukuran daun pintu 183 cm x 56 cm, tebal pintu 3 cm. Jendela kayu model kupu tarung (berdaun dua). Kusen jendela berukuran 115 cm x 77 cm. Daun jendela berukuran 70 cm x 31 cm. Jendela memiliki enam buah kisi, ukuran kisi 8 cm. Pada dinding sisi timur terdapat pintu kayu model kupu tarung. Ukuran kusen pintu 202 cm x 130 cm. Ukuran daun pintu 189 cm x 46 cm. Tebal pintu 3 cm. Pada dinding sisi barat terdapat sebuah jendela kayu model kupu tarung. Ukuran kusen jendela 225 cm x 137 cm. Ukuran daun jendela 184 cm x 61 cm.
nDalem memiliki tiga buah senthong yang disekat dengan dinding plesteran semen. Ukuran senthong tengah 2, 89 m x 2,56 m. Senthong kiwa dan senthong tengen ukuran ruangannya sama, yaitu 2,89 m x 2,87 m. Di bagian dinding utara senthong kiwa dan senthong tengen masing-masing terdapat sebuah jendela. Lantai senthong ditinggikan 5 cm.
Lantai di dalam ndalem semula berupa tegel abu-abu ukuran 20 cm x 20 cm. Namun, pada tahun 1990-an ditutup dengan keramik berukuran 30 cm x 30 cm.
Longkangan
Dulunya ada longkangan yakni area terbuka di sisi utara diantara pendopo dan pringgitan, serta di sisi timur diantara pendopo dan gandok kiwa. Namun sekarang longkangan tersebut sudah diatapi sehingga lantainya menjadi jerambah. Lebar longkangan di sisi utara 2,25 m, sedangkan di sisi timur 2,06 m. Longkangan rumah Cokro Subroto dilengkapi dengan atap yang merupakan tambahan usuk dari atap terluar bangunan pringgitan dan gandok. Ujung usuk tersebut menumpu pada blandar di bagian pringgitan dan gandok, sedangkan pangkal usuk menumpu pada blandar di atas konsol yang ditempelkan pada saka penanggap pendopo. Rangkaian usuk dan reng di bagian longkangan ditutup dengan genteng pres paris.
Di sisi barat longkangan ditutup dengan dinding tembok yang merupakan kelanjutan dari dinding pendopo. Di tengah dinding tersebut terdapat satu pintu kayu berdaun dua. Kusen pintu berukuran 183 cm x 113 cm, ukuran daun pintu 175 cm x 50 cm. Lantai longkangan berupa plesteran semen.
Gandok Kiwa
Gandok kiwa merupakan bangunan tipe kampung membujur utara selatan. Bangunan berdenah persegi panjang berukuran 11,69 m x 3,55 m. Tinggi bangunan gandok 4,84 m. Terdapat empat buah saka yang berdiri di atas umpak yang terbuat dari plesteran semen yang ditutup dengan keramik berwarna merah tua. Saka berukuran 12 cm x 12 cm, tingginya 2,88 m. Umpak berukuran 15 cm x 15 cm, serta tingginya 10 cm.
Konstruksi atap kampung menggunakan kerangka kayu dan gunung-gunung di sisi utara dan selatan. Struktur yang membentuk kerangka atap terdiri atas molo, usuk, reng dan penutup atap. Atap bagian emper ditopang dengan saka emper dan blandar emper. Saka dan blandar di sisi barat menggunakan kayu, sedangkan di sisi timur ditopang oleh dinding tembok berplester. Molo menggunakan balok kayu, bagian usuk dan reng menggunakan bahan kayu. Gunung-gunung berupa tembok dengan hiasan rooster. Penutup atap berupa genteng pres paris dan wuwung di atap molo dirapatkan dengan plesteran semen.
Lantai gandok kiwa ditinggikan 13 cm dari lantai jogan. Lantai gandok kiwa dan longkangan di bagian belakang ditutup dengan keramik berwarna putih bercorak hijau berukuran 30 cm x 30 cm.
Gandok kiwa digunakan untuk tempat tidur dan terdapat ruangan tertutup yang digunakan untuk lumbung. Gandok kiwa bagian depan pernah digunakan untuk kantor Kalurahan Payak dan Srimulyo.
Pawon
Bagian pawon atau dapur sudah roboh karena gempa tahun 2006 dan tidak diperbaiki hingga sekarang.
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Jenis Struktur | : | Tradisional |
Jenis Bangunan | : | Tradisional |
Komponen Pelengkap | : |
|
Tokoh | : | Cokro Subroto |
Peristiwa Sejarah | : | Rumah tradisional Cokro Subroto dibangun oleh Cokro Subroto, orang tua dari Bapak Abdul Kahar. Cokro Subroto dahulu menjabat sebagai Lurah Kalurahan Payak (lama) dan Lurah Kalurahan Srimulyo. Bangunan gandok kiwa rumah milik Cokro Subroto bahkan pernah digunakan sebagai kantor lurah Kalurahan Payak pada tahun 1946. Rumah Cokro Subroto saat ini ditempati oleh Bapak Abdul Kahar yang pernah menjabat sebagai Carik Kalurahan Srimulyo. Selain gandok kiwa pernah digunakan untuk kantor lurah, bangunan pendopo dimanfaaatkan untuk berbagai kegiatan masyarakat Padukuhan Payak yang masih berjalan hingga saat ini. |
Nilai Sejarah | : | merupakan informasi tentang kehidupan masa lalu, bahwa rumah Cokro Subroto pernah dijadikan sebagai kantor lurah Kalurahan Payak dan kantor lurah pertama setelah berubah menjadi Kalurahan Srimulyo. |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi, sejarah, arsitektur, dan teknik bangunan. |
Nilai Budaya | : | memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa, yaitu sebagai tempat penyelenggaraan tradisi merti Kalurahan. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Abdul Kahar dan Widarto |
Nama Pengelola | : | Abdul Kahar dan Widarto |