Peristiwa Sejarah |
: |
A. Sejarah Pasar Tradisional di YogyakartaMenurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian pasar adalah sekumpulan orang yang melakukan kegiatan transaksi jual-beli. Pasar merupakan sebuah tempat untuk kegiatan jual-beli yang diselenggarakan oleh sebuah organisasi atau perkumpulan dengan maksud untuk mencari keuntungan. Dari penjelasan tersebut, maka kita dapat menyimpulkan bahwa pasar adalah tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi jual dan beli. Secara historis pasar tradisional diperkirakan telah ada di Indonesia sejak sejak zaman kerajaan Kutai Kartanegara pada abad ke-5 Masehi. Sejarah tentang pasar dan berbagai komoditas yang dijual didalamnya juga tertulis dalam prasasti Pagumulan A dan B. Prasasti Pagumulan ditulis pada tanggal 26 Poça 824 Çaka atau 27 Desember 902 M. Prasasti Pagumulan diketemukan di daerah Sleman, Yogyakarta. Dalam prasasti tersebut menyebutkan adanya orang-orang yang menjual beras dari Desa Tunggalangan ke pasar di wilayah Desa Sindangan dengan menggunakan gerobak. Informasi dari prasasti Pagumulan membuktikan bahwa perdagangan di wilayah Mataram Kuno sudah terjalin dalam wilayah yang luas. Keberadaan pasar pada masa Mataram Kuno juga terlihat disalah satu relief candi Borobudur.Sejak lama pasar tradisional memegang peranan penting dalam memajukan dan menggerakkan pertumbuhan ekonomi rakyat. Fungsi penting pasar tradisional disamping sebagai muara dari produk-produk masyarakat di sekitarnya (lokal), juga merupakan lapangan kerja yang sangat bermanfaat bagi masyarakat. Hasil-hasil pertanian yang dihasilkan petani secara langsung dapat dibawa ke pasar. Pada masa Kolonial terutama di wilayah Yogyakarta, keberadaan pasar tradisional menjadi sangat penting sebagai penopang perekonomian wilayah Kerajaan. Pada awal abad ke 20, Pemerintah Kolonial Hindia Belanda melakukan reformasi kebijakan pada bidang pemerintahan dan ekonomi di wilayah-wilayah jajahannya. Pada bidang pemerintahan, reformasi tersebut diantaranya dilakukan dengan merubah perjanjian sistem sewa tanah. Pada bidang ekonomi, banyak dibangun berbagai infrastruktur yang mendukung produksi pertanian yang berskala ekspor. Bukti-bukti bahwa kegiatan memproduksi barang untuk diperjualbelikan telah berlangsung lama di daerah Yogyakarta bisa ditunjukkan sebagai berikut. Setelah perjanjian Giyanti 1755, Vorstenlanden atau daerah Kerajaan: Surakarta dan Yogyakarta, mengalami masa kemakmuran dan perdagangannya dengan Pantai Utara Jawa berkembang luas. Pada waktu itu komoditasnya, selain tanaman dagang (kapas, tembakau, dan nila), juga produk-produk lokal seperti: beras, benang, kain tenun, kain batik, tikar pandan, dan minyak kacang. Salah satu dampaknya, pada awal abad ke-20 Ibukota Yogyakarta tumbuh menjadi sebuah pusat negara yang besar dengan jumlah penduduk pada tahun 1930 sekitar 1,5 juta jiwa.Besarnya jumlah penduduk kota Yogyakarta pada masa tersebut bisa terjadi, karena banyaknya jumlah pendatang yang bekerja dan menetap menjadi penduduk kota. Masyarakat Kota Yogya tumbuh menjadi masyarakat besar yang terbagi atas berbagai macam kelas sosial. Dengan tumbuhnya kota Yogya, keberadaan pasar menjadi sangat penting bagi masyarakat dan penguasa. Pasar tumbuh sebagai pusat penopang perekonomian kerajaan dan penguasa kolonial. Perannya adalah keuntungan ekonomi bagi penjual, pembeli dan masyarakat pada umumnya serta pemerintah praja sebagai penambahan pendapatan melalui pajak-pajaknya.Banyaknya infrastruktur jalan yang menghubungkan kota dan desa yang dibangun pemerintah kolonial sejak akhir abad ke-19 di wilayah Yogyakarta mempercepat hubungan antara daerah dan Ibukota serta daerah Yogyakarta ke kota besar lainnya. Pembangunan jaringan rel kereta api di wilayah Yogyakarta sejak tahun 1890 semakin mempercepat pembangunan dan mobilitas penduduk. Pada saat ini banyak perusahaan-perusahaan baru yang didirikan di wilayah Yogyakarta. Salah satu perusahaan tersebut adalah NV Braat yang bergerak di bidang pembuatan baja yang digunakan untuk konstruksi pabrik, jembatan, rel kereta api dan konstruksi baja lainnya. Keberadaan NV Braat sebagai perusahaan penyuplai baja semakin mempercepat pertumbuhan di wilayah Vorstenlanden. Salah satu diantaranya adalah dengan perbaikan pasar-pasar tradisional. Pada periode tahun 1920-1930 Pemerintah Kolonial banyak melakukan restorasi pasar dengan konstruksi baja yang dibuat oleh perusahaan NV Braat. B. Pasar Tengeran KarangmojoPasar Tengeran merupakan salah satu pasar tradisional yang ramai di wilayah Kecamatan Karangmojo. Pasar ini berada di Dusun Plumbungan, Desa Gedangrejo, Kecamatan Karangmojo. Pasar yang berada di dekat ibukota Kecamatan Karangmojo (posisi pasar berada disebelah timur Kantor Kecamatan Karangmojo) ini memiliki luas keseluruhan 5.036 m². Pasar Tengeran Karangmojo ini masuk dalam Kemantren Pasar Semanu bersama Pasar Wonontoro, Pasar Grogol, Pasar Wiladeg, dan Pasar Ngenep. Di pasar ini, baik barang lokal dari Gunungkidul maupun barang dari luar Gunungkidul diperjualbelikan. Dituturkan Lurah Pasar Suranto, Pasar Tengeran sebenarnya memiliki pasaran Pahing. Meskipun demikian, Pasar Tengeran saat ini buka setiap hari. Terdapat 183 pedagang aktif yang beroperasi setiap hari. Mereka menempati kios pasar, los pasar, dan pelataran pasar. “Pedagang paling dominan berasal dari sekitar wilayah Karangmojo sendiri. Tetapi ada juga pedagang yang berasal dari luar Gunungkidul, seperti Cawas dan Klaten,†jelasnya.Mereka menempati kios pasar, los pasar, dan plataran pasar. “Pedagang yang aktif beroperasi setiap pasaran berasal dari sekitar Karangmojo. Tetapi ada juga pedagang dari luar Gunungkidul yaitu dari Cawas dan Klaten,†jelasnya.Sejarah berdirinya Pasar Tengeran tidak diketahui secara pasti. Tapi menurut pengakuan beberapa pedagang, pasar tersebut berdiri sejak zaman Belanda. Berdasarkan kajian atas bentuk dan analisa terhadap pasar peninggalan zaman Kolonial seperti Pasar Kentheng di wilayah Kecamatan Nangulan Kabupaten Kulonprogo, terdapat kesamaan bentuk, bahan, dan konstruksi dengan Pasar Tengeran. Kelebihan yang terdapat pada Pasar Kentheng adalah adanya plakat NV Braat dan plakat N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta. Pada Pasar Tengeran, kedua plakat tersebut tidak diketahui keberadaannya. Meskipun demikian, dilihat dari bentuk dan proporsi bangunan, dimungkinkan bahwa kedua pasar memiliki usia yang kurang lebih sama. Dari beberapa sumber sejarah seperti plakat yang ditemukan di pasar, pembangunan pasar ini dibangun oleh N.V Construtie Atelier Der Vorstenlanden Djokjakarta (CAV). Perusahaan ini didirikan pada tanggal sementara material pasar disediakan oleh N.V Braat perusahaan baja yang didirikan pada tahun 1901 dan berpusat di Surabaya (kini menjadi PT Barata). |