Loading

RUMAH TRADISIONAL JAWA EKS KANTOR KALURAHAN NGOTO (Milik Soetino)

Status : Bangunan Warisan Budaya

Deskripsi Singkat

Rumah Tradisional Jawa Eks Kantor Kalurahan Ngoto merupakan rumah tinggal milik Bapak Soetino, yang saat ini ditempati oleh Priyo Nugroho. Bangunan rumah menghadap ke arah selatan, berada di sebelah barat Jalan Imogiri Barat, kurang lebih 20 m. Bagian-bagian dari Rumah Tradisional Jawa Eks Kantor Kalurahan Ngoto sebagai berikut:

Pendapa

Pendapa memiliki atap tipe Joglo Lawakan, berupa bangunan terbuka tanpa dinding. Bangunan pendapa berada di bagian paling selatan atau bagian depan dari kompleks rumah. Fungsinya untuk kegiatan bersifat publik seperti menerima tamu dan pertemuan. Pendapa berdenah persegi panjang berukuran 9 m x 7,95 m, serta tinggi atapnya 6,7 m. Lantai pendapa lebih tinggi 40 cm dari halaman depan. Lantai pendapa berupa tegel abu-abu mengkilat, dengan variasi tegel polos warna merah. Tegel berukuran 30 cm x 30 cm. Pada bagian timur, selatan, dan utara pendopo terdapat undakan berjumlah satu buah. Lebar undakan 42 cm.

Pendapa ditopang sokoguru dari kayu jati berjumlah empat buah dengan ukuran dimensi 16 cm x 16 cm, tinggi 354 cm. Sokoguru berdiri di atas umpak batu andesit berbentuk limas terpancung stiliasi padma, dengan ukuran 18 cm x 18 cm di bagian atas, 28 cm x 28 cm di bagian bawah, serta tinggi 23 cm. Bentuk umpak kurang proporsional karena bagian bawah terpendam lantai tegel. Sebelum diganti tegel, semula lantai pendapa berupa bligon.

Di bagian atas sokoguru terdapat blandar dan pengeret, di bawahnya terdapat sunduk dan kili. Di antara sunduk dan blandar terdapat geganja berukir. Di atas blandar terdapat blandar lar-laran di bagian pamanjang dan panyelak masing-masing terdiri dari empat batang bersusun membentuk piramida terbalik. Pertemuan blandar antara bagian pamanjang dan panyelak di bagian sudut menyisakan bagian gimbal. Gimbal ini tidak dibuat pada blandar lar-laran paling atas karena bagian sudut pertemuan antara blandar lar-laran panyelak dan blandar lar-laran pamanjang bersambungan dengan dudur pananggap di keempat sudut. Emprit gantil berbentuk buah keben berada di keempat sudut blandar lar-laran paling atas, berfungsi sebagai pengunci dudur atau jurai pada masing-masing sudut atap brunjung (atap paling atas pada bangunan joglo).

Di bagian tengah pamidhangan terdapat dhadha peksi yang semula polos tanpa ukiran. Ukiran pada dhadha peksi ditambahkan oleh Bapak Soetino. Bagian tengah uleng terdapat empat blandar singup bersusun piramida. Di bagian atas ditutup dengan plafond dari papan kayu.

Saka penanggap berjumlah 12 batang, bahan dari kayu jati berukuran dimensi 13 cm x 13 cm, tinggi 267 cm. Saka tampak tidak memiliki umpak karena umpak tertutup lantai tegel. Pendapa tidak dilengkapi dinding, tetapi ditutup dengan pagar/slintru kayu setinggi 1 m.

Empyak atau kerangka atap pendapa bagian brunjung dan penanggap menggunakan usuk yang disusun model ri gereh (susunan usuk yang tegak lurus dengan blandar-pengeret, sehingga ada yang bertumpu pada dudur). Atap ditutup menggunakan genteng tanah liat jenis genteng pres paris. Genteng menumpu pada reng di atas usuk. Wuwungan di atas dudur (jurai) ditutup dengan wuwung seng dicat warna coklat, dengan diasan bongkak di bagian ujung. Wuwung atau bubungan di bagian molo atau nok terbuat dari seng dan di bagian tengah bubungan atap terdapat hiasan berupa gunungan dari seng bertuliskan pelestari cagar budaya 2020.

Atap terluar pendapa berupa tritisan lebar 90 cm. Kerangka tritisan ditopang oleh konsol dari besi sulur dan gording. Penutup atap tritisan menggunakan seng dan di bagian jurai ditutup wuwung seng dengan hiasan bongkak.

Jogan

Jogan berada di sebelah utara pendapa, memiliki lebar 2,1 m. Jogan memisahkan bangunan pendapa dan bangunan pringgitan. Pada sisi barat dan timur jogan terdapat pintu dengan ambang pintu berbentuk lengkung dilengkapi daun pintu setinggi 1 m.

Jogan menggunakan atap berbentuk limasan. Atap limasan ditopang oleh saka penanggap pendapa di sisi selatan, dinding bata berplester di sisi timur dan barat, serta saka di bagian pringgitan di sisi utara. Pada bagian langit-langit ditutup plafond dari anyaman bambu dicat warna putih. Molo tampaknya ditopang oleh dua ander yang menumpu pada pengeret. Kerangka atap tertutup plafond dan yang tampak hanya bagian pengeret. Penutup atap limasan ditopang dengan susunan empat dudur, usuk, dan susunan reng. Penutup atap menggunakan genteng pres paris, Wuwungan di atas dudur (jurai) ditutup dengan wuwung seng dicat warna coklat, dengan hiasan bongkak di bagian ujung.

Pringgitan

Di sebelah utara longkangan terdapat bangunan tipe limasan yang berfungsi sebagai pringgitan. Pringgitan dahulu biasa digunakan untuk pementasan wayang. Denah bangunan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 9 m x 3,13 m, tinggi bangunan 5,60 m. Lantai berupa tegel warna abu-abu kepala basah ukuran 30 cm x 30 cm. Lantai pringgitan lebih tinggi 30 cm dari lantai jogan.

Bagian depan atau sisi selatan pringgitan tidak terdapat dinding. Di sisi barat, utara, dan timur pringgitan berupa dinding tembok bata berplester, tembok dicat warna putih, berukuran tebal 30 cm, tinggi 287 cm. Dinding bagian atas dihias dengan motif tlacapan.

Di sisi barat dan timur masing-masing terdapat satu ruangan/kamar dengan pintu berdaun satu, dilengkapi dengan tebeng panil kaca es. Pintu berukuran 246 cm x 1 m, daun pintunya berukuran 188 cm x 86 cm. Daun pintu diberi tambahan hiasan ukiran. Di bagian atas kusen dipasang fitur kayu yang dipergunakan untuk memasang korden.

Pada dinding sisi utara terdapat sebuah pintu kayu berdaun dua yang di kanan dan kirinya terdapat sebuah jendela berdaun dua (kupu tarung). Pintu berukuran 244 cm x 154 cm, sedangkan daun pintu berukuran 196 cm x 66 cm. Di kanan kiri pintu terdapat sebuah jendela berukuran 145 cm x 96 cm, sedangkan daun jendelanya berukuran 77 cm x 65 cm. Jendela diberi kisi-kisi kayu berjumlah enam buah berukuran 3,5 cm x 3,5 cm.

Atap limasan pada pringgitan ditopang oleh empat saka di sisi selatan dan dinding tembok bata berplester di sisi utara, timur serta barat. Saka dari kayu berukuran 12 cm x 12 cm, tinggi 168 cm. Saka ditopang oleh umpak batu andesit. Umpak berukuran 15 cm x 15 cm, dengan ketinggian 32 cm. Pada bagian langit-langit ditutup plafond dari anyaman bambu dicat warna putih. Molo tampaknya ditopang oleh dua ander yang menumpu pada pengeret. Kerangka atap tertutup plafond dan yang tampak hanya bagian pengeret. Blandar pada sisi selatan ditopang oleh saka kayu sedangkan pada sisi utara ditopang oleh dinding pada bagian pananggap ndalem.

Penutup atap limasan ditopang dengan susunan empat dudur, usuk-usuk, dan susunan reng. Penutup atap menggunakan genteng pres paris, Wuwungan di atas dudur (jurai) ditutup dengan wuwung seng dicat warna coklat, dengan hiasan bongkak di bagian ujung.

Dalem

Dalem merupakan bangunan dengan tipe limasan, berdenah persegi panjang berukuran 9 m x 3,86 m, hingga plafon 3 m, serta tebal dinding 30 cm. Pada dinding sisi timur dan barat terdapat sebuah pintu kayu dan sebuah jendela berdaun dua (kupu tarung). Pintu berukuran 249 cm x 1 m, sedangkan daun pintu berukuran 191 cm x 83 cm. Jendela berukuran 135 cm x 85 cm, sedangkan daun jendelanya berukuran 80 cm x 30 cm. Jendela memiliki kisi-kisi berjumlah enam buah berukuran 3,5 x 3,5 cm.

Pada bagian dalam terdapat tiga buah senthong yang disekat dengan dinding bata berplester. Masing-masing senthong berukuran 3 m x 2,23 m. Senthong tengen dan senthong kiwa ditutup dengan pintu kayu dengan tebeng panil kaca. Kusen berukuran 245 cm x 95 cm yang daun pintunya berukuran 170 cm x 75 cm. Tebeng panil kaca berukuran 35 cm x 85 cm. Senthong tengah tidak diberi pintu atau gebyok, sehingga dibiarkan terbuka. Di dalam senthong tengah terdapat tombak dan almari. Lantai senthong tengah ditinggikan 13 cm dari permukaan lantai dalem.

Di sebelah timur dalem terdapat emper lama yang saat ini telah difungsikan sebagai kamar tidur. Emper lama berukuran 6,59 x 2,39 m. Pada sisi timur emper lama terdapat tiang berjumlah dua buah yang berukuran 18 cm x 18 cm yang tingginya 220 cm. Lantai emper tingginya 4 cm dari permukaan jogan.

Atap limasan pada dalem ditopang oleh dinding bata berplester di keempat sisinya. Pada bagian langit-langit ditutup plafond dari anyaman bambu dicat warna putih. Molo tampaknya ditopang oleh dua ander yang menumpu pada pengeret. Kerangka atap tertutup plafond dan yang tampak hanya bagian pengeret. Blandar pada sisi selatan ditopang oleh saka kayu sedangkan pada sisi utara ditopang oleh dinding pada bagian pananggap ndalem.

Penutup atap limasan ditopang dengan susunan empat dudur, usuk-usuk, dan susunan reng. Penutup atap menggunakan genteng pres paris, Wuwungan di atas dudur (jurai) ditutup dengan wuwung seng dicat warna coklat, dengan diasan bongkak di bagian ujung.

Di sebelah timur dalem terdapat emper dan gandok, namun runtuh karena gempa bumi tahun 2006 dan dibangun bangunan baru beratap kampung. Bangunan tersebut saat ini difungsikan sebagai kamar tidur, dapur, dan kamar mandi. Emper lama berukuran 6,59 x 2,39 m. Pada sisi timur emper lama terdapat tiang berjumlah dua buah yang berukuran 18 cm x 18 cm yang tingginya 220 cm. Lantai emper tingginya 4 cm dari permukaan jogan.

Status : Bangunan Warisan Budaya
Tahun : 2022
Alamat : Ngoto RT 05, Bangunharjo, Sewon, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
431002° N, 9132593° E


Lokasi RUMAH TRADISIONAL JAWA EKS KANTOR KALURAHAN NGOTO (Milik Soetino) di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Jenis Struktur : Tradisional
Dimensi Struktur
Jenis Bangunan : Tradisional
Fungsi Bangunan : Rumah/Permukiman
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Fungsi Situs : Rumah/Permukiman
Fungsi : Rumah/Permukiman
Peristiwa Sejarah : Rumah dibangun oleh Diporejo, kakek buyut dari Bapak Priyo Nugroho yang saat ini menempati rumah tersebut. Saat dibangun, belum dilengkapi dengan pendapa. Pada tahun 1867 setelah terjadi gemba bumi di DIY, Atmowiyono yang merupakan cucu dari Diporejo membeli joglo di Kotagede dan ditempatkan di bagian depan rumah sebagai pendapa. Atmowiyono saat itu menjabat sebagai Lurah Desa Ngoto. Pendapa rumah tersebut menjadi Kantor Kalurahan Ngoto, Kantor Kalurahan Bangunharjo (sebelum berpindah ke kantor kalurahan yang baru) dan pernah digunakan sebagai tempat persinggahan pejuang /gerilyawan pada masa perang mempertahankan kemerdekaan (Agresi Militer Belanda II tahun 1949). Pendapa tersebut hingga saat ini masih digunakan untuk kegiatan sosial antara lain ketoprak, wayang, dolalak, kenduri, dan tempat menyelenggarakan pesta pernikahan.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Soetino
Pengelolaan
Nama Pengelola : Priyo Nugroho