Rumah Tradisional Jawa Eks Kantor Kalurahan Pertama Karangtengah menghadap ke arah selatan. Deskripsi bagian-bagian rumah tersebut antara lain:
Kuncungan
Kuncungan beratap tipe Kampung. Kuncungan berdenah persegi panjang berukuran 8,66 m x 2,64 m, serta tingginya 3,95 m. Kuncungan ditopang oleh saka berjumlah 8 buah (4 saka sisi utara merupakan bagian saka penanggap Joglo), berukuran 12 cm x 10 cm, tinggi 253 cm. Sisi timur, barat, dan selatan ditutup dengan dinding plesteran semen setinggi 40 cm dan kisi-kisi kayu setinggi 110 cm. Lantai ditinggikan 20 cm dari permukaan halaman. Akses pintu masuk berada di sisi selatan dan terdapat sebuah undakan dari bahan plesteran semen, ukuran 52 cm x 35 cm, dan tinggi 4 cm. Tinggi undakan hanya tersisa 4 cm karena halaman depan ditinggikan dengan paving blok.
Bahan rangka atap kuncungan terbuat dari kayu jati. Usuk menggunakan model ri gereh. Bagian atap semula ditutup menggunakan genteng tanah liat jenis kripik dan tahun 1994 diganti dengan genteng press. Genteng menumpu pada reng di atas usuk. Di sisi barat ditutup dengan tutup keyong dari papan kayu, sedangkan di sisi timur ditutup dengan tripleks.
Di sisi selatan dan sisi barat atap terluar berupa cukit berukuran lebar 100 cm, disangga konsol yang ditempelkan pada tiang. Usuk cukit menopang di atas blandar dan gording. Genteng menggunakan genteng press.
Pendapa
Pendapa beratap tipe Joglo Lawakan, berdenah persegi panjang berukuran 8,66 m x 7,55 m. Bagian lantai semula berupa plesteran semen, tetapi tahun 2007 diganti keramik. Pendopo ditopang oleh empat sokoguru berukuran dimensi 15 cm x 15,5 cm, tinggi 341 cm. Sokoguru berdiri di atas umpak batu andesit bagian bawah berukuran 25 cm x 23,5 cm, bagian atas berukuran 18,5 cm x 18,5 cm dan tinggi 18 cm.
Di bagian atas sokoguru terdapat blandar dan pengeret, di bawahnya terdapat sunduk dan kili. Di antara sunduk dan blandar terdapat geganja berukir. Di atas blandar terdapat blandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari empat batang bersusun membentuk piramida terbalik. Pertemuan blandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal. Gimbal ini tidak dibuat pada blandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara blandar lar-laran panyelak dan blandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut. Emprit ganthil berbentuk buah keben berukir berada di keempat sudut blandar lar-laran, digunakan untuk mengunci dua blandar lar-laran paling atas dengan dudur brunjung.
Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi berukir. Bagian tengah uleng, yaitu rongga yang terbentuk oleh pamidhangan, terdapat empat blandar singup bersusun piramida. Di bagian atas ditutup dengan plafond dari papan kayu dengan ukiran wajikan di bagian tengah.
Saka pananggap berjumlah 12 batang, bahan dari kayu jati berukuran dimensi 14 cm x 14 cm, tinggi 260 cm. Keempat sisi bagian penanggap berupa gebyok. Pada dinding sebelah selatan terdapat sebuah pintu yang terbuat dari kayu dan berdaun dua. Ukuran ambang pintu 190 cm x 139 cm, serta ukuran daun pintu 191 cm x 71 cm. Ambang bawah pintu berukuran lebar 9 cm. Di sisi kanan dan kiri pintu terdapat sebuah jendela kayu model kupu tarung dengan kisi-kisi berjumlah delapan. Ukuran kusen jendela 90 cm x 75 cm, serta ukuran daun jendela 89,5 cm x 36,5 cm.
Pada dinding sebelah timur terdapat sebuah pintu dari kayu berdaun dua. Kusen pintu berukuran 190 cm x 130 cm, serta ukuran daun pintu 180 cm x 74 cm. Ambang bawah pintu berukuran lebar 12 cm. Pada dinding sebelah barat terdapat dua buah jendela kayu berdaun dua dengan kisi-kisi berjumlah delapan. Pada bagian tengah kusen jendela ini terdapat kayu pemisah berukuran 82 cm x 6 cm. Ukuran kusen jendela 82 cm x 60 cm, serta ukuran daun jendela 82 cm x 27 cm. Pada dinding sebelah utara, terdapat ambang pintu berukir dengan ukuran 171 cm x 98 cm. Ambang pintu ini merupakan pindahan dari sentong tengah, yang saat ini digunakan untuk menghubungkan pendapa dengan pringgitan.
Bahan rangka atap pendapa terbuat dari kayu jati. Usuk di bagian brunjung, penanggap, dan cukit menggunakan sistem ri gereh. Bagian atap semula ditutup menggunakan genteng tanah liat jenis kripik, pada tahun 1994 diganti dengan genteng press. Genteng menumpu pada reng di atas usuk. Wuwungan diperkuat dengan plesteran semen. Di puncak atap terdapat hiasan berbentuk mahkota dengan gurdha di bagian bawah dan di ujung bubungan terdapat badongan. Mahkota dan badongan terbuat dari tanah liat.
Pringgitan
Pringgitan secara tata letak masih berada di posisi semula, namun pasca gempa bumi 27 Mei 2006 mengalami kerusakan yang parah sehingga bagian dinding hingga atap direnovasi dengan material baru.
Pringgitan berbentuk atap kampung, dengan denah persegi panjang berukuran 8,66 m x 2,72 m. Bagian dalam disekat dengan tripleks dan dimanfaatkan sebagai kamar tidur. Dulu dinding pringgitan berupa gebyok, kemudian direnovasi dengan dinding pasangan bata berplester. Pada dinding sisi utara terdapat sebuah pintu kayu berdaun dua. Kusen pintu berukuran 181 cm x 87 cm, serta ukuran daun pintu 164 cm x 44 cm. Bagian bawah daun pintu telah disambung dengan kayu berukuran 44 cm x 18 cm. Di kanan dan kiri pintu terdapat sebuah jendela kayu berdaun dua. Kusen jendela berukuran 70 cm x 60 cm, serta daun jendela berukuran 70 cm x 24,5 cm.
Gandok
Gandok beratap tipe kampung dengan gable (gunungan). Gandok berdenah persegi panjang berukuran 15,5 m x 4,5 m. Di antara gandok dan dalem terdapat jogan, dengan lebar 2,27 m. Sejak awal gandok sudah dibangun dengan pasangan bata berplester, tetapi roboh karena gempa bumi 27 Mei 2006. Bangunan gandok yang masih tersisa adalah hasil renovasi menggunakan material baru. Gandok saat ini dimanfaatkan sebagai kamar tidur, dapur dan tempat sholat.
| Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
| Komponen Pelengkap | : |
|
| Tokoh | : | Rumah tradisional Jawa eks Kantor Kalurahan Karangtengah merupakan hak milik Bapak M. Jinu Sugiyono (75 tahun). Bapak M. Jinu Sugiyono adalah mantan Lurah Karangtengah ke-4 yang menjabat tahun 1996 sampai dengan 2006. |
| Peristiwa Sejarah | : | Rumah tersebut dibangun tahun 1920 oleh R. Mangun Sugiyono, orangtua Bapak M. Jinu Sugiyono yang menjabat sebagai Carik pertama di Kalurahan Karangtengah. Tanah tempat rumah tersebut berdiri adalah warisan dari orangtua R. Mangun Sugiyono yang saat itu menjabat sebagai Bekel. R. Mangun Sugiyono adalah seorang punggawa Kasunanan Surakarta, yang ditugaskan ke Kabupaten Klaten. Selanjutnya, Bupati Klaten menugaskan R. Mangun Sugiyono ke Kawedanan Imogiri untuk menjadi carik pertama di Karangtengah. Rumah tersebut digunakan sebagai kantor kalurahan pertama Karangtengah pada 23 Desember 1923, dengan menggunakan gandok bagian depan untuk kantor dan pendapa untuk tempat pertemuan.Pada tahun 1948 ketika terjadi Agresi Militer Belanda I, rumah tersebut pernah menjadi markas gerilya Tentara Nasional Indonesia. Bahkan pernah disinggahi Letnan Komarudin, mantan prajurit PETA yang menjabat komandan peleton di SWK 101, Brigade X pimpinan Mayor Sardjono (anak buah Letnan Kolonel Soeharto). |
| Nilai Sejarah | : | Merupakan informasi tentang kehidupan masa lalu, bahwa rumah milik Bapak M. Jinu Sugiyono pernah dijadikan sebagai kantor Kalurahan Karangtengah pertama dan markas TNI pada masa Agresi Militer Belanda I tahun 1948 |
| Nilai Ilmu Pengetahuan | : | Mempunyai potensi untuk diteliti dalam rangka menjawab masalah di bidang ilmu arkeologi, sejarah, arsitektur, dan teknik bangunan |
| Nilai Budaya | : | Sebagai bangunan yang mencerminkan jati diri suatu bangsa, kedaerahan atau komunitas tertentu |
| Nama Pemilik Terakhir | : | M. Jinu Sugiyono |
| Nama Pengelola | : | - |
| Catatan Khusus | : | Koordinat UTM : 49 M X : 432029 Y : 9127389 |