| Peristiwa Sejarah |
: |
Agama Hindu telah berkembang di Jawa pada abad ke-5. Hal ini diketahui melalui Prasasti Ciareteun. Prasasti tersebut mengabarkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara yang rajanya dipersamakan dengan Wisnu. Prasasti Ciareteun ditulis dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Keterangan mengenai perkembangan agama Hindu berikutnya diperoleh dari Prasasti Dakawu/ Tukmas yang ditemukan di Grabag, Magelang, yang diperkirakan berasal dari abad ke-6 hingga ke-7. Prasasti tersebut juga dituliskan dalam aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta. Di dalam prasasti disebutkan tentang mata air suci yang mengalirkan sungai selayaknya Sungai Gangga. Melalui Prasasti Canggal (732 M) yang ditemukan di Salam, Magelang, dapat diketahui bahwa pada abad ke-8 telah berdiri sebuah kerajaan bercorak Hindu di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta. Kerajaan tersebut diperintah oleh seorang raja bernama Sanjaya. Sanjaya mendirikan lingga untuk Siwa di atas Gunung Wukir (Muntilan, Magelang). Prasasti Canggal ditulis dalam bahasa Sanskerta dan aksara Pallawa. Bahasa dan aksara tersebut juga digunakan untuk Prasasti Kalasan yang ditulis pada tahun 778 M. Prasasti Canggal bercorak Hindu, sedangkan Prasasti Kalasan bercorak Buddha. Meskipun demikian hal tersebut bukanlah hal yang aneh. Pada masa itu agama Hindu dan Buddha berkembang secara bersamaan dalam masyarakat. Bukti dari toleransi tersebut ialah pendirian bangunan keagamaan bercorak Hindu dan Buddha dalam lokasi yang saling berdekatan, contohnya Candi Prambanan/ Siwagrha (856 M) yang dikelilingi oleh candi-candi bercorak Buddha seperti: Candi Kalasan (778 M) dan Candi Sewu/ Manjusrigrha (792 M). Berkembangnya kebudayaan Hindu di wilayah Kabupaten Bantul dapat diketahui dengan temuan berupa bangunan, arca-arca dan tinggalan lainnya yang tersebar dari bagian utara hingga selatan. Di Parangtritis dekat pantai selatan ditemukan runtuhan candi dengan beberapa arca, menunjukkan persebaran kebudayaan Hindu tidak hanya ada di sekitar Prambanan, Kabupaten Sleman. |
| Konteks |
: |
Batu Monolit Nomor Inventaris C.93d diperkirakan merupakan bagian dari struktur yang diperkirakan berada di sekitar Gua Selarong. Di sekitar batu monolit terdapat sejumlah batu andesit berukuran kecil dan sedang yang masih tertanam dalam tanah. Diperkirakan bahwa struktur masih tertutup oleh tanah bukit yang rawan longsor. Batu monolit tercatat dalam Herinventarisasi Cagar Budaya di Kapanewon Pajangan, Kabupaten Bantul Tahun 2016 Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Nomor Inventaris C.93d. Ketika disurvei oleh Tim Penetapan Cagar Budaya Kabupaten Bantul pada tanggal 3 Februari 2021, Batu Monolit Nomor Inventaris C.93d masih berada di tempatnya sebagaimana tercatat dalam Herinventarisasi Balai Pelestarian Cagar Bbudaya Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Tahun 2016. Dengan adanya temuan Batu Monolit Nomor Inventaris C.93d, dapat diketahui bahwa di Kalurahan Guwosari, Pajangan, Bantul pernah berkembang agama Hindu. |