Kaliurang merupakan suatu wilayah yang masuk dalam kelurahan Pakem, salah satu tanah apanage di Kasultanan Yogyakarta. Keterangan tersebut berdasarkan laporan Residen Yogyakarta (Gegevens Over Djokjakarta 1925) yang ditulis oleh L.F. Dingemans. Tanah apanage di kelurahan Pakem dikuasai oleh Pangeran Puger pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Pada tahun 1830-an berkembang perkebunan di daerah vorstenlanden. Perkebunan memerlukan lahan luas dan subur, berupa tanah apanage. Untuk perluasaan perkebunan, terjadi perubahan dalam penggunaan tanah apanage dimana tanah tersebut disewa oleh perusahaan perkebunan dari para pemegang hak tanah (apanagehouder). Penggunaan tanah apanage sebagai perkebunan juga terjadi di wilayah Pakem, yaitu berupa perkebunan Nila (indigo) yang diusahakan oleh Pangeran Adipati Mangkubumi yang saat itu menjadi apanage Pakem sekitar tahun 1880. Pada tahun 1912/1913 keluar peraturan yang menghapus status tanah apanage di luar Yogyakarta. Tuan Versteeg merupakan yang tercatat terakhir sebagai pengelola tanah apanage Pakem. Setelah tidak terpakai sebagai perkebunan, oleh Boschwezen Dienst (Dinas Perhutanan), lahan terbengkalai tersebut direboisasi dan disahkan sebagai hutan lindung untuk penyangga kawasan di bawahnya.
Kaliurang adalah salah satu station hill yang dibuat oleh Belanda. Station hill adalah suatu tempat di perbukitan yang dibangun untuk tujuan peristirahatan dan wisata. Konsep station hill selain di Indonesia juga terdapat di tempat lain seperti Shimla di India dan Da Lat di Vietnam. Station hill di Asia, termasuk Indonesia, dibuat oleh orang-orang Eropa karena orang Eropa tidak terbiasa tinggal di daerah tropis yang panas dan lembab. Oleh karena itu, mereka mendirikan station hill di pegunungan yang memiliki hawa yang kurang lebih sama dengan hawa di Eropa. Di Indonesia, kurang lebih ada 23 station hill yang dibuka pada masa kolonial termasuk Kaliurang. Mengingat letaknya yang berada di dekat Gunung Merapi yang masih aktif, maka peneliti dari Vulkanologische Afdeeling van den Opsporingsdienst (Jawatan Penyelidikan bagian Vulkanologi) pada tahun 1932 ditugaskan untuk menyelidiki dampak letusan Merapi terhadap Kaliurang. Hasil penyelidikan menunjukan bahwa Kaliurang relatif aman dari terjangan letusan.
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Fungsi Bangunan | : | Pemukiman |
Fungsi Situs | : | Pemukiman |
Fungsi | : | Pemukiman |
Landform | : | Vulkanik,Dataran Tinggi |
Karakteristik Lahan | : | Pegunungan dan perbukitan |
Tema Kawasan | : | Kolonial |
Objek Yang Termasuk | : | Lokasi Wisma Kaliurang, Lokasi Hostel Vogels, Lokasi Wisma Merapi Indah I, Lokasi Pesanggrahan Negksiganda, Lokasi Pesanggrahan Hargopeni, Lokasi Wisma Gadjah Mada. |
Tokoh | : | Ir. Soekarno, Moh. Hatta, dan para tokoh yang terlibat KTN |
Peristiwa Sejarah | : | Kaliurang merupakan suatu wilayah yang masuk dalam kelurahan Pakem, salah satu tanah apanage di Kasultanan Yogyakarta. Keterangan tersebut berdasarkan laporan Residen Yogyakarta (Gegevens Over Djokjakarta 1925) yang ditulis oleh L.F. Dingemans. Tanah apanage di kelurahan Pakem dikuasai oleh Pangeran Puger pada masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwono II. Pada tahun 1830-an berkembang perkebunan di daerah vorstenlanden. Perkebunan memerlukan lahan luas dan subur, berupa tanah apanage. Untuk perluasaan perkebunan, terjadi perubahan dalam penggunaan tanah apanage dimana tanah tersebut disewa oleh perusahaan perkebunan dari para pemegang hak tanah (apanagehouder). Penggunaan tanah apanage sebagai perkebunan juga terjadi di wilayah Pakem, yaitu berupa perkebunan Nila (indigo) yang diusahakan oleh Pangeran Adipati Mangkubumi yang saat itu menjadi apanage Pakem sekitar tahun 1880. Pada tahun 1912/1913 keluar peraturan yang menghapus status tanah apanage di luar Yogyakarta. Tuan Versteeg merupakan yang tercatat terakhir sebagai pengelola tanah apanage Pakem. Setelah tidak terpakai sebagai perkebunan, oleh Boschwezen Dienst (Dinas Perhutanan), lahan terbengkalai tersebut direboisasi dan disahkan sebagai hutan lindung untuk penyangga kawasan di bawahnya. Pada awal abad ke-20 pemerintah Hindia Belanda mulai gencar meningkatkan promosi wisata ke daerah jajahannya. Hal tersebut ditandai dengan pendirian lembaga pengelolaan pariwisata bernama Vereneeging voor Toeristen-Verkeer (VTV) pada tahun 1908. Salah satu wilayah yang dipromosikan sebagai tujuan wisata adalah Yogyakarta dengan dua jenis wisata yaitu, budaya dan alam. Wisata budaya di antaranya adalah Kraton Yogyakarta, Candi Prambanan, Kotagede, kerajinan batik dan perak, sementara wisata alam berupa wisata pantai dan pegunungan. Wisata pantai antara lain Pantai Parangtritis, Samas dan Baron, sementara wisata pegunungan adalah kawasan peristirahatan Kaliurang. Kaliurang yang berada di ketinggian 880 mdpl memiliki hawa yang cukup sejuk dan sudah lama orang terkesan dengan keindahan alamnya. Penggunaan wilayah Kaliurang sebagai kawasan peristirahatan diawali pada tahun 1885 masa pemerintahan Sultan Hamengku Buwana VII, saat itu Pangeran Adipati Mangkubumi selaku penguasa apanage Pakem membangun sebuah tempat peristirahatan (pesanggrahan). Pada tahun 1919 Kaliurang ditetapkan sebagai kawasan hunian berdasarkan keputusan Residen Yogyakarta No. 927/ 42 tanggal 22 Januari 1919. Selanjutnya pada masa pemerintahan Residen Jonquiere, adanya kebijakan bahwa wilayah sebelah utara dan barat jalan Pakem-Kaliurang adalah wilayah Kesultanan yang bebas (vrijdomein). Pemerintah kolonial mengambil alih pengaplingan daerah Kaliurang dan memperoleh izin untuk melakukan pembangunan. Setelah adanya peningkatan kualitas jalan dan keberadaan pesanggrahan sultan, banyak pihak mulai mendirikan tempat peristirahatan dan terjadi peningkatan jumlah wisatawan. Kondisi tersebut terlihat dari pembangunan bungalo yang pada tahun 1925 hanya terdapat dua belas bungalo, satu tahun kemudian bertambah dua bungalo yang di antaranya milik Kesultanan Yogyakarta.Orang-orang Belanda merintis pembangunan rumah-rumah peristirahatan di Kaliurang tahun 1930an dengan membangun 30 bungalow pribadi. Selain bungalow, mereka juga membangun jaringan jalan semi permanen yang bisa dilewati berbagai kendaraan ke tempat-tempat menarik di kompleks Kaliurang. Setelah kemerdekaan, bungalow dan rumah-rumah peristirahatan yang ditinggal oleh pemilik sebelumnya diambil alih oleh orang-orang pribumi. Bungalow-bungalow di Kaliurang dimiliki oleh para pejabat perkebunan di wilayah Yogyakarta khususnya pejabat perkebunan kopi dan tebu. Kaliurang adalah salah satu station hill yang dibuat oleh Belanda. Station hill adalah suatu tempat di perbukitan yang dibangun untuk tujuan peristirahatan dan wisata. Konsep station hill selain di Indonesia juga terdapat di tempat lain seperti Shimla di India dan Da Lat di Vietnam. Station hill di Asia, termasuk Indonesia, dibuat oleh orang-orang Eropa karena orang Eropa tidak terbiasa tinggal di daerah tropis yang panas dan lembab. Oleh karena itu, mereka mendirikan station hill di pegunungan yang memiliki hawa yang kurang lebih sama dengan hawa di Eropa. Di Indonesia, kurang lebih ada 23 station hill yang dibuka pada masa kolonial termasuk Kaliurang. Mengingat letaknya yang berada di dekat Gunung Merapi yang masih aktif, maka peneliti dari Vulkanologische Afdeeling van den Opsporingsdienst (Jawatan Penyelidikan bagian Vulkanologi) pada tahun 1932 ditugaskan untuk menyelidiki dampak letusan Merapi terhadap Kaliurang. Hasil penyelidikan menunjukan bahwa Kaliurang relatif aman dari terjangan letusan. Pada 13 Januari 1948 terjadi Perundingan Khusus Komisi Tiga Negara. KTN merupakan sebuah komite yang dibentuk oleh Dewan Keamanan PBB yang bakal menjadi penengah konflik antara Indonesia serta Belanda. Komite ini dikenal sebagai Committee of Good Offices for Indonesia (Komisi Jasa Baik Untuk Indonesia) atau disebut Komisi Tiga Negara (KTN) karena beranggotakan tiga negara, yaitu Belgia yang dipilih untuk mewakili Belanda, Australia yang dipilih untuk mewakili Indonesia, dan Amerika Serikat yang dipilih sebagai pihak yang netral. Delegasi Belgia diwakili oleh Paul Van Zeeland, delegasi Australia diwakili oleh Richard Kirby, dan delegasi Amerika Serikat yang diwakili Dr Frank Graham. Sementara itu, Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh Hatta, PM Syahrir dan Jendral Soedirman hadir di perundingan tersebut sebagai pengamat. Perundingan KTN melahirkan Notulen Kaliurang. Isi Notulen Kaliurang yaitu penghentian tembak menembak sesuai dengan resolusi, PBB menjadi penengah konflik antara Indonesia dengan Belanda, dan pemasangan patok-patok wilayah status quo yang dibantu oleh TNI. |
Nama Pemilik Terakhir | : | Kasultanan Yoyakarta, Pura Pakualaman, Pemda DIY, Pemkot Yogyakarta, |
Nama Pengelola | : | Kasultanan Yoyakarta, Pura Pakualaman, Pemda DIY, Pemkot Yogyakarta, |