Loading

Rumah Tradisional Milik Bapak Raditya Wahyu Kumara

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Rumah Tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara menghadap ke selatan. Halaman depan berupa pekarangan yang cukup luas. Pekarangan ini dibatasi pagar dari pasangan bata berplesteran semen. Bangunan terbagi menjadi beberapa bagian, yaitu pendopo dengan dua atap limasan, pringgitan dengan atap limasan, dalem dengan atap joglo, gandok kiwa dengan atap limasan, dua bangunan di kanan-kiri dalem dan pringgitan dengan atap limasan, bangunan di antara gandok kiwo dan bangunan di samping pringgitan terdapat bangunan dengan atap kampung dan pawon beratap kampung.
Pendopo dan pringgitan rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara memiliki tiga buah atap berbentuk limasan. Tipe atap limasan tiga deret disebut gotongmayit.
Rumah tradisional Jawa memiliki nilai-nilai filosofis yang tercermin dalam bentuk pola halaman dan tata ruang bangunan. Pola halaman dapat dilihat pada komposisi dan proporsi yang tercermin pada pembagian area publik dan privat.
Tata letak bangunan secara simetris sesuai sumbu utara-selatan menunjukkan pola umum arsitektur tradisional Jawa. Pembagian elemen bangunan tradisional Jawa secara vertikal menggambarkan bentuk struktur tubuh manusia yaitu bagian kaki, tubuh, dan kepala.
Secara arsitektural bangunan tradisional Jawa memiliki Kalurahanin dan sistem konstruksi yang dapat dilihat daribentuk atapnya (joglo, limasan dan kampung).
Pendopo rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara memiliki tiga buah atap berbentuk limasan. Tipe atap limasan tiga deret disebut gotongmayit.
Selain memperhatikan fungsinya, rumah tradisional Jawa juga memperhatikan hubungannya dengan alam, seperti matahari, arah angin, hujan, aliran air di bawah tanah, dan kondisi tanah.
Ragam hias bangunan tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara mempunyai nilai estetis yang ditunjukkan pada rete-rete (pola hias pada lisplank) dan konsul yang terbuat dari logam dengan pola hias suluran.

1) Pendopo
Pendopo memiliki dua atap limasan berukuran 9,12 m x 7,6 m. Pendopo ditopang oleh 10 soko yang terbuat dari kayu, berukuran 14 cm x 14 cm x 280 cm. Soko berdiri diatas umpak yang terbuat dari plesteran semen berukuran: 16 cm x 16 cm pada bagian bawah, 14 cm x 14 cm pada bagianatas, serta tingginya 10 cm. Ada dua bagian penyangga disisi timur laut dan barat laut disangga tembok bangunan (pringgitan). Pada sisi timur, barat, dan selatan pendopo terdapat undakan berjumlah dua buah. Lebar undakan 37cm dengan ketinggian 26-28 cm.

2) Pringgitan
Pada bagian belakang pendopo terdapat pringgitandengan atap limasan berukuran 2,68 m x 9 m. Dinding dalem tingginya 280 cm. Di bagian kanan dan kiripringgitan terdapat dua ruangan beratap limasan berukuran3 m x 3 m.

3) Dalem
Bangunan dalem beratap joglo Lawakan dengan ukuran9 m x 7,6 m. Bangunan joglo mempunyai empat buah sakaguru dengan ukuran 30 cm x 30 cm tinggi 4 m. Sakaguru berdiri di atas umpak yang terbuat dari plesteran semen berlapis keramik dengan ukuran 46 cm x 46 cm pada bagian bawah, 30 cm x 30 cm pada bagian atas,dan tinggi 64 cm.
Pada dinding selatan dalem terdapat tiga buah pintu yang menghubungkan dalem dengan pendopo. Masing-masing pintu berukuran 123 cm x 219 cm. Lantai dalem sama dengan pendopo. Pada dinding timur terdapat sebuah pintu yang menghubungkan dalem dengan ruangan kecil yang dimanfaatkan sebagai kamar tidur. Ruang tersebut berukuran 2,40 m x 7,60 m.Di bagian kanan dan kiri dalem terdapat ruangan beratap limasan yang berukuran 2,7 m x 9 m.Pada dinding barat terdapat sebuah pintu yang menghubungkan dalem dengan ruang samping. Pintu terbuat dari kayu. Ambang pintu berukuran 250 cm x 120cm, sedangkan daun pintu berukuran 51 cm x 197 cm.Dalam ruang samping tersebut terdapat kamar mandi dan gudang.
Pada dinding utara dipasang gebyok yang menghubungkan dalem dengan senthong. Pada gebyok tersebut terdapat dua buah jendela dan sebuah pintu. Baik jendela maupun pintu tidak memiliki daun. Jendela berukuran 107 cm x 169 cm. Lantai senthong lebih tinggi 8cm dibandingkan dalem. Senthong memiliki sebuah jendela menghadap utara,yang memperlihatkan area dapur, serta pintu menuju dapur. Ambang jendela tersebut berukuran 137 cm x 110 cm,sedangkan daun jendelanya berukuran 99 cm x 128 cm. Ambang pintu berukuran 208 cm x 80 cm, sedangkan daun pintu berukuran 198 cm x 79 cm. Senthong tidak miliki sekat seperti pada umumnya dan sudah berubah fungsi sebagai kamar tidur di sebelah barat. Dinding senthong bagian timur laut telah dipasang pintu untuk menghubungkan ke pawon.

4) Pawon
Pawon telah mengalami perubahan. Pawon atap bagian barat telah diganti menjadi limasan. Sedangkan, sisi timur masih asli dengan atap Panggang pe. Di antara pawon dan dalem terdapat longkangan. Longkangan di sisi barat telah menjadi bangunan baru berupa kamar mandi. Sedangkan, longkangan sisi timur merupakan lorong yang menghubungkan dalem dengan pawon. Pawon berukuran 11,20 m x 6,68 m. Di area pawon terdapat sumur dengan diameter 80 cm.

5) Gandhok kiwa
Gandhok kiwa memiliki atap limasan. Bangunan berada di sebelah kiri bangunan dalem. Gandhok kiwa terhubung dengan ruang samping yang terletak di sebelah kiri dalem. Ruang samping tersebut berukuran 10,5 m x 7,5m. Gandhok kiwa berukuran 10,92 m x 3,69 m. Tinggi dinding gandhok 293 cm.
Terdapat undakan di sebelah timur gandhok kiwa. Undakan berjumlah dua buah dengan ukuran panjang 400 cm, lebar 40 cm, serta ketinggian 18 cm dan 28 cm. Pada saat ini saka gandhok kiwa telah diganti dengan cor semen berukuran 27 cm x 27 cm x 293 cm. Terdapat jendela pada dinding sisi timur gandhok kiwa. Ambang jendela berukuran 88 cm x 139 cm, serta daun jendela berukuran 34 cm x 87 cm. Lantai pendopo, dalem, gandhok kiwo dan dapur semula berupa plesteran. Lantai bangunan tersebut diganti dengan keramik sekitar tahun 1997-1998.

Status : Bangunan Cagar Budaya
Tahun : 1920
Alamat : Dukuh Celep, Srigading, Sanden, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.7430955968636° S, 110.28569773457° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Bantul Nomor 717 Tahun 2020


Lokasi Rumah Tradisional Milik Bapak Raditya Wahyu Kumara di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Deskripsi Pintu : Pada dinding barat Dalem, terdapat sebuah pintu yang menghubungkan dalem dengan ruang samping. Pintu terbuat dari kayu. Ambang pintu berukuran 250 cm x 120 cm, sedangkan daun pintu berukuran 51 cm x 197 cm.
Deskripsi Atap : Pendopo rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara memiliki tiga buah atap berbentuk limasan. Tipe atap limasan tiga deret disebut gotongmayit. Pendopo memiliki dua atap limasan berukuran 9,12m x 7,6m
Deskripsi Kolom/Tiang : Pendopo ditopang oleh 10 soko yang terbuat dari kayu, berukuran 14 cm x 14 cm x 280 cm. Soko berdiri di atas umpak yang terbuat dari plesteran semen berukuran: 16 cm x 16 cm pada bagian bawah, 14 cm x 14 cm pada bagian atas, serta tingginya 10 cm. Ada dua bagian penyangga di sisi timur laut dan barat laut disangga tembok bangunan (pringgitan). Bangunan joglo mempunyai empat buah sakaguru dengan ukuran 30 cm x 30 cm tinggi 4 m. Sakaguru berdiri di atas umpak yang terbuat dari plesteran semen berlapis keramik dengan ukuran 46 cm x 46 cm pada bagian bawah, 30 cm x 30 cm pada bagian atas,dan tinggi 64 cm.
Jenis Ragam Hias : Ragam hias bangunan tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara mempunyai nilai estetis yang ditunjukkan pada rete-rete (pola hias pada lisplank) dan konsul yang terbuat dari logam dengan pola hias suluran.
Tokoh : Bapak Setyo Utomo
Peristiwa Sejarah : Rumah Tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara dibangun oleh Bapak Setyo Utomo pada tahun 1920-an. Rumah tersebut digunakan untuk rumah tinggal dan kantor Kelurahan Srigading pada 18 Desember 1946, yang merupakan gabungan dari empat kelurahan lama yakni Kelurahan Kalijurang, Kelurahan Srabahan, Kelurahan Pugeran dan Kelurahan Gunungwingko. Bapak Setyo Utomo merupakan lurah pertama Kelurahan Srigading. Setelah tidak dipergunakan untuk kantor kelurahan rumah tersebut diwariskan kepada anaknya yang bernama Dirjo Sujono dan digunakan sebagai rumah tinggal. Selanjutnya rumah Dirjo Sujono diwariskan kepada Sri Widayati. Sri Widayati kemudian mewariskan rumah tradisional itu kepada Raditya Wahyu Kumara.
Nilai Sejarah : Rumah Tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara memiliki nilai sejarah yang tinggi karena pernah digunakan sebagai tempat tinggal lurah pertama Kelurahan Srigading.Rumah tradisional tersebut juga pernah menjadi kantor Kelurahan Srigading.
Nilai Ilmu Pengetahuan : Menggunakan model arsitektur tradisional Jawa yang tampak dari tipe bangunan joglo dan limasan. Masing-masing tipe memiliki teknologi khusus dalam proses pembangunannya.Kayu jati digunakan sebagai bahan utama baik sebagai komponen struktur bangunan maupun elemen arsitektural. Konstruksi menggunakan teknik bongkar pasang (knock-down) dengan teknik sambungan purus lanang-wedok, cathokan dan pasak kayu.Arah hadap bangunan ke selatan mengikuti kepercayaan masyarakat Jawa. Pola tata letak bangunan tersusun simetris mengikuti prinsip tata letak sesuai sumbu utara-selatan dan memiliki nilai kesakralan yang semakin meningkat ke arah belakang.
Nilai Pendidikan : Rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara pernah digunakan sebagai tempat bimbingan belajar untuk kalangan pelajar SD, SMP dan SMA.
Nilai Budaya : Rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara pernah digunakan sebagai tempat dilaksanakannya kegiatan sosial, antara lain rapat peringatan acara 17 Agustus, tempat bimbingan belajar, pertemuan RT, PKK serta tempat pemilihan umum.  Rumah tradisional milik Bapak Raditya Wahyu Kumara menunjukkan bahwa nenek moyang kita telah memiliki kemampuan tinggi untuk membangun rumah yang khas.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Raden Nganten Dwidjo Sudjono alias Sarsiyah
Pengelolaan
Catatan Khusus : Bangunan milik Bapak Raditya Wahyu Kumara merupakan salah satu bangunan bergaya arsitektur tradisional Jawa tipe Limasan Gotongmayit di Celep yang perlu dilestarikan.Koordinat UTM SK : -49 X: 421234 Y: 91144037