Rumah Bapak Martopawiro dahulunya pernah digunakan sebagai markas peleton 1-1 1 saat perang gerilya melawan agresi Belanda ke 11 tahun 1948- 1949. Rumah Bapak Martopawiro saat ini digunakan oleh keturunan Bapak Martopawiro yaitu Bapak Wahyu Srihartadi. Rumah tersebut terdiri dari tiga bangunan. Dua bangunan lama dan satu bangunan baru. Bangunan lama terdiri atas dua bangunan yaitu bangunan utama dan bangunan samping. Bangunan utama terdiri dari pendopo dan dalem masing-masing beratap limasan dengan longkangan di antara kedua bagian bangunan tersebut. Bangunan samping berdenah U dengan atap limasan mengelilingi ruang terbuka.
Bangunan utama menghadap ke arah barat. Pendopo digunakan untuk ruang tamu, sedangkan di bagian dalem terdapat tiga senthong yang digunakan untuk kamar tidur. Pada dinding ruang tamu dipajang beragam Pigura foto yang berkaitan dengan perang gerilya melawan Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949. Bangunan samping digunakan sebagai kamar tidur dan terdapat kamar mandi.
Bangunan pendopo dan dalem menggunakan konstruksi kayu dengan delapan soko. Material penutup atap berupa genteng kodok. Terdapat ornamen hiasan pada bagian ujung bubungan. Dinding terbuat dari bata. Lantai pendopo dan longkangan menggunakan tegel abu-abu ukuran 20 cm x 20 cm sedangkan daiem dan bangunan samping menggunakan keramik putih. Pintu yang digunakan merupakan pintu ganda panil kayu. Pendopo menggunakan jendela panil kaca pada sisi depan dan belakang serta jendela panil kayu dan krepyak pada sisi kiri dan kanan. Sisi depan dalem menggunakan jendela panil kaca. Jendela lainnya menggunakan model panil kayu dan krepyak
Dimensi Benda | : |
Panjang Lebar Tinggi Tebal Diameter Berat |
Komponen Pelengkap | : |
|
Peristiwa Sejarah | : | Sejarah Rumah Bapak Martoprawiro dahulu digunakan sebagai markas peleton H 1 yang terdiri dari pemimpin yaitu V.C. Sujanadi dan anggotanya. Selain menggunakan Rumah Bapak Martopawiro, peIeton H 1 pimpinan V.C. Sujanadi juga menggunakan rumah Pak Atmodiprojo yang merupakan carik kelurahan Selomartani di desa Ngasem sebagai markas. Pada tahun 1948-1949 daerah Selomartani, merupakan daerah pertempuran gerilyawan Akaderni Militer (MA) Yogyakarta yang tergabung dalam Sub Wehrkreise 104/ Wehrkreise pasukan Belanda. Aktivitas gerilya yang dilakukan antara lain melakukan pengadangan konvoi militer Belanda, melakukan sabotase, merusak jalur perhubungan Iawan berupa jembatan dan jalan-jalan, dan melakukan serangan terhadap Pos tentara Belanda yang terpencil letaknya. Penghadangan dilakukan di jalan raya Yogya-Kaliurang, sekitar Pakem, Jalan Yogya-Solo, dan sekitar Kalasan dan Prambanan. Usaha pertama meledakkan jembatan Kali Opak di Bogem, Prambanan terjadi pada tanggal 15 Januari 1949.Pada tanggal 22 Februari 1949 terjadi pertempuran antara gerilya MA dengan patroli Belanda di sebelah utara desa Sambiroto. Pertempuran tersebut menyebabkan gugurnya Vaandrig Cadet Jalil. Selain itu, buku harian yang senantiasa dibawa oleh Jalil tidak ditemukan pada jenazahnya. Dalam buku tersebut disebutkan bahwa kedudukan markas SWK ada di Kringinan.Pada tanggal 23 Februari 1949 di Ngrangsan dilaksanakan rapat pimpinan SWK 104 yang memutuskan bahwa basis akan dipindah lebih ke utara lagi untuk menghindari pembersihan Belanda. Sembari pindah, mereka akan melakukan serangan terhadap pos penjagaan Belanda di Bogem. Selain itu kepada para taruna telah diperintahkan agar mereka kemudian langsung mencari basis baru di utara setelah pelaksanaan serangan tersebut. Serangan berakhir pada jam 04.00 dini hari tanggal 24 Februari 1949. Sesuai instruksi para taruna tidak pulang bersarria-sama. Masing-masing peleton atau kelompok menempuh rute terpisah dalam menuju basisnya masing-masing. Hanya saja perintah untuk segera mencari basis baru demi keamanan umumnya tidak dilaksanakan oleh para taruna. Beberapa hal yang menjadi alasan adalah rasa lelah, mengantuk, barang yang masih tertinggal serta sudah merasa betah di basis yang lama sehingga enggan untuk pindah.Gerakan pembersihan Belanda pada pagi tanggal 24 Februari 1949 menjadikan desa Kringinan sebagal sasaran utama nya sebelurn bergerak ke Plataran. Dua hari sebelum penyerangan, markas tersebut telah kosong dan desa sunyi ditinggalkan oleh penduduknya. Serdadu Belanda kemudian membakar rumah Pak Sosial Hadisumitro yang rumahnya telah lama digunakan sebagai markas MA. Setelah dari Kringinan pasukan Belanda bergerak ke desa Gatak dan Tunjungan, dengan tujuan utama adalah Plataran. Keadaan desa Gatak dan Tunjungan sama seperti di Kringinan, yaitu penduduk dan gerilyawan MA telah pergi semua. Belanda pun membakar rurnah Pak Siswodihardjo di desa Gatak II, yang rumahnya dijadikan markas KODM (Kornando Onder Distrik Militer) dan lumbung padi gerilya.Sejak pasukan infanteri Belanda bergerak di Kringinan, pesawat terbang pengintai Belanda yang biasa disebut para gerilyawan sebagai "Capung" mencari tempat persembunyian geritya MA dengan terbang rendah. Penerbang pesawat Belanda sepertinya melihat adanya pasukan gerilya di Plataran sehingga terbang berputar di atas Plataran dan mernberi suatu tanda asap. Tentara Belanda melalui desa Gatak mengarahkan tembakannya ke Plataran yang berjarak beberapa ratus meter. Kehadiran tentara Belanda di Gatak merupakan suatu hal yang tidak diduga oleh Pasukan MA di Plataran. Pada saat itu tidak ada dalam rencana Pasukan MA untuk berada di Plataran, bahkan mereka berasal dari berbagai kelompok pasukan yang terpisah-pisah dan tidak utuh. Peleton Z yang sedang dalam perjalanan pulang ke basisnya di Kaliwaru awalnya mengira tembakan berasal dari barat, Yaitu dari desa Kaliwaru. Sehingga Peleton Z Memutuskan berhenti dahulu di Plataran sembari istirahat dan melihat perkembangan situasi lebih lanjut. Di Plataran juga bersama 10 anggota pekton H 2, satu regu pasukan AURI dan beberapa orang Perwira Remaja Alumni MA.Pertempuran kemudian terjadi di Plataran dan menyebabkan 8 orang gugur. Delapan orang yang gugur tersebut adalah dua orang Perwira Remaja MA, lima orang kadet dan seorang anggota Tentara Pelajar. Berdasarkan sumber tertulis yang ada, jumlah dan nama korban pertempuran di Plataran adalah1. Letnan Dua R.M. Utoyo Notodirjo2. Letnan Dua Sukoco A.3. Vaandrig Cadet Husein4. Vaandrig Cadet Sarsanto5. Vaandrig Suharsoyo6. Vaandrig Subiyakto7. Vaandrig Cadet Sumartal8. Tentara Pelajar (TP) MarwotoKorban luka parah1. Vaandrig Cadet Sutopo2. Vaandrig Cadet Sunarto B.Gerakan pembersihan Belanda di Plataran tanggal 24 Febuari 1949 dinilai oleh pimpinan militer Belanda sebagai suatu operasi militer yang berhasil. Karenanya setahun kemudian Sersan Roubos mendapatkan tanda penghargaan bintang `De Bronzen Leeuul dari pemerintahnya |
Nama Pemilik Terakhir | : | Wahyu Srihartadi |
Nama Pengelola | : | Wahyu Srihartadi |