Loading

Cungkup Patih Danurejo II

Status : Bangunan Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Kompleks Masjid Pathok Negoro Mlangi terletak di Dusun Mlangi, Desa Nogotirto, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman. Kompleks tersebut terdiri dari beberapa komponen, di antaranya adalah:
a. Bangunan Masjid Pathok Negoro Mlangi
b. Struktur Gapura dan Pagar
c. Bangunan cungkup makam Kiai Nur Iman dan keluarganya
d. Bangunan cungkup makam Patih Danurejo II dan keluarganya
e. Struktur makam Kiai Nur Iman
f. Struktur makam Patih Danurejo II
g. Beberapa makam di kompleks Patih Danurejo II dan Kiai Nur Iman

Permakaman yang terletak di sekitar bangunan Masjid Pathok Negoro Mlangi terdiri atas dua kompleks yang masing-masing dibatasi oleh pagar tembok keliling. Tokoh terpenting yang dimakamkan di kompleks sebelah barat Masjid adalah Kiai Nur Iman atau Pangeran Sandiya pendiri Masjid dan Pesantren Mlangi. Beliau adalah kakak Sultan Hamengku Buwana I dan putra Susuhunan Amangkurat IV. Di sekitar makam tersebut dimakamkan kerabat dan keturunan Kiai Nur Iman serta orang-orang yang berkaitan dengan beliau dan Masjid Pathok Negara Mlangi. Kompleks makam di utara Masjid diperuntukkan bagi keluarga besar Patih Danurejo II. Di selatan pagar kompleks Masjid Pathok Negoro Mlangi terdapat permakaman baru yang diperuntukkan bagi masyarakat umum saat ini.

Masjid Pathok Negara Mlangi memiliki afiliasi istimewa dengan keluarga Patih Danureja. Meskipun Patih Danureja I dimakamkan di Imogiri, secara khusus keluarga Danurejan memiliki kompleks makam tepat di utara Masjid Mlangi. Keluarga ini juga merupakan donatur penting bagi pengembangan keagamaan di Mlangi, dan beberapa di antaranya rajin mengaji di sini.

Pada kompleks makam sebelah utara yang diperuntukkan bagi kalangan keluarga kraton, terdapat tiga cungkup yang berjajar barat-timur menghadap ke arah selatan. Dalam bangunan cungkup yang terletak kedua dari barat terdapat beberapa struktur makam dengan nisan dan jirat, salah satunya adalah struktur makam Patih Danureja II. Selain struktur makam Patih Danureja II, terdapat struktur makam tokoh lainnya di cungkup tengah, namun demikian nisan dan jirat Patih Danurejo II letaknya menonjol karena memiliki ruang tersendiri di sebelah utara bagian tengah dan lantainya lebih tinggi 20 cm daripada struktur makam lainnya.

Cungkup tengah berdenah segi empat dengan teras depan dan penampil yang menonjol di sisi utara. Ukuran dari teras adalah 7,14 m x 5,2 m, sementara ruang dalam memiliki ukuran 7,14 m x 7,8 m dan ukuran penampil yang merupakan ruang khusus bagi makam Patih Danurejo II adalah 2,6 m x 1,7 m. Atap cungkup merupakan atap tajug lawakan kembang teplok (dua tingkat) dan saat ini menggunakan bahan seng. Pada bagian teras terdapat empat tiang yang menyangga di sisi selatan. Tiang tersebut terbuat dari kayu dan bagian bawahnya terdapat umpak dari batu berwarna hitam polos tanpa hiasan. Lantai teras cungkup menggunakan bahan tegel polos dan dihiasi dengan tegel motif floral pada bagian tepi lantai. Bagian kanan dan kiri teras ditutup oleh tembok berbahan batu putih di bagian bawah dan pada bagian atas tembok menggunakan bahan kayu. Pada bagian teras terdapat beberapa makam, baik dengan nisan dan jirat maupun yang tidak menggunakan nisan dan jirat.

Untuk memasuki bagian dalam cungkup, harus melewati satu pintu pada bagian tengah. Pintu tersebut menggunakan bahan kayu dengan dua daun pintu dan gagang bulat dari besi. Pintu tersebut tidak sejajar dengan lantai teras maupun lantai ruang dalam, tetapi lebih tinggi sekitar 30 cm. Pada bagian kanan kiri pintu, dinding bangunan berupa kisi-kisi berbentuk kotak tembus pandang (rooster) yang terbuat dari kayu, sementara dinding bagian dalam ruang pada bagian bawah dihiasi tegel motif floral kemudian atasnya terbuat dari batu putih yang disusun dan bagian paling atas terbuat dari kayu. Lantai bagian dalam ruang menggunakan tegel polos. Dalam bangunan cungkup terdapat beberapa makam, salah satunya adalah makam Patih Danurejo II yang letaknya menonjol karena memiliki ruang tersendiri di sebelah utara bagian tengah dan lantainya lebih tinggi 20 cm daripada makam lainnya. Sekeliling makam Patih Danurejo II terdapat tirai berupa kain putih motif bunga yang tembus pandang.

Cungkup sebelah barat diperuntukkan bagi keluarga Patih Danurejo II. Saat ini cungkup tersebut merupakan bentuk bangunan baru. Cungkup barat merupakan ruang semi terbuka dengan dinding yang hanya terletak di sisi timur dan barat. Atap cungkup berupa atap limasan dengan bahan seng dan memiliki denah segi empat. Luas dari cungkup barat adalah 130,295 m².

Cungkup sebelah timur berdenah segi empat dengan ruang utama dan teras depan. Makam dengan nisan dan jirat terdapat baik di ruang utama maupun teras. Cungkup timur memiliki atap limasan berbahan seng dan lantai tegel abu. Keseluruhan dinding di ruang utama menggunakan bahan kayu. Pada dinding sisi selatan berbentuk kisi-kisi kotak tembus pandang (rooster) dan diberi kawat. Untuk memasuki ruang utama hanya bisa dengan melewati pintu yang terletak di tengah dinding depan. Pintu tersebut berbahan kayu dengan dua daun pintu dan merupakan pintu geser. Ketinggian pintu dari lantai sekitar 30 cm. Pada bagian atas pintu terdapat tulisan dengan huruf arab yang berisi adab dan doa ketika memasuki permakaman. Teras cungkup sebelah timur memiliki dinding di kanan kirinya berupa dinding berbahan marmer pada bagian bawah dan bahan kayu pada bagian atas.


Luas : 
Luas lahan: ± 3.934 m² (Sumber: citra satelit Google Earth 18 September 2019)
Luas cungkup keseluruhan: 32,49 m x 10,3 m
Luas cungkup tengah tempat makam Patih Danurejo II: 7,14 m x 10,3 m

Status : Bangunan Cagar Budaya
Alamat : Dusun Mlangi, Nogotirto, Gamping, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.7611111142873° S, 110.33083333032° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Sleman No 3.15/Kep.KDH/A/2020


Lokasi Cungkup Patih Danurejo II di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Komponen Pelengkap :
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Peristiwa Sejarah : Kanjeng Raden Adipati Danurejo II menjabat sebagai patih dari 9 September 1799 hingga 28 Oktober 1811. Beliau merupakan cucu dari Kanjeng Raden Adipati Danurejo I dan menantu Sultan Hamengku Buwono II karena menikah dengan Gusti Kanjeng Ratu Hangger, putri dari garwa padmi, Gusti Kanjeng Ratu Kedhaton. Sebelum menjabat sebagai patih, ia bergelar Raden Tumenggung Mertonegoro. Patih Danurejo II dianggap terlalu dekat dengan Belanda, sangat berbeda dari sikap yang ditunjukkan kakeknya, Patih Danurejo I. Semasa hidupnya, Patih Danurejo II menjadi sekutu bagi putra mahkota (Hamengku Buwono III) dan tidak mendapat kepercayaan dari Sultan Hamengku Buwono II. Residen kedua Yogyakarta, Van den Berg menilai Patih Danurejo “orang yang sangat ceroboh” sebagai pejabat muda dan lemah, serta merupakan contoh buruk karena memiliki kebiasaan mabuk-mabukan dalam jamuan makan di tempat residen. Selain tidak mendapat kepercayaan dari Sultan Hamengku Buwono II, Patih Danurejo II juga memiliki musuh kuat di dalam keraton, yaitu Pangeran Notokusumo yang kelak menjadi Paku Alam I dan istri ketiga sultan yaitu Ratu Kencono Wulan. Pada 30 April 1810, Sultan Hamengku Buwono II mengirim surat kepada Daendels untuk meminta izin memecat Danurejo II yang dianggap masih “anak kecil” dan diganti dengan bupati wilayah timur, Mas Tumenggung Sindunegoro. Permintaan tersebut ditolak oleh Daendels. Hanya saja pada Oktober 1810, Engelhard melaporkan bahwa Patih Danurejo II sudah dibebaskan dari semua tanggung jawab pemerintahan dalam negeri dan tugas tersebut digantikan oleh Notodiningrat. Atas desakan dari Belanda, pada 12 November Sultan Hamengku Buwono II mengumumkan pemulihan kedudukan Danurejo II sebagai patih dan mengembalikan kedudukan Notodiningrat sebagai bupati jaba. Pada 28 Oktober 1811, Patih Danurejo II diminta datang dalam suatu pertemuan pagi di keraton. Ketika berada di dekat Gedhong Purworetno, ia diringkus dari belakang oleh tujuh orang pejabat tinggi yang dipimpin Raden Tumenggung Sumodiningrat. Satu jam kemudian Patih Danurejo II dicekik dengan tali putih atas perintah Sultan Hamengku Buwono II dan esok pagi, jasadnya dibawa dan dimakamkan di Banyusumurup. Patih Danurejo II meninggal pada usia 39 tahun dan dikenal sebagai patih seda kedaton karena meninggal di keraton. Pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono VI, tepatnya tanggal 11 Mei 1865 M, jasad Patih Danurejo II digali kembali dan dipindahkan ke pemakaman keluarga di Mlangi.Intrik internal dan tekanan pemerintah kolonial memuncak, hingga meletus Geger Sepehi di tahun 1812 ketika Inggris menyerbu dan menjarah Kraton Yogyakarta dan berujung pada pembungan Hamengku Buwana II ke Pulau Penang dan Hamengku Buwana III kembali bertahta. Melihat kekacauan yang luar biasa, berbagai upaya rekonsiliasi dilakukan. Pada kunjungannya ke Kraton di akhir tahun 1813, Raffles mendesak agar Hamengku Buwana menikahkan putra mahkotanya dengan putri Patih Danureja II.Pernikahan yang direncanakan tersebut baru terlaksana pada tahun 1816, ketika Hamengku Buwana IV sudah bertahta menggantikan ayahandanya. Putri Danureja II kemudian menerima gelar sebagai G.K.R. Kencana dan berputera G.R.M Gatot Menol (yang kemudian bertahta sebagai Hamengku Buwana V) dan G.R.M. Mustojo (yang kemudian bertahta sebagai Hamengku Buwana VI). Dengan demikian, Danureja II adalah menantu Hamengku Buwana II, mertua Hamengku Buwana IV dan kakek Hamengku Buwana V dan Hamengku Buwana VI.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kasultanan Yogyakarta
Pengelolaan
Nama Pengelola : Kasultanan Yogyakarta