Arca Siwa dan Parwati Nomor Inventaris BG. 1252 digambarkan memiliki sirascakra (lingkaran penanda kedewaan) di belakang kepala dan berdiri dalam sikap samaba?ga (berdiri tegak) di atas lapik berbentuk teratai (padmasana). Keduanya digambarkan bertangan dua. Tangan kiri Siwa dan tangan kanan Parwati bergandengan sedangkan tangan yang lain dalam posisi varada hasta, yakni sikap tangan membawa hadiah. Telapak tangan digambarkan dalam sikap terbuka dan diarahkan ke bawah, serta pada telapak tangan membawa ratna (permata).
Siwa dan Parwati digambarkan memakai mahkota berbentuk ja??makuta berhias bunga. Perhiasan yang dikenakan antara lain kundala (subang), mundamala (kalung berupa rangkaian tengkorak), keyura (kelat bahu), ka?kana (gelang tangan), dan udarabandha (ikat pinggang), dan kain yang diikat dengan katisutra (tali berhias mutiara dan permata yang dipakai di pinggang).Bahan Utama | : | Batu Andesit |
Keterawatan | : | Utuh dan Terawat,Utuh / |
Dimensi Benda | : |
Panjang - Lebar 35 Tinggi 70 Tebal 20 Diameter - Berat - |
Peristiwa Sejarah | : | Agama Hindu telah berkembang di tanah Jawa pada abad ke-5. Hal ini diketahui melalui Prasasti Ciareteun. Prasasti tersebut mengabarkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara yang rajanya dipersamakan dengan Wisnu. Prasasti Ciareteun ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Keterangan mengenai perkembangan agama Hindu berikutnya diperoleh dari Prasasti Dakawu/ Tukmas yang ditemukan di Grabag, Magelang, yang diperkirakan berasal dari abad ke-6 hingga ke-7. Prasasti tersebut juga dituliskan dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Di dalam prasasti disebutkan tentang mata air suci yang mengalirkan sungai selayaknya Sungai Gangga. Melalui Prasasti Canggal (732 M) yang ditemukan di Salam, Magelang, dapat diketahui bahwa pada abad ke-8 telah berdiri sebuah kerajaan bercorak Hindu di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kerajaan tersebut diperintah oleh seorang raja bernama Sanjaya. Dituliskan dalam prasasti bahwa Sanjaya mendirikan lingga untuk Siwa di atas Gunung Wukir (Muntilan, Magelang). Prasasti Canggal ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. Bahasa dan aksara tersebut juga digunakan untuk Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun 778 M. Prasasti Canggal bercorak Hindu, sedangkan Prasasti Kalasan bercorak Buddha. Meskipun demikian hal tersebut bukanlah hal yang aneh. Pada masa itu agama Hindu dan Buddha berkembang secara bersamaan dalam masyarakat. Bukti dari toleransi tersebut terdapat pada pendirian bangunan keagamaan bercorak Hindu dan Buddha dalam lokasi yang saling berdekatan, contohnya Candi Prambanan/ Siwagrha (856 M) yang dikelilingi oleh candi-candi bercorak Buddha seperti: Candi Kalasan (778 M) dan Candi Sewu/ Manjusrigrha (792 M). Agama Hindu yang berkembang di Indonesia di antaranya beraliran Siwaistis. Aliran ini memuja Siwa sebagai dewa utama. Dalam panteon agama Hindu, Parwati adalah sakti atau pasangan dari Siwa. Meskipun demikian jarang ditemukan pemujaan Parwati secara khusus tanpa adanya Siwa. Bukti adanya pemujaan Siwa dan Parwati di Indonesia terdapat dalam prasasti-prasasti kuno. Selain itu pemujaan Siwa dan Parwati juga dapat diketahui melalui temuan arca Siwa dan temuan lingga yoni, baik yang terdapat di bangunan candi maupun temuan lepas. Arca Siwa dan Parwati merupakan hasil penyelamatan di Candi Mantup, Baturetno, Banguntapan, Bantul. Arca ditemukan oleh Jumali di kompleks Candi Mantup, tepatnya pada candi kedua pada tanggal 25 Juni 1991. Arca diidentifikasikan sebagai Kalyanasundaramurti, yakni penggambaran Siwa dan Parwati dalam bentuk antropomorfik sebagai pengantin. Pernikahan ini terjadi setelah Siwa kehilangan Sati, sakti/ pasangan sebelumnya, yang mati karena terjun ke dalam api. Dikisahkan bahwa para dewa sangat menunggu-nunggu pernikahan ini sebab hanya keturunan Siwa-lah yang diramalkan dapat menumpas Asura Taraka, yakni makhluk jahat membuat kekacauan di dunia. Dari pernikahan ini lahirlah Kartikeya yang kemudian berhasil mengalahkan Asura Taraka dan mengembalikan perdamaian di dunia. Arca Siwa dan Parwati terdaftar dalam koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tanggal 13 Mei 1992 dengan nomor inventaris BG. 1252. |
Nilai Sejarah | : | merupakan informasi tentang kehidupan masa lalu, bahwa di Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan sudah ada masyarakat yang menganut agama Hindu dalam tata kehidupan yang terstruktur |
Nilai Ilmu Pengetahuan | : | mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi khususnya seni arca dan sejarah |
Nilai Agama | : | menunjukkan adanya benda yang masih terikat dengan aktivitas keagamaan atau religi agama Hindu pada abad ke-8 hingga abad ke-10 |
Nilai Budaya | : | memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa yaitu sebagai karya ungul yang mencerminkan puncak pencapaian budaya dan benda yang mencerminkan jati diri bangsa dan daerah yakni kebudayaan Hindu di Jawa pada abad ke-8 hingga abad ke -10 |
Nama Pemilik Terakhir | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. |
Nama Pengelola | : | Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. |
Catatan Khusus | : | Arca Siwa dan Parwati Nomor Inventaris BG. 1252 Koleksi Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan bukti arkeologis serta sebagai bukti sejarah yang memberikan data dalam menjelaskan kehidupan pada masa Jawa Kuno, khususnya keberadaan masyarakat yang menganut agama Hindu di Sampangan, Mantup, Desa Baturetno, Kecamatan Banguntapan, Kabupaten Bantul. |