Lokasi Pesanggrahan Ngeksiganda memiliki tinggalan arkeologis berupa Bangunan Cagar Budaya yaitu Pesanggrahan Ngeksiganda.
Bangunan Cagar Budaya Pesanggrahan Ngeksiganda memiliki halaman yang cukup luas dan menghadap ke arah barat daya. Masyarakat sering menyebut Pesanggrahan Ngeksiganda dengan sebutan villa karena terletak di kawasan tempat rekreasi. Kompleks Pesanggrahan terdiri dari beberapa bagian yaitu Bangunan Induk, Bangunan Gedong Gongso, Bangunan Gedong Telpon, dan Bangunan Rumah Diesel.
1. Bangunan Induk
Bangunan induk memiliki bentuk bangunan limasan dengan bentuk arsitektur lokal yang disesuaikan dengan kondisi daerah tropis. Bangunan induk terdiri dari bangunan utama, paviliun dan bangunan tambahan.
a. Bangunan Utama
Konstruksi atap dari bahan kayu jati, dengan penutup atap dari genteng. Plafon menggunakan plat logam tipis dengan variasi garis dan eternit. Dinding (sekat) dibuat dari bata dan papan kayu. Kusen untuk jendela, pintu dan ventilasi terbuat dari kayu. Panil untuk jendela lapisan dalam dan ventilasi dari kaca memiliki tebal ± 2 mm, sedangkan jendela lapisan luar dan pintu terbuat dari kayu. Lantai bangunan menggunakan tegel berwarna abu-abu, coklat muda, merah tua dan beberapa bagian yang memiliki variasi ornamen. Lantai bangunan memiliki ukuran sisi 20 x 20 dan tebal 1 cm.
Bangunan utama terdiri dari ruang tamu, ruang tidur, ruang keluarga, ruang duduk, ruang makan, dapur, teras. Selain itu, di bangunan utama juga terdapat cerobong asap seluas 1,5 m².
b. Paviliun
Pavililun berbentuk bangunan limasan dengan sedikit tambahan atap miring yang berfungsi sebagai penutup atap teras. Konstruksi atap menggunakan kayu dengan penutup dari genteng dan seng, plafon menggunakan plat logam tipis dengan variasi tipis, kusen jendela, pintu dan ventilasi terbuat dari kayu jati.
Lantai bangunan menggunakan tegel abu-abu dengan ukuran 20 x 20 dan tebal 1 cm. Bangunan paviliun terdiri dari ruang tidur 2 buah, teras dan koridor.
c. Bangunan Tambahan
Bangunan tambahan ini berada di sebelah timur bangunan utama, dibatasi oleh tembok pagar setebal 1 bata dari konstruksi bata berplester. Bangunan tambahan terdiri dari dapur, ruang servis, selasar, garasi, ruang tetirah, dan kamar mandi/toilet. Sekat ruang (dinding) terbuat dari bahan konstruksi bata tebal ½ bata. Konstruksi atap dari kayu dengan penutup seng tanpa plafon. Lantai terbuat dari plesteran semen.
2. Bangunan Gedong Gongso
Bangunan Gedung Gongso berbentuk limasan dengan konstruksi atap terbuat dari bahan kayu, penutup atap dari genteng, list plank dari papan kayu yang menempel langsung pada usuk, dan plafon dari eternit.
Dahulu, bangunan Gedong Gongso berfungsi sebagai tempat pertemuan/konferensi terbatas bagi para delegasi KTN. Dalam pertemuan tersebut, seluruh peserta konferensi disuguhi tarian Jawa yang diiringi musik gamelan.
Dinding Bangunan Gedong Gongso terdiri dari pintu, jendela, dan ventilasi dengan kusen yang sebagian besar terbuat dari kayu dengan panil dari kaca. Kondisi bangunan dan komponen-komponen Bangunan Gedong Gongso hampir sama dengan kondisi fisik pada bangunan utama. Bangunan ini terdiri dari ruang utama, teras belakang dan kamar mandi/toilet.
3. Bangunan Gedong Telpon
Bangunan ini berbentuk limasan dengan konstruksi bangunan dari kayu, list plank dari papan kayu menempel pada usuk, serta atap dari genting. Plafon dari plat logam tipis bergaris terdapat pada seluruh bagian operstek bangunan. Pada sebelah utara bangunan Gedong Telpon terdapat bangunan tambahan ayng berfungsi untuk garasi.
Struktur dinding pada Gedong Telpon adalah plesteran batu bata. Kusen pintu, jendela dan ventilasi terbuat dari kayu. Sedangkan struktur lantai berupa tegel bermotif dengan ukuran 20 x 20 cm.
Dahulu bangunan ini berfungsi sebagai tempat alat-alat telpon sebagai sarana komunikasi dalam rangka bertukar informasi.
4. Bangunan Diesel
Bangunan ruamh diesel berukuran 4 x 4,5 m, digunakan untuk tempat penyimpanan diesel. Kondisi fisik bangunan hingga saat ini masih baik.
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Fungsi Bangunan | : | Tempat Wisata |
Fungsi Situs | : | Tempat Wisata |
Jumlah WBCB | : | - |
Fungsi | : | Tempat Wisata |
Peristiwa Sejarah | : | Kaliurang merupakan suatu wilayah yang masuk dalam kelurahan Pakem, salah satu tanah apanage di Kasultanan Yogyakarta. Keterangan tersebut berdasarkan laporan Residen Yogyakarta (Gegevens Over Djokjakarta 1925 dan 1926) yang ditulis oleh L.F. Dingemans. Tanah apanage di kelurahan Pakem dikuasai oleh Pangeran Puger pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Pada tahun 1830-an berkembang perkebunan di daerah vorstenlanden. Perkebunan memerlukan lahan luas dan subur, berupa tanah apanage. Untuk perluasaan perkebunan, terjadi perubahan dalam penggunaan tanah apanage dimana tanah tersebut disewa oleh perusahaan perkebunan dari para pemegang hak tanah (apanagehouder). Penggunaan tanah apanage sebagai perkebunan juga terjadi di wilayah Pakem, yaitu berupa perkebunan Nila (indigo) yang diusahakan oleh Pangeran Adipati Mangkubumi yang saat itu menjadi apanage Pakem sekitar tahun 1880. Pada tahun 1912/1913 keluar peraturan yang menghapus status tanah apanage di luar Yogyakarta. Tuan Versteeg merupakan yang tercatat terakhir sebagai pengelola tanah apanage Pakem.Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda mulai gencar meningkatkan promosi wisata ke daerah jajahannya. Hal tersebut ditandai dengan pendirian lembaga pengelolaan pariwisata bernama Vereneeging voor Toeristen-Verkeer (VTV) pada tahun 1908. Salah satu wilayah yang dipromosikan sebagai tujuan wisata adalah Yogyakarta dengan dua jenis wisata yaitu, budaya dan alam. Wisata budaya di antaranya adalah Kraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Kotagede, kerajinan batik dan perak, sementara wisata alam berupa wisata pantai dan pegunungan. Wisata pantai antara lain Pantai Parangtritis, Samas dan Baron, sementara wisata pegunungan adalah kawasan peristirahatan Kaliurang. Penggunaan wilayah Kaliurang sebagai kawasan peristirahatan diawali pada tahun 1885 masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII, saat itu Pangeran Adipati Mangkubumi selaku penguasa apanage Pakem membangun sebuah tempat peristirahatan (pesanggrahan). Pada tahun 1919 Kaliurang ditetapkan sebagai kawasan hunian berdasarkan keputusan Residen Yogyakarta No. 927/ 42 tanggal 22 Januari 1919. Selanjutnya pada masa pemerintahan Residen Jonquiere, adanya kebijakan bahwa wilayah sebelah utara dan barat jalan Pakem-Kaliurang adalah wilayah Kesultanan yang bebas (vrijdomein). Pemerintah kolonial mengambil alih pengaplingan daerah Kaliurang dan memperoleh izin untuk melakukan pembangunan. Setelah adanya peningkatan kualitas jalan dan keberadaan pesanggrahan sultan, banyak pihak mulai mendirikan tempat peristirahatan dan terjadi peningkatan jumlah wisatawan. Kondisi tersebut terlihat dari pembangunan bungalo yang pada tahun 1925 hanya terdapat dua belas bungalo, satu tahun kemudian bertambah dua bungalo yang di antaranya milik Kesultanan Yogyakarta.Pesanggrahan Ngeksiganda dahulu merupakan milik seorang Belanda. Sekitar tahun 1927, Sri Sultan Hamengku Buwana VIII membeli tanah dan bangunan beserta seluruh perabotan Pesanggrahan Ngeksiganda. Setelah dimiliki oleh Sri Sultan HB VIII, Pesanggrahan Ngeksiganda difungsikan sebagai tempat peristirahatan raja dan keluarganya hingga pada masa pemerintahan Sri Sultan HB IX.Pada tahun 1948, Sri Sultan HB IX berkenan meminjamkan kompleks bangunan tersebut beserta Wisma Kaliurang untuk digunakan sebagai tempat perundingan Komisi Tiga Negara (KTN). Perundingan Komisi Tiga Negara (KTN) diawali dengan adanya Agresi Militer Belanda I pada tanggal 21 Juli 1947. Penyerangan dilakukan oleh pihak Belanda dengan dalih membentuk pemerintahan federal sementara yang akan berkuasa di seluruh Indonesia sampai RIS terbentuk dan membentuk gendarmerie (pasukan keamanan) bersama yang juga akan masuk ke daerah RI. Reaksi pihak dari Indonesia dalam menyikapi peristiwa ini adalah dengan menerapkan sistem pertahanan linier, yaitu mengadakan gerakan defensif (bertahan) secara total. Sementara, dunia Internasional juga mengecam tindakan agresi Belanda tersebut dengan membentuk Komisi Tiga Negara yang diwakili delegasinya oleh Dr. Frank Graham (pihak Amerika Serikat), Richard Kirby (pihak Australia), dan Paul van Zeeland (pihak Belgia).Pembentukan Komisi Tiga Negara (KTN) oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK-PBB) pada tanggal 26 Agustus 1947 didahului oleh pembicaraan-pembicaraan tentang sengketa antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Pemerintah Belanda. Masuknya masalah sengketa Indonesia-Belanda ke dalam agenda pembicaraan DK-PBB menjadi perdebatan yang menegangkan antara anggota DK-PBB.Australia dan India menyokong dan memperjuangkan masuknya masalah sengketa Indonesia-Belanda dengan berpegang kepada rasa kesetiakawanan di antara bangsa-bangsa berdasarkan persamaan hak dan nasib menentukan diri sendiri, mendapatkan kesempatan di dalam memecahkan persoalan internasional dan menjadikan PBB sebagai pusat bagi keselarasan di antara bangsa-bangsa di dunia.Di samping itu, terdapat beberapa pasal yang diperhatikan dalam 14 point dari Wilson dan AtlanticCharter yang meningkatkan DK-PBB akan hak memerintah dan mencari bentuk pemerintahan sendiri serta larangan menggunakan kekerasan oleh satu negara terhadap negara lain. Pada 13 Januari 1948 terjadi Perundingan Khusus Komisi Tiga Negara. KTN merupakan sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB yang bakal menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda. Komite ini dikenal sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Jasa Baik Untuk Indonesia) atau disebut Komisi Tiga Negara (KTN) karena beranggotakan tiga negara, yaitu Belgia yang dipilih untuk mewakili Belanda, Australia yang dipilih untuk mewakili Indonesia, dan Amerika Serikat yang dipilih sebagai pihak yang netral. Delegasi Belgia diwakili oleh Paul Van Zeeland, delegasi Australia diwakili oleh Richard Kirby, dan delegasi Amerika Serikat yang diwakili Dr Frank Graham. Sementara itu, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh Hatta, PM Syahrir dan Jendral Soedirman hadir di perundingan tersebut sebagai pengamat. Perundingan KTN melahirkan Notulen Kaliurang. Isi Notulen Kaliurang yaitu penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi, PBB menjadi penengah konflik antara Indonesia dengan Belanda, dan pemasangan patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Keraton Yogyakarta |
Nama Pengelola | : | Keraton Yogyakarta |