Gedung Pusat atau Gedung Rektorat Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan bangunan modern pertama yang berdiri di Indonesia pada masanya. Gedung ini juga sering disebut Balairung UGM. Saat ini, Gedung Pusat UGM berfungsi sebagai kantor pusat akademik, administrasi, serta pengelola UGM. Pembangunan Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada (UGM) merupakan cikal-bakal berdirinya kompleks Universitas Gadjah Mada di daerah Bulaksumur dan menjadi titik tolak sejarah kebangkitan pendidikan di Indonesia pasca Agresi Militer Belanda ke-2 pada 19 Desember 1948. Nama awal saat bangunan ini dirancang dan didirikan adalah Kantor Pusat Tata Usaha Universitas Gadjah Mada (KPTU UGM). Pada perkembangannya, bangunan ini lebih dikenal dengan nama Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada karena merupakan bangunan utama dalam zona pusat Universitas Gadjah Mada. Zona ini meliputi: (1) Arboretum, (2) Gedung Pusat, (3) Gedung Perpustakaan, (4) Gedung Grha Sabha Permana, dan (5) Lapangan Pancasila. Saat ini, Gedung Pusat digunakan sebagai kantor akademik, administrasi, dan pengelola universitas.
Bangunan Gedung Pusat UGM dirancang oleh Insinyur Praktik Soetardjo dan Hadinegoro pada tahun 1951. Konsep bangunan ini dipengaruhi oleh percampuran gaya arsitektur Indis dan Jawa yang dapat dilihat dari struktur bangunan yang berbentuk persegi panjang, memiliki pilar-pilar berukuran besar, dan atap yang berbentuk limasan seperti arsitektur rumah Jawa. Selain itu, orientasi Gedung Pusat didesain mengikuti konsep sumbu filosofis Yogyakarta (utara – selatan) dan filosofi Tri Hita Karana (parahyangan di utara, pawongan di tengah, dan palemahan di selatan). Konsep ini terwujud dalam desain pintu depan yang menghadap Gunung Merapi (utara) dan pintu belakang yang searah dengan laut selatan (selatan). Mengingat keberadaan Gedung Pusat yang terletak di sisi utara Kota Yogyakarta dan agar tidak terkesan membelakangi Kraton Yogyakarta, jalan utama menuju Gedung Pusat dibangun di sisi selatan bangunan yang kemudian dikenal sebagai boulevard UGM.
Pendirian gedung ini dilandasi oleh konsep filosofis Jawa yang menjadi dasar rancang bangun Gedung Pusat UGM dengan keberadaan tujuh pohon cemara ditanam berjajar di halaman selatan. Ketujuh pohon cemara ini melambangkan tujuh Rsi (mitologi “Saptaresi” dalam ajaran Hindu) yang memberikan pencerahan dan bimbingan pada para mahasiswa yang disamakan dengan kaum Ksatria. Perlambangan ini mirip dengan filosofi Universitas Magistrorum et Scholarium, yaitu universitas sebagai tempat berkumpulnya ilmuwan dan siswa untuk bertukar pikiran untuk mencerahkan dan meluaskan pemikiran mereka.
Gedung Pusat UGM terdiri atas empat unit bangunan, yaitu: (1) bangunan utara dan (2) bangunan selatan yang memiliki kemiripan bentuk dan denah yang masing-masing terdiri atas tiga lantai, serta (3) bangunan timur dan (4) bangunan barat yang memiliki kesamaan bentuk dan denah yang masing-masing terdiri atas dua lantai. Bagian tengah bangunan merupakan area terbuka yang difungsikan sebagai taman dan dapat diakses melalui koridor terbuka di lantai 1 pada sisi barat dan timur bangunan.
Pada tepi kiri dan kanan dinding luar unit bangunan utara dan bangunan selatan terdapat lubang angin berupa roster semen yang memanjang setinggi bangunan. Bagian ini berfungsi untuk memberikan cahaya dan sirkulasi udara pada ruang tangga yang berada di setiap ujung bangunan utara dan selatan. Bukaan lubang angin ini dilengkapi dengan ornamen bergaya Jaya kuna berbentuk figur kala dan makara yang merupakan simbol penolak bala.
‘Kaki’ bangunan utara dan bangunan selatan merupakan struktur fondasi yang ditinggikan sekitar 1,5 m dari permukaan tanah. Dinding struktur fondasi tersebut dilapisi kerikil yang ditempelkan pada permukaan sehingga tampak sepeti dinding. Lantai dasar dicapai melalui tangga yang terbuat dari pasangan bata yang dilapisi tegel semen. Penutup lantai menggunakan tegel semen tipe kepala basah merek “Kunci” ukuran 20cm x 20cm warna abu-abu polos dikombinasi dengan warna hitam polos. Pola pemasangan tegel di lantai 1 dan 2 dilakukan sejajar dengan as bangunan, sementara di lantai 3 pola pemasangannya dilakukan secara diagonal. Khusus di ruang Balai Senat penutup lantai menggunakan kayu jati dan ruang Balairung menggunakan memakai berukuran 40 cm x 40 cm.
Area terbuka di bagian tengah Gedung Pusat merupakan taman dan dua bangunan bawah tanah. Bangunan pertama berupa ground reservoir atau pusat pengendali air yang berada persis di bagian tengah di antara taman. Pada perkembangan berikutnya ditambah bangunan bawah tanah yang lain berupa ruang sentral AC yang berada di sebelah timur ruang kerja pusat pengendali air.
1. Bangunan utara
Bangunan ini merupakan fasad dari keseluruhan Gedung Pusat Universitas Gadjah Mada. Bangunan terdiri atas tiga lantai dengan lantai 1 atau lantai dasar dibagi menjadi beberapa ruangan. Segmen tengah digunakan sebagai balairung dan dua segmen di bagian samping balairung memanjang barat-timur digunakan untuk ruang-ruang kantor.
Atas berbentuk limasan yang mengapit atas tajuk yang hanya terdapat pada bagian tengah. Pada puncak atap terdapat penangkal petir berbahan besi yang keberadaannya menyiratkan simbol mustoko/hiasan puncak atap tajuk. Kerangka atap berupa kuda-kuda dari kayu jati. Bagian tepi atap dipasang talang keliling yang dihubungkan kepada pipa pada pilar bangunan untuk disalurkan langsung ke instalasi saluran air hujan di lingkungan gedung.
Bangunan utara Gedung Pusat UGM dibagi menjadi 3 (tiga) ruangan, yaitu Balairung dan dua ruang kantor yang mengapit Balairung. Pada bagian tengah muka bangunan sisi utara, terdapat akses masuk menuju Balairung berupa tujuh lengkungan yang menyangga delapan kolom beton silinder di atasnya. Balairung adalah aula terbuka yang memiliki 18 (delapan belas) kolom silinder setinggi 4,2 m. Masing-masing kolom dilapisi dengan bahan teraso dan dilengkapi dengan kepala kolom (capital) berbentuk seperti cendawan.
Balairung pada awalnya digunakan sebagai aula sekaligus tempat upacara wisuda mahasiswa sebelum dipindah ke Gedung Purna Kebudayaan dan Gedung Grha Sabha Pramana. Selain itu, Balairung saat ini juga digunakan sebagai tempat disemayamkannya jenazah guru besar Universitas Gadjah Mada sebelum dimakamkan. Tepat di bagian lantai atas ruang Balairung, terdapat ruang Balai Senat. Akses antara Balairung ke Balai Senat dicapai melalui tangga utama di bagian tengah sisi selatan ruang Balairung. Plafon Balai Senat dibuat melengkung dan pada sisi tepi kiri-kanan terdapat drop ceiling sebagai ruang untuk memasang lampu. Bahan plafon terbuat dari teak block.
Ruang kantor di sisi barat dan timur Balairung memiliki fasad berupa deretan pintu dan jendela berbentuk persegi panjang. Daun pintu dan jendela berupa panil kaca dengan bingkai kayu. Akses masuk dari arah depan (sisi utara) melalui sembilan anak tangga dari batu andesit hitam yang menuju bukaan berupa tujuh lengkung.
Masing-masing ruangan kantor dibatasi dengan partisi rangka kayu jati. Setiap ruangan dapat diakses melalui langkan (selasar) yang terdapat di semua lantai pada sisi depan dan belakang bangunan utara dan bangunan selatan. Selasar di ketiga lantai ini membentuk teras tepi luar, berfungsi sebagai koridor dan ruang luar transisi sekaligus sebagai tritisan. Setiap ruangan di bangunan utara dan selatan dilengkapi dengan pintu ganda kombinasi panel kaca dan kayu dengan jendela atas (bovenlicht) di atas ambang kusen pintu. Terdapat sembilan pintu di segmen kanan dan kiri bangunan dan total pintu untuk masing-masing bangunan utara dan bangunan selatan berjumlah 108. Selain ruangan kantor, terdapat kamar mandi/toilet di setiap ujung bangunan, berdampingan dengan akses tangga antar lantai.
2.Bangunan Selatan
Bangunan selatan memiliki kemiripan bentuk dan ukuran dengan bangunan utara, yaitu berdenah persegi panjang berukuran 124,6 m x 14,4 m. Akan tetapi, berbeda dengan bangunan utara, orientasi bangunan ini menghadap ke arah selatan dan dilengkapi dengan atap berbentuk limasan. Bangunan ini terdiri atas tiga segmen yang seluruhnya difungsikan sebagai kantor dan masing-masing segmen dibatasi oleh tangga. Akses masuk menuju lantai dasar berupa dua tangga berada di sisi kiri dan kanan segmen tengah bangunan yang masing-masing memiliki kanopi plat beton menonjol ke luar. Di atas kedua kanopi tangga tersebut, terdapat bidang dinding vertikal dengan komposisi jendela kaca bentuk segi empat memanjang ke atas yang memperlihatkan kesan bentuk menyerupai dua menara. Fasad ini mengesankan pengaruh bentuk eksterior bangunan gaya arsitektur Indis.
Pada bangunan selatan ini terlihat bekas penggunaan bekisting anyaman bambu dalam teknik pengecoran pelat beton lantai 2 dan 3. Bagian tersebut saat ini tertutup asbes sebagai penutup instalasi listrik dan unit alat pendingin ruangan (air conditioner) yang terpasang di langit-langit. Selain bentuk atap, bentuk dan posisi tangga, serta denah ruang segmen bagian tengah, bangunan ini memiliki kesamaan dengan bangunan utara baik dalam tata ruang, komponen bukaan, maupun penutup lantainya.
3.Bangunan barat dan bangunan timur
Bangunan ini berfungsi penghubung antara unit bangunan sisi utara dan selatan tepat di bagian tepi (ujung sisi timur dan barat). Kedua bangunan ini melintang ke arah utara–selatan serta memiliki denah persegi panjang berukuran 45 m x 11 m dan terdiri atas dua lantai. Posisi atap dan lantai lebih rendah daripada bangunan utara dan bangunan selatan. Masing-masing bangunan menghadap ke bangunan selatan dan pada sisi bangunan yang menghadap ke halaman dalam dilengkapi dengan deretan jendela dan koridor.
Kedua bangunan memiliki desain menyerupai rumah panggung. Bagian bawah/kaki berupa ruang terbuka tanpa dinding yang masing-masing terdapat 44 kolom beton yang menopang perkantoran dua lantai di atasnya.
Elevasi lantai bangunan barat dan bangunan timur lebih rendah dari lantai bangunan utara dan bangunan selatan. Hal ini menunjukkan hierarki fungsi bahwa kedua bangunan samping ditujukan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang ada di bangunan utama. Bagian bawah bangunan timur dan bangunan barat difungsikan sebagai tempat parkir kendaraan dosen dan karyawan serta parkir sepeda kampus.
Secara umum, rancang bangun Gedung Pusat UGM dan lingkungannya dimaksudkan untuk menampilkan filosofi pendidikan Jawa yang bertujuan untuk memuliakan martabat manusia, dan mampu menjadi inspirasi karya arsitektur kampus-kampus berikutnya di wilayah Yogyakarta.