Bangunan Gardu ANIEM di Jalan Abu Bakar Ali merupakan bangunan kelistrikan yang dibangun pada masa kolonial Belanda. Bangunan ini dibuat untuk melindungi rangkaian transformator listrik yang diletakan di dalamnya. Gardu ini sering disebut oleh warga sekitar dengan sebutan Babon ANIEM. Babon berasal dari Bahasa Jawa yang berarti induk, sedangkan ANIEM merupakan singkatan dari Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij, nama perusahaan Belanda yang menangani kelistrikan di Yogyakarta. Bangunan memiliki denah persegi panjang dan badan bangunan terbentuk dari gubahan masa yang terdiri dari bentuk balok. Bangunan ini berbahan pasangan bata. Terdapat perlubangan dinding yang berbentuk jendela dan pintu berbahan besi, ventilasi dan cantilever. Pada sisi depan bangunan terdapat tulisan angka 29 pada dinding dan tulisan peringatan berbahasa Indonesia ‘awas elestrik’, tulisan Jawa yang berbunyi ‘sing ng?mèk mati’ (yang menyentuh meninggal) dan tulisan latin Bahasa Belanda berbunyi Levensgesvaar sudah dihilangkan (bekas masih terlihat). Tulisan tersebut dicetak pada sebuah plat yang ditempel pada bagian daun pintu.
Bangunan berbentuk empat persegi panjang di tengah kota Yogyakarta tepatnya di pertemuan Jalan Abubakar Ali dan Jalan Suryotomo merupakan gardu listrik sebagai transformator untuk menyalurkan jaringan aliran listrik ke tempat-tempat yang memerlukan. Bangunan ini mempunyai sebutan-sebutan; gardu tembok, gardu listrik, gardu Aniem, juga dinamakan babon Aniem, gardu PLN. Suatu sebutan yang dahulu memang erat kaitannya dengan kelistrikan. Aniem (Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij) merupakan perusahaan listrik Belanda berpusat di Amsterdam, di bawah NV Handelsvennootschap sebelumnya bernama Maintz & Co yang berdiri pada tahun 1897. Perusahaan Aniem juga dikembangakan di Hindia Belanda. Perusahaan listrik NV Aniem milik pemerintah Hindia Belanda ini Pada waktu Kasultanan Yogyakarta di bawah Sultan Hamengku Buwono VII (bertahta 1877-1921), untuk kemajuaan, beliau berkeinginan adanya jaringan instalasi lisrik ke keraton, karena selama ini sampai tahun 1919 memakai gas untuk penerangan keraton.
Selanjutnya Sultan Hamengku Buwono VII dan Residen Yogyakarta, Barend Leonardus van Bijlevelt mengusahakan adanya jaringan intstalasi listrik dari NV Aniem. Perusahan ini kemudian membuat jaringan listrik di Jawa, termasuk Yogyakarta dikerjakan mulai tahun 1914, dan tahun 1919 daerah-daerah yang dimasuki aliran listrik antara lain njeron beteng, Malioboro, dan Kotabaru. Untuk wilayah kota Yogyakarta aliran listrik dapat terpenuhi pada tahun 1922, dan baru pada tahun 1939 semua wilayah karesidenan teraliri.Gardu Aniem atau babon Aniem di Jalan Abubakar Ali termasuk yang dibangun di atas tanah seluas 137 m² ini untuk mendistribusikan jaringan jaringan listrik tempat-tempat di sekitarnya, antara lain wilayah Malioboro, Kotabaru, Danurejan. Bentuk bangunan empat persegi panjang, pada keempat temboknya, sisi utara, timur, selatan dan barat terdapat garis-garis horizontal yang dibuat menonjol sehingga terbagi menjadi tiga bagian, bawah-tengah-atas.
Sisi utara:
Dinding tembok bagian bawah terdapat dua pintu kayu, di atasnya, bagian tengah, terdapat tiga jendela berkusen kayu dan kaca dengan tralis serta (bovenlicht) diatasnya, sedangkan bidang atas terdapat tujuh lubang angin yang di atas tiga jendela masing-masing sebuah, di atas dua pintu masing-masing dua buah.
Sisi timur:
Bagian bawah terdapat jendela besi, sedangkan di bagian atas terdapat dua lubang angin, yang demikian ini juga sama dengan di sisi barat.
Sisi selatan:
Dinding tembok bagian bawah di tengah terdapat sebuah pintu kayu, di atasnya, bagian tengah, terdapat lima jendela kaca (bovenlicht) dengan tralis, sedangkan bidang atas terdapat tujuh lubang angin.
Setelah pemerintah Hindia Belanda pergi dan Indonesia telah merdeka, dilakukanlah pembenahan-pembenahan di sana-sini. Pada tahun 1959 perusahaan listrik NV Aniem, juga perusahaan-perusahaan lain milik asing dikenakan nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1959 Tentang Penentuan Perusahaan Listrik dan Atau Gas milik Belanda. Sekarang perusahaan listrik ini milik Indonesia yang ditangani oleh PT PLN (Persero). Setelah beberapa tahun Gardu PLN tidak berfungsi, namun kehadirannya mempunyai nilai sejarah yang penting bagi kehidupan masyarakat Yogyakarta, sebagai pembelajaran umum, dan kini menjadi warisan/cagar budaya yang perlu dirawat dan dilestarikan. Sebagai pemiliknya, tahun 2018 PT PLN merencanakan merenovasi Gardu PLN tersebut tanpa menghilangkan keaslian bangunan. Hal ini sangat baik dan mendukung keberadaan Malioboro sebagai sumbu filosofi.Pemilik/pengelola bangunan ini menerima penghargaan Pelestari Warisan Budaya / Cagar Budaya dari Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2020.
Referensi :
Sulistiowati, S.W. S.Sn, dkk,. 2020. Anugerah Kebudayaan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta 2020. Yogyakarta : Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) DIY
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Komponen Pelengkap | : |
|
Peristiwa Sejarah | : | Babon ANIEM merupakan gardu induk listrik yang dibangun oleh perusahaan ANIEM. ANIEM mendapatkan konsensi untuk mengusahakan teralirinya listrik di Yogyakarta semenjak Februari 1914. Pembangunan instalasi yang pertama adalah pembangunan gedung pabrik ANIEM di Wirobrajan kemudian dibangun transformator (gardu atau babon ANIEM) di beberapa daerah di Yogyakarta seperti sekitar benteng baluwarti keraton, Danurejan Malioboro, Pengok, Pingit, Kotabaru, dan Kotagede. Pada tahun 1919 wilayah Yogyakarta yang teraliri listrik meliputi njeron beteng, Malioboro, dan Kotabaru. Sebelum adanya listrik sebagai sumber energi penerangan, masyarakat Yogyakarta menggunakan minyak jarak sebagai bahan bakarnya. Kelompok yang pertama kali yang mendapat manfaat aliran listrik di Yogyakarta adalah orang-orang Eropa dan golongan yang dianggap sederajat dengan kaum Eropa seperti pribumi yang mampu. Akibat dari perkembangan industri dan usaha yang ada di masyarakat, maka Kraton Yogyakarta bekerjasama dengan Pemerintah Hindia Belanda di Yogyakarta mulai mengusahakan adanya jaringan instalasi kelistrikan. Pada awalnya, energi pembangkit listrik yang dialirkan ke Yogyakarta berasal dari Sungai Tuntang yang mulai dibangun pada 1904 oleh pemerintah Hindia Belanda. Sejak tahun 1922 ANIEM telah mempunyai pembangkit listrik diesel sendiri. |
Nama Pemilik Terakhir | : | PLN |
Nama Pengelola | : | PLN |