Loading

Makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo

Status : Struktur Cagar Budaya

Deskripsi Singkat

Makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo terletak di ruang semi terbuka dengan dinding di sisi utara di dalam kompleks pemakaman keluarga. Kompleks pemakaman keluarga tersebut berada di tengah-tengah pemakaman umum. Makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo bersebelahan dengan makam istrinya. Kedua makam tersebut dikeiilingi pagar besi berwarna hijau.
Pada awalnya, makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo hanya berupa gundukan tanah dengan papan kayu dan terbuka.
Pihak keluarga ingin makam diperbaiki, sehingga setelah Dokter Wahidin Soedirohoesodo ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada tahun 1973, Departemen Sosiai memperbaiki makam tersebut. Pemugaran juga dilakukan pada tahun 1999.
Saat ini struktur makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo terdiri atas nisan dan jirat yang terbuat dari batu marmer dan bagian bawah keramik warna putih. Struktur makam tersebut berukuran panjang 2,09 m, lebar 0.93 m dan tinggi 1 m, Terdapat inskripsi dengan aksara Jawa baru dan beberapa menggunakan aksara Murda di sisi barat, timur dan selatan badan makam. Inskripsi di sisi selatan bertuliskan "Mas Ngabehi Dhokter Wahidin Sudirahusada", sementara di sisi timur bertuliskan "Dumugining jangji, jumungah legi, 23, rejeb, Je, 1846, utawi 26 Mei 1916, ingkang yasa pakempalan Budi Utama," dan inskripsi di sisi barat bertuliskan Dinten Rebo Kliwon, 13 Mulud Je, 1779 utawi 7 Januwari 1852."

Status : Struktur Cagar Budaya
Periodesasi : Kolonial (Belanda/Cina)
Tahun : 1917
Alamat : Mlati Dukuh, Sendangadi, Mlati, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Koordinat:
7.7404672642071° S, 110.36224701424° E

SK Walikota/Bupati : SK Bupati Sleman No 79.6/Kep.KDH/A/2021


Lokasi Makam Dokter Wahidin Soedirohoesodo di Peta

Dimensi Benda : Panjang
Lebar
Tinggi
Tebal
Diameter
Berat
Ciri Fisik Benda
Ciri Fisik Benda
Fungsi Benda
Dimensi Struktur
Gambaran Umum Bentuk Bangunan
Tokoh : Dokter Wahidin Soedirohoesodo lahir di Mlati, Kabupaten Sleman pada tanggal 7 Januari 1852. Pada Usia tujuh tahun Wahidin mengenyam pendidikan di Sekolah Ongko Loro dan kemudian melanjutkan ke Lagere School, Sekolah Rakyat Berbahasa Belanda di Yogyakarta. Sekolah tersebut merupakan sekolah bagi anak-anak Belanda atau bangsa Eropa lainnya serta anak-anak pribumi keturunan bangsawan/priyayi.Jenjang pendidikan berikutnya, Wahidin meIanjutkan ke Tweede Europese School (Batavia) yang merupakan Sekolah Rakyat Eropa Kedua. Lulus dengan nilai memuaskan, Wahidin mendapat saran dari para guru dan pamannya untuk melanjutkan pendidikan yang Iebih tinggi, sehingga kemudian la menuntut ilmu di Sekolah Dokter Jawa selama tiga tahun. Sekolah tersebut pada tahun 1902 beruhah nama menjadi STOVIA (School tot Opleiding vor Indiandsche Arisen).Setelah menyelesaikan pendidikannya, Wahidin diangkat menjadi Asistent Leerar (Asisten Dosen) karena nilainya yang baik. Sejak saat itu Wahidin dikenal dengan Dokter Mas Ngabehi Soedirohoesodo. Pada tahun 1890-an majalah Retno Dumilah diterbitkan oleh Dokter Wahidin. Majalah terscbut terbit dalam dua bahasa yaitu Bahasa Jawa dan Bahasa Melayu (Indonesia) dan terbit dua kali dalam seminggu. Dokter Wahidin berperan sebagai pemimpin redaksi dan penulis yang cukup aktif.Minat yang tinggi terhadap majalah tersebut sampai ke Eropa hingga pada Januari 1896 majalah Retno Dumilah mempunyai agen di Elsbach St Quentin, Paris. Majalah lain yang juga diterbitkan oleh Dokter Wahidin adalah Guru Kalurahan. Majalah tersebut bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat di Kalurahan tentang kesehatan, pertanian dan lain sebagainya.Dokter Wahidin melakukan pengadaan dana beasiswa (studiefonds) yang berasal dari dana pribadi, baru kemudian diambil dari potongan gaji pegawai negeri. Dalam pelaksanaannya kemudian tidak semua berjalan lancar. Hanya di Jakarta studiefonds dapat berjalan dengan baik karena bantuan dari mahasiswa-mahasiswa di STOVIA seperti Soetomo dan Gunawan. Pada tanggal 25 Oktobcr 1913 Studiefonds berubah bentuk menjadi "Darma Wara" yang khusus menyediakan bantuan pelajaran saja.Gagasan-gagasan dari Dokter Wahidin membangkitkan dan mendorong semangat nasionalisme di kalangan mahasiswa STOVIA hingga terbentuklah organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908 dengan diketuai oleh Soetomo.Dokter Wahidin diangkat sebagai pemimpin pada Kongres Nasional Budi Utomo yang pertama di Yogyakarta pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Dokter Wahidin selain berperan besar di bidang pendidikan, juga mengambil peran di bidang sosial dengan rela tidak dibayar jika pasien tidak punya uang. Di bidang perekonomian, Ia menyampaikan nasehat melalui tulisan tulisannya dalam majalah Guru Kalurahan, selain itu juga pada tahun 1895 Dokter Wahidin pemah berupaya mendirikan pabrik sabun secara kecil-kecilan untuk memperkenalkan hidup mandiri dan ekonomis. Meski kemudian pabrik tersebut tidak bertahan lama. Di bidang kebudayaan, Dokter Wahidin sangat menjunjung tinggi budaya Jawa. Hal tersebut tercermin dalam cara berpakaian yang tetap mengenakan busana khas Yogyakarta, penguasaan di bidang seni dan budaya Jawa, serta menguasai musik gamelan dan merupakan seorang dalang.Dokter Wahidin tetap aktif mengambil peran untuk kepentingan bangsa dan negara hingga menjelang akhir hayatnya. Dia menjadi "dokter pura", dokter Sri Paku Alam dan menjadi pembina Budi Utomo. Dokter Wahidin wafat pada tanggal 26 Mei 1917 dan dimakamkan di Padukuhan Mlati Dukuh, Kalurahan Sendangadi, Kapanewon Mlati, Kabupaten Sieman.
Pemilik
Nama Pemilik Terakhir : Kalurahan Sendangadi
Pengelolaan
Nama Pengelola : Dinas Sosial DIY